Ancaman Tak Terlihat: Kekuatan Siber dan Iklim yang Mengguncang Amerika Serikat
Eduaksi | 2025-10-26 14:43:57
Dalam diskursus politik dan hubungan internasional, konsep keamanan sering kali dipersempit pada dimensi konvensional: siapa yang memiliki lebih banyak persenjataan, pasukan, dan kekuatan militer. Anggaran pertahanan global yang mencapai triliunan dolar setiap tahun mencerminkan obsesi dunia terhadap keamanan dalam pengertian tradisional. Negara dianggap kuat apabila mampu mempertahankan kedaulatan teritorial serta memenangkan peperangan konvensional. Namun, realitas abad ke-21 menunjukkan bahwa paradigma tersebut sudah tidak lagi memadai. Kekuatan militer yang besar tidak otomatis menjamin keamanan bagi masyarakatnya. Justru, ancaman paling serius dewasa ini muncul dari arah yang tak kasatmata, dari serangan digital terhadap infrastruktur vital hingga dari perubahan iklim yang mengancam kelangsungan hidup manusia.
Paradigma keamanan tradisional (traditional security) selama ini berfokus pada upaya negara dalam melindungi diri dari ancaman militer negara lain. Kekuatan dan kedaulatan diukur melalui kemampuan pertahanan nasional. Namun, pola ancaman global telah mengalami pergeseran signifikan. Perkembangan teknologi, perubahan iklim, serta ketergantungan yang semakin tinggi terhadap infrastruktur digital membuat ancaman terhadap negara kini banyak bersumber dari ranah non-tradisional, seperti serangan siber, krisis energi, dan bencana lingkungan. Akibatnya, pendekatan lama yang menitikberatkan pada kekuatan militer menjadi semakin tidak relevan.
Ketika Kode Menjadi Senjata
Salah satu contoh nyata dari pergeseran ancaman ini adalah serangan siber terhadap Colonial Pipeline di Amerika Serikat pada Mei 2021. Colonial Pipeline merupakan jaringan pipa yang memasok hampir setengah kebutuhan bahan bakar di Pantai Timur AS. Serangan ransomware yang dilakukan oleh kelompok peretas DarkSide berhasil melumpuhkan sistem operasional perusahaan hanya melalui barisan kode komputer. Tidak ada rudal yang diluncurkan, tidak ada fasilitas fisik yang dihancurkan, namun dampaknya sebanding dengan serangan berskala besar: kelangkaan bahan bakar, antrean panjang di SPBU, pembatalan penerbangan, serta penerapan status darurat di sejumlah negara bagian.
Menariknya, penanganan krisis tersebut tidak dilakukan oleh militer, melainkan oleh lembaga seperti FBI dan CISA (Cybersecurity and Infrastructure Security Agency). Hal ini menegaskan bahwa keamanan siber tidak lagi sekadar isu teknis atau tanggung jawab sektor swasta, melainkan telah menjadi pilar utama keamanan nasional. Fakta bahwa negara dengan kekuatan militer sebesar Amerika Serikat dapat dibuat lumpuh oleh sekelompok peretas tanpa satu peluru pun ditembakkan menunjukkan bahwa kode digital kini memiliki daya rusak dan nilai strategis yang setara dengan senjata konvensional.
Ketika Alam Menjadi Lawan yang Tak Terkendali
Ancaman non-tradisional lain yang semakin nyata adalah krisis iklim. Peristiwa badai musim dingin ekstrem Winter Storm Uri yang melanda Texas pada Februari 2021 menunjukkan betapa rentannya sistem modern terhadap bencana alam. Negara bagian yang dikenal sebagai pusat ekonomi dan energi Amerika tersebut mengalami kelumpuhan total. Jutaan penduduk kehilangan akses listrik, air bersih, dan pemanas di tengah suhu beku. Infrastruktur energi, mulai dari turbin gas hingga pembangkit nuklir, berhenti beroperasi akibat suhu ekstrem. Dampaknya, ratusan orang meninggal dunia dan kerugian ekonomi mencapai ratusan miliar dolar.
Krisis ini memperlihatkan bahwa kekuatan militer tidak relevan dalam menghadapi ancaman perubahan iklim. Tidak ada pasukan bersenjata yang mampu mencairkan turbin yang membeku, atau jet tempur yang dapat memulihkan jaringan listrik yang runtuh. Peristiwa tersebut bukan sekadar bencana alam, melainkan manifestasi kegagalan sistemik akibat kurangnya kesiapan infrastruktur dan ketidakseriusan dalam mengantisipasi risiko iklim. Dalam konteks ini, keamanan lingkungan harus dipandang sebagai bagian integral dari keamanan nasional.
Dari Keamanan Negara Menuju Keamanan Manusia
Kedua peristiwa di atas menegaskan perlunya perubahan paradigma dalam memahami keamanan global. Keamanan tidak lagi dapat didefinisikan hanya sebagai perlindungan terhadap negara (state security), tetapi juga harus mencakup perlindungan terhadap manusia (human security). Pertanyaan mendasar yang muncul adalah, keamanan siapa yang sebenarnya sedang dijaga, Apa arti kedaulatan negara jika warga negara tidak dapat bekerja karena sistem energi lumpuh, atau meninggal akibat suhu ekstrem di rumah mereka sendiri?
Konsep human security, sebagaimana diperkenalkan oleh United Nations Development Programme (UNDP) pada tahun 1994, menekankan perlindungan individu dari ancaman terhadap kehidupan, kesejahteraan, dan martabat mereka. Pendekatan ini mencakup tujuh dimensi keamanan: ekonomi, pangan, kesehatan, lingkungan, pribadi, komunitas, dan politik. Dengan kerangka ini, ancaman siber dan perubahan iklim tidak lagi dianggap sebagai isu sektoral, melainkan sebagai ancaman langsung terhadap keberlangsungan hidup manusia serta stabilitas sosial.
Menghadapi ancaman non-tradisional menuntut penerapan pendekatan keamanan yang lebih menyeluruh (holistic security approach). Negara tidak dapat semata-mata mengandalkan kekuatan militer, melainkan harus memperkuat ketahanan infrastruktur, mengembangkan sistem pertahanan siber, serta berinvestasi dalam mitigasi perubahan iklim. Pengalihan sebagian anggaran dari belanja militer menuju penguatan energi terbarukan, keamanan digital, dan kesiapsiagaan bencana bukanlah bentuk pemborosan, melainkan strategi pertahanan jangka panjang yang rasional.
Selain itu, kerja sama internasional menjadi aspek krusial. Baik ancaman digital maupun perubahan iklim bersifat lintas batas, sehingga tidak ada satu negara pun yang dapat menanganinya secara unilateral. Kolaborasi global dalam tata kelola siber, diplomasi iklim, dan pengembangan teknologi harus menjadi prioritas dalam kebijakan keamanan kontemporer.
Dunia kini tengah memasuki era baru di mana musuh tidak selalu memiliki wajah atau bendera. Mereka hadir dalam bentuk kode digital yang merusak sistem, dan dalam perubahan iklim yang mengancam kehidupan. Kekuatan militer mungkin tetap relevan dalam mempertahankan kedaulatan geopolitik, namun tidak cukup untuk menjamin kelangsungan hidup masyarakat. Oleh karena itu, definisi keamanan harus diperluas, dari sekadar pertahanan negara menuju perlindungan manusia, dari kekuatan fisik menuju ketahanan sistemik.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
