Ketika Otak Takut Dekat: Penjelasan Biopsikologi tentang Sikap Menghindar dalam Hubungan Sosial
Edukasi | 2025-10-22 20:42:46
https://pixabay.com/id/vectors/penjara-jantung-kesedihan-depresi-6789850/" />Abstrak
Sikap menghindar dalam hubungan sosial merupakdn fenomena umum yang sering ditemukan pada remaja atau mahasiswa. Esai ini membahas bagaimana pendekatan biopsikologi menjelaskan perilaku menghindar sebagai hasil interaksi antara pengalaman emosional masa lalu, proses neurobiologis otak, serta konteks sosial modern. Melalui tinjauan terhadap beberapa penelitian berbahasa Indonesia terkini, tulisan ini menyoroti peran sistem limbik, kortek prefrontal, serta gaya hidup yang melekat terhadap kecenderungan menghindar. Pembahasan diakhiri dengan rekomendasi praktis untuk memahami dan mengelola perilaku tersebut dilingkungan kampus.
Pendahuluan
Sebagai makhluk sosial, manusia memiliki dorongan alami untuk berinteraksi dan membangun hubungan. Namun, tidak semua individu mampu merasakan kenyamanan dalam kedekatan emosional. Sebagian memilih menjaga jarak, menolak keintiman, atau menarik diri dari hubungan interpersonal, Fenomena ini disebut perilaku menghindar (avoidant behavior). Dari sudut pandang biopsikologi, perilaku ini tidak semata hasil pengalaman emosional, melainkan juga berkaitan dengan cara kerja sistem saraf dan otak dalam merespons ancaman sosial.
Pendekatan biopsikologi berusaha memahami perilaku menghindar dengan menelusuri hubungan antara proses biologis dan pengalaman psikologis. Perilaku ini berkaitan dengan aktivitas sistem limbik, khususnya amigdala yang berperan dalam memproses rasa takut dan ancaman sosial. Individu dengan sensivitas tinggi terhadap penolakan atau stres sosial cenderung menunjukan reaksi berlebihan yang mendorong mereka menghindari kedekatan emosional. Selain itu, faktor genetik dan ketidakseimbangan neurotransmiter seperti serotonin serta dopamin turut memengaruhi regulasi emosi dan kemampuan membentuk hubungan aman. Interaksi antara faktor biologis dan pengalaman lingkungan, seperti pola asuh atau trauma masa kecil, memperkuat pola perilaku menghindar ini. Dengan demikian, memahami perilaku menghindar dari perspektif biopsikologi penting untuk melihat bagaimana aspek biologi, psikologis, dan sosial saling berpengaruh, serta membuka peluang bagi intervensi terapeutik yang dapat membantu individu mengembangkan hubungan interpersonal yang lebih adaptif,
Pembahasan
1. Dasar Psikologis: Pola Kelekatan
Menurut teori kelekatan (attachment theory), pola hubungan awal antara anak dan pengasuh utama membentuk dasar keterikatan emosional yang memengaruhi hubungan di masa dewasa. Apabila anak tumbuh dalam lingkungan yang ruang hangat atau penuh penolakan, otaknya belajar bahwa kedekatan berarti ancaman terhadap rasa aman. Akibatnya, individu mengembangkan gaya kelekatan menghindar, yaitu kecendeungan menekan emosi dan menjaga jarak untuk mencegah kekecewaan (Kasdim & Budiarto, 2024).
2. Mekanisme Biologis: Peran Sistem Limbik
Dari perspektif neurobilogis, sistem limbik khususnya amigdala berperan penting dalam mendeteksi ancaman sosial. Pada individu dengan kecenderungan menghindar, amigdala lebih sensitif terhadap tanda-tanda penolakan atau kritik, sehingga memicu reaksi cemas yang diikuti perilaku menjauh. Strategi menghindar ini memberi rasa aman sesaat, tetapi justru memperkuat pola penolakan diri yang maladaptif (Bahri & Kholidin, 2024).
