Program Makanan Bergizi Gratis: Solusi Cerdas atau Tantangan Baru Bagi Rakyat?
Info Terkini | 2025-10-28 13:24:23
Deputi Bidang Sistem dan Tata Kelola Badan Gizi Nasional (BGN), Tigor Pangaribuan, mengungkapkan bahwa sekitar 60 persen anak-anak Indonesia hidup di garis kemiskinan. Kondisi ini berdampak langsung pada kualitas asupan gizi mereka. Faktor kemiskinan orang tua menjadi penyebab utama buruknya gizi anak. Hal inilah yang mendorong Presiden mencanangkan program Makan Bergizi Gratis (MBG) untuk menunjang kebutuhan makan anak agar tetap sehat dan berkualitas.
Menurut data Kementerian Sekretariat Negara Republik Indonesia, Presiden Prabowo Subianto melaporkan capaian signifikan program MBG yang telah menjangkau sekitar 20 juta anak sekolah, anak belum sekolah, ibu hamil, dan ibu menyusui di seluruh Indonesia. Meski baru berjalan delapan bulan, hasilnya mulai terlihat di berbagai daerah.
Salah satu contohnya di Kecamatan Bener, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah, di mana program MBG telah memberikan manfaat ekonomi bagi masyarakat. Yayasan Nastiti Harapan Mulia, salah satu pelaksana program di daerah tersebut, mempekerjakan 47 juru masak—mayoritas ibu rumah tangga—yang setiap malam menyiapkan makanan untuk 29 sekolah. Selain membuka lapangan kerja bagi juru masak, program ini juga melibatkan jasa pencucian wadah makan serta pedagang sayur dan buah lokal sebagai mitra penyedia bahan masakan. Dampak positif terhadap ekonomi masyarakat dan UMKM setempat pun semakin terasa.
Namun, di balik manfaatnya, program MBG juga menghadapi sejumlah persoalan baru. Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi menyebutkan bahwa sebagian besar dapur atau Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) yang mengalami kasus keracunan terbukti tidak menjalankan prosedur operasional standar (SOP). Sementara Menteri Koordinator Bidang Pangan Zulkifli Hasan menegaskan bahwa kasus serupa akan terus terulang jika dapur penyedia belum memiliki Sertifikat Laik Higiene Sanitasi (SLHS).
Berdasarkan data Dinas Kesehatan DKI Jakarta, terdapat 180 SPPG di wilayah Jakarta yang belum mengantongi SLHS. Kasus keracunan yang muncul di berbagai daerah menimbulkan kekhawatiran masyarakat terhadap kebersihan produk dan tempat produksinya.
Dari sisi anggaran, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa mengungkapkan bahwa dari total anggaran Rp71 triliun tahun 2025, baru terserap sekitar 18,6 persen. Sementara itu, anggaran MBG untuk tahun 2026 mencapai Rp335 triliun, meningkat hampir lima kali lipat. Dengan jumlah sebesar itu, wajar jika muncul pertanyaan: mengapa dengan dana yang begitu besar, program ini justru masih menyisakan masalah serius?
Masalah lain yang mengemuka adalah prioritas kebijakan publik. Seberapa penting program makanan bergizi gratis jika dibandingkan dengan pendidikan gratis?. Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah atau Kemendikdasmen mencatat ada 3,9 juta anak yang tak bersekolah saat ini. Penyebab utama tingginya angka anak tidak sekolah pada 2025 adalah karena ketidakmampuan ekonomi.
Atas dasar itu, ketua JPPI( Jaringan Pemantau Pendidikan Indosenia) Ubaid menekankan pentingnya pembebasan biaya sekolah dasar gratis, terutama swasta. JPPI sudah menagih janji presiden prabowo untuk melaksanakan proker pendidikan gratis, akan tetapi program ini masih sedikit terealisasi, sedangkan sebagian besar anggaran nya sudah terpakai untuk program MBG.
Ubaid menilai kebijakan Prabowo masih kurang berpihak pada sektor pendidikan. Padahal antusiasme ini dapat di lihat dari banyak nya pendaftar di sekolah dasar ataupun menengah yang pada awalnya sempat putus sekolah karena kurangnya finansial. Adapun pada implementasinya masih menimbulkan beberapa kendala pada biaya anggaran juga fasilitas dan guru yang masih kurang berkualitas hingga menyebabkan adanya kesenjangan pendidikan antara sekolah di perkotaan dan pedesaan, mengingat anggaran yang dikeluarkan pemerintah untuk MBG( makanan bergizi gratis) cukup besar. Padahal, pendidikan dan gizi seharusnya berjalan beriringan untuk mencetak generasi yang sehat sekaligus cerdas.
Negara Finlandia telah merealisasikan kebijakan serupa dengan stabil melalui program pendidikan gratis yang juga mencakup makanan bergizi, sesuai dengan Konsep yang mereka yakini “Education For All” yang menjadi landasan filosofis yang kuat. Keyakinan ini didasari pada sebuah pemikiran bahwa semua manusia berhak mendapatkan pendidikan yang layak juga menyeluruh.
Apabila Indonesia dapat meniru keseimbangan antara pendidikan dan gizi, di harapkan hal itu dapat melahirkan masyarakat yang sehat dan makmur utuk mencapai Indonesia Emas 2045.
Meski demikian, banyak pihak menilai program MBG tetap memiliki tujuan yang baik. Wakil Ketua Komisi IX DPR RI, Yahya Zaini, meminta Badan Gizi Nasional memastikan para ahli gizi di setiap SPPG bekerja maksimal dalam pelaksanaan program MBG. Evaluasi menyeluruh perlu dilakukan agar kasus keracunan tidak terulang, dan kualitas makanan yang diberikan tetap terjaga.
Program Makan Bergizi Gratis merupakan langkah positif pemerintah untuk memperbaiki kualitas gizi masyarakat, terutama anak-anak juga membuka lapangan kerja. Namun, dengan berbagai permasalahan yang muncul, pemerintah perlu melakukan pengawasan yang lebih ketat dan evaluasi mendalam. Dengan begitu, program ini benar-benar dapat menjadi solusi berkelanjutan, bukan sekadar proyek besar yang menimbulkan masalah baru.
Makanan bergizi gratis akan efektif jika disertai dengan peningkatan kualitas, juga kuantitas pendidikan serta pengawasan yang konsisten.
> Siti Khoiriyah, mahasiswa Fakultas dirosat islamiyyah (UIN Jakarta) yang tertarik pada isu sosial dan kebijakan publik.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
