Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Nadia Nurfitria

Indonesia Menuju Pusat Pemikiran Islam Global

Agama | 2025-11-03 12:54:48

Ketika dunia memasuki fase ketidakpastian geopolitik, disrupsi teknologi, dan perubahan sosial yang cepat, pertanyaan besar muncul: di mana posisi peradaban Islam dalam lanskap global hari ini? Di tengah dinamika itu, Indonesia hadir dengan tawaran jawaban yang semakin mendapat perhatian internasional. Bukan melalui kekuatan militer atau dominasi politik, melainkan melalui kepemimpinan intelektual, moderasi keagamaan, dan diplomasi gagasan.

Penyelenggaraan AICIS+ 2025 di kampus Universitas Islam Internasional Indonesia (UIII) adalah salah satu bukti kuat. Konferensi internasional yang digagas Kementerian Agama RI itu mempertemukan pemikir, akademisi, dan policymaker dari 31 negara. Mereka berdiskusi soal Islam, ilmu pengetahuan, ekonomi halal, kecerdasan buatan, ekologi, dan tata kelola global. Kehadiran para pakar ini mengirim pesan jelas: Indonesia semakin dipandang sebagai laboratorium masa depan peradaban Islam dunia.

Menteri Agama Prof. Dr. K.H. Nasaruddin Umar, M.A dalam sambutan pembukaan menggambarkannya tepat:

“Indonesia adalah rumah bagi Islam yang ramah, rasional, dan berperadaban. Kita ingin berkontribusi pada dunia, bukan hanya menjadi konsumen gagasan.”

Dalam era di mana narasi Islam global sering dikaitkan dengan konflik, ekstremisme, dan ketegangan identitas, pendekatan Indonesia terasa segar: Islam yang membangun, bukan meruntuhkan; Islam yang mendamaikan, bukan memisahkan.

Model Islam Moderat yang Dipercaya Dunia

Selama beberapa dekade, pusat rujukan pemikiran Islam cenderung terkonsentrasi di Timur Tengah dan universitas Barat. Namun, dinamika global berubah. Indonesia dengan populasi Muslim terbesar di dunia, tradisi pesantren, demokrasi terbuka, dan rekam jejak moderasi mulai menempati ruang strategis sebagai poros keilmuan Islam Asia Tenggara.

Model wasathiyah Islam Indonesia kini dibicarakan dalam forum internasional. Bukan hanya menjadi slogan, moderasi ini sudah teruji di ruang sosial dan kebangsaan. Para ulama dan cendekiawan yang hadir di AICIS+ menekankan aspek itu. Prof. Farish A. Noor menyebut bahwa:

“Kebangkitan intelektual Islam tidak lagi bersifat monolitik. Indonesia menghadirkan narasi Islam yang berpijak pada etika sosial, kemanusiaan, dan tata kelola modern.”

Deklarasi moderasi Indonesia tidak hanya retorik; ia dipraktikkan melalui kebijakan pendidikan, diplomasi kultural, dan ruang publik yang terbuka bagi dialog lintas agama dan ilmu.

UIII: Kampus Global, Misi Peradaban

Di tengah momentum itu, berdirinya UIII bukan sekadar penambahan institusi pendidikan tinggi. Ia adalah legacy project bangsa dibangun melalui Peraturan Presiden, didesain sebagai universitas internasional pascasarjana, dan memadukan Islamic studies dengan ilmu sosial, ekonomi, hingga governance.

UIII menjadi melting pot intelektual Islam dunia: mahasiswanya berasal dari lebih 40 negara, memakai bahasa pengantar internasional, dan mengembangkan riset lintas disiplin.

Jika Al-Azhar menjadi rujukan tradisi keilmuan klasik, IIUM Malaysia sebagai pionir integrasi ilmu kontemporer, maka UIII mengambil posisi jembatan antara tradisi Islam Nusantara, moderasi demokratis, dan riset modern.

UIII membangun ekosistem ilmiah berbasis riset, etika publik, dan kolaborasi internasional. Dengan begitu, kampus ini tidak hanya mencetak lulusan tetapi mencetak pemikir, diplomat intelektual, dan pemimpin global masa depan.

Data, Tren, dan Tantangan

Kebangkitan Indonesia sebagai pusat pemikiran Islam global bukan klaim kosong. Ada indikator konkret:

  • 31 negara hadir di AICIS+ 2025
  • Jaringan akademik UIII dengan kampus dunia: SOAS London, Deakin University, Sciences Po, Al-Zaytouna Tunisia, NTU Singapore
  • Kemenag melatih 1 juta Dai Digital (program literasi dakwah moderat)
  • Industri halal Indonesia menembus USD 184 miliar (DinarStandard, 2023)
  • Indonesia masuk Top 5 Global Islamic Economy Indicators

Namun, peluang itu bersanding dengan tantangan besar:

  • penguatan kualitas publikasi riset internasional,
  • mengembangkan think tank Islam global,
  • memperluas jejaring Global South,
  • merawat moderasi di area digital,
  • mencegah komodifikasi agama tanpa nilai etik.

Indonesia harus memastikan kebangkitan intelektual ini tidak berhenti pada seremoni, tetapi berlanjut pada produktivitas ilmiah, inovasi, dan kontribusi nyata bagi dunia Islam.

Momentum yang Tak Boleh Hilang

Dunia tengah mencari model Islam yang meneduhkan sekaligus maju. Indonesia punya modal sejarah, budaya, spiritualitas, ilmu, demografi tetapi juga punya tantangan: mempertahankan integritas moderasi, memperkuat riset, dan memastikan Islam tidak hanya menjadi identitas, melainkan energi pembangunan peradaban.

UIII dan AICIS+ membuka jalan. Selanjutnya, keberlanjutan lah yang menentukan. Jika arah ini terjaga, Indonesia punya kesempatan besar menjadi qiblat baru keilmuan Islam dunia tempat dunia menoleh ketika mencari hikmah, ilmu, dan masa depan Islam yang beradab, damai, dan inovatif.

Bukan karena kekuasaan, tetapi karena hikmah; bukan karena angka demografis, tetapi karena kualitas moral dan intelektual.

Inilah kesempatan emas Indonesia. Dan dunia sedang melihat.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image