3. Regulasi Emosi dan Korteks Prefrontal
Korteks prefrontal (PFC) berfungsi dalam mengendalikan emosi dan pengambilan keputusan. Indiviu yang menghindar biasanya menggunakan rasionalisasi untuk menekan emosi, seperti berpikir bahwa kedekatan dapat menimbulkan masalah. Walaupun tampak terkendali, penggunaan kontrol kognitif berlebihan dapat menyebabkan kelelahan emosional dan menghambat keterbukaan terhadap hubungan baru (Gayatri & Ariana, 2024).
4. Pengaruh Konteks Sosial dan Media
Perkembangan teknologi menambah kompleksitas perilaku menghindar. Melalui media sosial, seseorang dapat berinteraksi tanpa harus menghadapi risiko emosional langsung, Fenomena seperti phubbing mengabaikan orang di sekitar demi gawai menjadi contoh bentuk baru penghindaran sosial. Penelitian menunjukkan bahwa gaya kelekatan tidak aman berhubungan dengan perilaku phubbing pada remaja di Jakarta (Naftali dkk, 2024).
Teknologi, dalam hal ini, menjadi sarana bagi otak untuk mempertahankan jarak sosial secara halus.
5. Implikasi bagi mahasiswa
Mahasiswa semester awal pasti sering menghadapi tantangan dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan baru. Pemahaman tentang mekanisme otak yang mendasari perilaku menghindar dapat membantu mereka mengenali kecemasan sosial yang dirasakan dan mencari strategi adaptif. Intervensi yang efektif, seperti terapi berasis kelekatan, terbukti membantu mengurangi pola menghindar melalui pembelajaran ulang rasa aman dalam interaksi sosial (Haryati dkk, 2024).
Selain itu, lingkungan kampus berperan penting dalam mendukung proses ini. Program konseling, pelatihan keterampilan sosial, serta komunitas dukungan sebaya dapat menjadi wadah aman bagi mahasiswa untuk berlatih membangun hubungan tanpa rasa takut akan penolakan.
Kesimpulan
Sikap menghindar dalam hubungan sosial tidak hanya berakar pada pengalaman psikologis, tetapi juga melibatkan proses biologis dalam otak. Sistem limbik dan korteks prefrontal berinteraksi membentuk pola respons terhadap ancaman sosial, yang memperkuat oleh pengalaman kelekatan masa kecil dan konteks sosial modern. Dengan memahami dasar biopsikologisnya, mahasiswa dapat mengembangkan empati terhadap diri sendiri dan orang lain, serta belajar menciptakan hubungan sosial yang lebih sehat dan adaptif.
Daftar Pustaka
Bahri, M., & Kholidin, F. I. (2024). Terjebak Dalam Ketakutan: Kualitatif Tinjauan Sistematis Kecemasan Sosial pada Kehidupan Remaja. Al-Musyrif: Jurnal Bimbingan dan Konseling Islam.
Gayatri, P. A., & Ariana, A. D. 92024) Insecure Attachment and Cyberchondria among Early Adults: Health Anxiety as a Mediator. Jurnal Psikologi Talarabusa.
Haryati, A., Hadikusuma, R., Afriyani, R., Purnama, V. T., & Kusuma Sari, T. (2025). Pengaruh Kecemasan Sosial Terhadap Prestasi Belajar Mahasiswa UIN Fatmawati Sukarno Bengkulu. JKIP: Jurnal Kajian Ilmu Pendidikan.
Kasdim, R., & Budiarto, Y. (2024). Attachment Style dalam Hubungan Romantis pada Wanita Emerging Adulthood yang Mengalami Fatherlessness. Jurnal Review Pendidikan dan Pengajaran (JRPP).
Naftali, N., dkk. (2024). Peran Gaya Kelekatan Tidak Aman terhadap Phubbing pada Remaja di Jakarta. Jurnal Muara Ilmu Sosial, Humaniora, dan Seni.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
