Coding adalah Seni
Teknologi | 2025-11-02 18:06:15Kalo denger kata seni, apa sih guys yang ada dipikiran kalian??
Pasti banyak nih dari kalian yang mikirnya lukisan, musik, atau bahkan tarian kan? itu semua bener ko!
Tapi tapi tapi, disini aku bukan mau bahas ketiga hal itu nih. Aku mau bahas kesenian yang mungkin banyak dari kalian yang mikirnya ini hanya sekedar barisan huruf aneh dan bikin pusing hahaha.
Nah kesenian ini sekarang lagi rame banget loh peminatnya.
Dan yap seperti yang sudah kalian lihat dari judulnya, aku mau bahas seni coding guys! Penasaran ga sih kenapa bisa termasuk seni? yuk kita bedah bareng!
Coding itu seni?
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) seni dapat diartikan sebagai keahlian membuat karya yang bermutu. Nah, kenapa sih aku bisa sebut coding itu juga seni? Karena coding dapat menghasilkan karya yang bermutu seperti website, game, dan juga aplikasi. Coding juga memerlukan kreativitas, setiap programmer punya style sendiri untuk berkreasi, dari sana kita bisa melihat cara seorang programmer dalam membuat kode itu mirip loh seperti proses kreatif seorang seniman.
Seni dalam coding juga bisa kita lihat dari cara seorang programmer menyusun logika di balik sebuah game. Di balik karakter yang bisa melompat, berlari, atau bahkan menang, ada ratusan baris kode yang mengatur semuanya dengan presisi. Setiap algoritma dibuat dengan hati-hati agar permainan terasa seru tapi tetap seimbang. Rasanya kayak menulis puisi dengan bahasa logika, tiap baris kode punya peran, kalau satu aja salah iramanya bisa kacau. Di situlah seninya, menemukan keseimbangan antara aturan dan imajinasi, antara logika dan rasa.
Programmer itu seniman!
Sama seperti pelukis yang larut di hadapan kanvas, programmer pun larut dalam dunia digital yang ia ciptakan. Jadi, programmer sebenarnya juga bisa disebut seniman dong? Menurutku sih bisa yaa, seniman logika.
“Kenapa kok seniman logika?”
Soalnya, pikiran mereka bekerja selaras antara logika dan juga imajinasi. Coba deh lihat aplikasi-aplikasi yang kita pakai setiap hari, seperti Instagram, Spotify, hingga permainan favoritmu, semua itu lahir dari kreativitas programmer yang memadukan logika dan imajinasi loh. Desain antarmuka yang menarik, animasi yang halus, hingga pengalaman pengguna yang menyenangkan, semua itu adalah hasil dari “sentuhan seni” dalam dunia teknologi.
Antara Frustasi dan Euforia
Namun di balik keindahan proses kreatif itu, ada juga sisi emosional yang jarang terlihat nih. Coding bukan cuma soal logika, tapi juga soal perasaan dan perjuangan. Setiap bug yang diselesaikan itu kayak melukis ulang bagian yang salah dari karya seni. Kadang, orang melihat kode hanya sebagai logika kaku. Tapi di balik itu, ada emosi manusia: rasa frustrasi, penasaran, dan euforia saat program berhasil berjalan dengan baik. Sama seperti seniman yang menumpahkan perasaannya ke dalam karya, programmer juga menuangkan pikirannya ke dalam kode.
Aku juga pernah ngalamin sendiri nih gimana rasanya stuck berjam-jam cuma gara-gara satu bug kecil. Rasanya pengen nyerah, tapi waktu akhirnya berhasil, euforianya luar biasa. Dari situ aku sadar, coding itu bukan cuma logika, tapi juga perjalanan emosional kayak seniman yang berjuang menuntaskan lukisannya.
Penutup
Hmm ga kerasa yaa sudah selesai pembahasan kita, sekarang menurut kalian coding itu seni atau masih sekedar barisan huruf aneh yang bikin pusing nih? itu sih terserah kalian yaa mau lihatnya bagaimana. Tapi, dengan melihat coding sebagai seni ini kita bisa melihat bahwa coding bukan hanya alat kerja tetapi juga ruang berekspresi dan berinovasi. Di era di mana kreativitas dan logika saling melengkapi, para programmer menjadi seniman modern yang melukis masa depan dengan barisan kode.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
