Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Gergorius Nokuwo

Seorang Bocah Menunggu Ayahnya Pulang

Sastra | 2025-10-31 00:56:45
Anak penikmat Senja di umpuk timur

Seorang bocah duduk di sebuah emper rumah tua,bersama ibunya„Bocah itu bernama Markus, usianya baru delapan tahun, setiap sore duduk di emper rumah tuanya. Dengan tubuh mungil, noken rayutan ibunya masih tersampir di bahunya, ia menatap tinggihnya langit yang membentang jauh. Orang-orang yang melihatnya mungkin mengira ia hanya duduk, tapi sesungguhnya ada sesuatu yang ia tunggu sosok ayah yang ia rindukan.“Markus tumbuh tanpa banyak mengenal kasih sayang ayah.Ibunya hanya pernah bercerita bahwa ayahnya bekerja jauh dari pedesaan, menjadi buruh bangunan. Sudah lama ia tak melihat ayah pulang. Yang ia tahu, ayah selalu menjanjikan akan pulang dengan membawa hadiah kecil, mungkin mobil-mobilan atau buku gambar, sesuatu yang sederhana tapi sangat berarti untuk anak seusianya.

************* ❤❤❤❤❤❤❤❤ *************

Setiap sore, setelah pulang sekolah, Markus berlari ke Terminsl. Ia duduk di atas batu-batu kecil, matanya penuh harap. Suara mesin kendaraan di kejauhan membuat jantungnya berdegup lebih cepat. Ia selalu.berpikir, "Mungkin ayah ada di dalamnya, turun dan memelukku." Namun sayang mobil, dan bus berlalu tanpa membawa kabar apa pun.“Teman- teman Markus lain di kampung itu sering menertawakannya. “Untuk apa kamu duduk di situ terus, Markus? Ayahmu tidak akan datang !” Ejekan teman-temanya,,Namun Markus hanya tersenyum kecut, meski hatinya perih. Ia tidak bisa membenci mereka. Karena Ia yakin, suatu hari ayah benar-benar pulang.“Ibunya sebenarnya tahu apa yang dilakukan anaknya setiap sore. Ia sering melihat dari kejauhan, berdiri di balik pintu rumah kayu mereka yang sederhana. Hatinya tersayat, tapi ia tak sanggup menghentikan anaknya. Biarlah Markus memelihara harapannya sendiri. Kadang, ibunya meneteskan air mata, karena ia tahu ayah Markus mungkin tidak akan pernah pulang seperti dulu lagi."

************** ❤❤❤❤❤❤❤ **************

Hari berganti, minggu berlalu, bulan pun berganti. Markus tetap setia menunggu di sebuah terminal. Saat musim hujan tiba, ia duduk dengan payung kecil yang sudah robek. Bajunya basah, sepatunya kotor, tapi matanya tetap menatap ke arah terminal, Markus percaya ayah hanya tertunda, bukan menghilang.“Suatu sore, ada seorang pria Tua yang kasihan melihatnya. Lelaki tua itu menghampiri Markus dan berkata, “Nak, ayahmu tidak akan mungkin lewat.Kalau dia pulang, pasti langsung ke rumahmu. Jangan tunggu di sini terus.” Markus hanya tersenyum polos. “Tapi Ayah janji pulang naik bus , Pak. Kalau aku tidak menunggu di sini, nanti Ayah bingung mencariku.”Jawaban sih Markus itu membuat lelaki Tua itu terdiam, lalu beranjak pergi dengan hati yang ikut terasa berat. Begitulah Markus, ia tidak punya keraguan sedikit pun dalam hatinya tentang janji sang ayah.“Tiap malam Markus selalu bercerita kepada ibunya tentang kedatangan ibunya. ibunya hanya mengangguk dan mengusap kepala Markus,menahan air mata agar tak jatuh di depan anaknya.Waktu berjalan semakin panjang.Setiap kendaraan yang lewat tetap sama: membawa suara gemuruh, asap, dan orang-orang asing yang bukan ayahnya. Namun semangat Markus Wonda tidak padam. “Kerabatnya mulai merasa iba. Ada yang menyapanya, ada yang mencoba menghibur, tapi tak ada yang dapat membuat lupa akan ayahnya.“Karena sebagian orang tahu bahwa ayah Markus sudah lama tak pernah terdengar kabarnya. “Adapun beberapa orang yang berbisik bahwa sang ayah mungkin sudah tak ada di dunia,namun tak seorang yang berani mengatakan sama Markus.

*********** ❤❤❤❤❤❤❤ ***********

Sampai suatu hari, ibunya menerima suatu berita,, Berita itu kabar buruk: ayah Markus meninggal. “Dunia seakan runtuh bagi sang ibu. Ia menutup pintu lalu menangis sejadi-jadinya.Tapi saat dilihat Anaknya, ia tak sanggup memberitahu kebenarannya.Hari ibunya hancur" “Merasa berdosa karena membiarkan anak sekecil itu terus menunggu sesuatu yang tidak akan pernah datang. Namun ia juga tak sanggup menghancurkan satu-satunya harapan hidup anaknya.Tahun berganti tahun Markus tetap menunggu. Usianya mulai bertambah besar, namun tetap tak pernah bosan menanti. Hingga suatu sore, ia berkata kepada ibunya. Markus “Bu, kalaupun Ayah tidak datang, aku tetap senang pernah menunggu ayah. Rasanya seperti aku dekat sama Ayah setiap kali aku memikirkan ayah.”Ucapan polos itu menusuk hati sang ibu.Lalu ibunya memeluk anaknya erat-erat. Tangisan yang ia tahan selama ini akhirnya pecah di bahu anaknya. Markus terkejut, tapi kemudian ikut memeluk ibunya sambil berkata lirih, “Ibu tidak apa-apakan,. Ibu„ Iya tidak apa apa nak”ibu mau bernya, jika kau tidak menemukan saat ini gimana rasanya? Markus„ Ibu sekarang bukan lagi menunggu kepulangan ayah yang tak mungkin kembali, tetapi menunggu waktu agar kelak aku bisa bertemu di dunia yang berbeda.Sudah cukup aku tumbuh dengan kenangan itu,, Sekarang aku paham bahwa menunggu bukan hanya soal menanti kepastian, tapi juga tentang menjaga cinta di dalam hati, meski dunia berkata mustahil...

Tamat : ❤❤❤❤❤❤

  • #
  • #
  • #
  • Disclaimer

    Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

    Berita Terkait

    Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

    × Image