Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image PUTRO RAMADIN

Ngantuk Setelah Makan? Ini Bukan Malas, Tapi Kerja Cerdas Tubuhmu!

Edukasi | 2025-10-15 12:46:13

Ngantuk Setelah Makan? Ini Bukan Malas, Tapi Kerja Cerdas Tubuhmu!

Pendahuluan

Setiap manusia bergantung pada makanan sebagai sumber energi untuk menjalankan aktivitas sehari-hari. Namun, tidak jarang setelah menyantap makanan, terutama dalam jumlah besar atau yang mengandung banyak karbohidrat dan lemak, muncul rasa kantuk yang sulit dijelaskan secara logika sederhana. Fenomena ini sering disebut oleh masyarakat sebagai "food coma" istilah populer yang menggambarkan kondisi tubuh yang terasa lemas, malas bergerak, bahkan mengantuk berat setelah makan. Dalam kehidupan sehari-hari, kondisi ini sering dianggap hal yang sepele atau sekadar akibat dari kekenyangan semata. Namun, ketika ditelaah lebih dalam melalui kacamata ilmiah, terutama dalam bidang biopsikologi, muncul pemahaman yang jauh lebih kompleks mengenai mekanisme tubuh dan otak dalam merespons makanan.

Biopsikologi, sebagai cabang ilmu yang mempelajari keterkaitan antara sistem biologis tubuh dan perilaku manusia, menawarkan sudut pandang yang komprehensif dalam menjelaskan mengapa rasa kantuk muncul setelah makan. Fenomena ini tidak hanya melibatkan proses pencernaan di sistem gastrointestinal, tetapi juga berhubungan erat dengan perubahan aktivitas saraf, peran hormon seperti insulin dan serotonin, hingga kerja sistem saraf otonom yang mengatur keseimbangan antara aktivitas dan istirahat. Dengan kata lain, rasa kantuk setelah makan bukanlah gejala yang berdiri sendiri, melainkan hasil dari interaksi sistemik antara tubuh dan otak yang berjalan secara terorganisir dan bertujuan menjaga keseimbangan fisiologis.

Oleh karena itu, pembahasan mengenai rasa kantuk setelah makan perlu ditinjau dari perspektif biopsikologis agar dapat memberikan pemahaman yang lebih menyeluruh dan ilmiah. Penelitian dan pemetaan mekanisme ini tidak hanya penting dalam konteks akademik, tetapi juga dalam kehidupan praktis, terutama dalam upaya menjaga produktivitas, pola makan yang sehat, dan ritme biologis tubuh. Melalui kajian ini, kita akan melihat bahwa di balik satu piring nasi padang atau seporsi mie goreng, terdapat jaringan proses biologis dan neurologis yang saling terhubung dan memengaruhi perilaku manusia secara langsung.

Kenapa Kita Merasa Mengantuk Setelah Makan?

Studi Biopsikologis Tentang "Food Coma" Apakah kamu pernah mengalami rasa ngantuk yang sangat mengganggu usai makan siang, terutama jika hidangannya berat seperti nasi padang, mie goreng, atau berbagai makanan kaya karbohidrat lainnya? Rasanya seperti sulit untuk bergerak, kelopak mata terasa berat, dan keinginan untuk bersantai sangat menggebu. Banyak orang menganggap ini hanyalah efek dari kekenyangan yang umum. Namun, kenyataannya, rasa kantuk setelah makan yang sering disebut “food coma” memiliki penjelasan ilmiah yang cukup rumit, terutama ketika kita melihatnya dari perspektif biopsikologi, yang merupakan bidang yang mempelajari interaksi antara otak, sistem saraf, dan perilaku manusia.

Apa yang Terjadi di Otak dan Tubuh Setelah Makan?

Setelah kita menyantap makanan, tubuh tidak hanya berhenti pada kegiatan pengisian perut. Sebaliknya, di momen inilah beragam sistem dalam tubuh berfungsi bersama untuk mencerna dan mengubah makanan menjadi sumber energi. Salah satu sistem yang segera aktif adalah sistem saraf parasimpatik, yang merupakan bagian dari sistem saraf otonom dan berfungsi selama proses “istirahat dan cerna”. Seiring dengan aktifnya sistem ini, tubuh akan mengalihkan energinya ke organ pencernaan seperti lambung, usus, dan hati. Aliran darah pun lebih banyak dialokasikan ke perut untuk mendukung proses pencernaan. Hal ini menyebabkan pasokan darah ke otak sedikit menurun. Akibatnya, aktivitas otak melambat dan menimbulkan perasaan tenang, nyaman, dan.... mengantuk.

Jadi, keinginan untuk tidur setelah makan sebenarnya adalah reaksi alami tubuh yang bertujuan untuk mendukung sistem pencernaan agar berfungsi secara optimal. Itu bukan tanda malas, tetapi justru karena tubuh mengutamakan proses pencernaan dalam prioritasnya.

Peran Hormon dan Neurotransmitter

Selanjutnya, selain perubahan aliran darah, rasa kantuk setelah makan juga dipengaruhi oleh perubahan level hormon dan neurotransmitter dalam tubuh. Setelah menyantap makanan, khususnya yang kaya karbohidrat seperti nasi, mie, atau roti, kadar glukosa (gula darah) dalam tubuh biasanya akan meningkat. Untuk menanggapi lonjakan ini, pankreas mengeluarkan hormon insulin. Insulin tidak hanya berfungsi dalam mengatur kadar gula darah, tetapi juga mempengaruhi komposisi asam amino di dalam darah. Salah satu pengaruhnya adalah peningkatan konsentrasi triptofan, yaitu asam amino yang digunakan oleh otak untuk memproduksi serotonin neurotransmitter yang memberikan rasa tenang dan nyaman. Lebih lanjut, serotonin dapat mengalami konversi menjadi melatonin, hormon yang mengendalikan siklus tidur dan membuat kita merasa lebih mengantuk. Oleh karena itu, setelah menyantap makanan berat, khususnya yang kaya karbohidrat, tidak mengherankan jika tubuh merasa lebih santai dan ingin tidur.

Kenapa Efeknya Beragam?

Ada fakta menarik bahwa tidak semua orang merasakan kecenderungan mengantuk yang serupa setelah makan. Beberapa faktor bisa menjelaskan variasi ini, seperti jenis makanan, waktu makan, dan aktivitas fisik sebelum serta sesudahnya.

1. Jenis Makanan:

- Makanan yang kaya karbohidrat dan lemak cenderung lebih memicu mengantuk. Karbohidrat cepat menaikkan level gula darah dan mempercepat produksi serotonin. Lemak, di sisi lain, membutuhkan waktu lebih banyak untuk dicerna, sehingga tubuh harus bekerja lebih keras.

- Makanan yang kaya protein dan serat (misalnya, sayuran) cenderung memberikan energi yang lebih konsisten, tanpa terjadi lonjakan gula darah yang signifikan.

2. Waktu Makan:

Rasa kantuk biasanya terasa lebih kuat setelah makan siang. Ini berkaitan dengan ritme sirkadian tubuh kita, yang merupakan siklus harian yang mempengaruhi tingkat energi kita. Antara pukul satu sampai tiga siang, tubuh kita alami fase “energi rendah,” jadi lebih mudah merasakan ngantuk

Pola tidur dan kebugaran:

Orang yang kurang tidur atau merasa lelah biasanya lebih mudah mengalami “food coma” karena tubuh mereka kekurangan energi. Namun, orang yang cukup tidur dan sehat biasanya bisa mengatur energinya meskipun telah memakan makan makanan berat.

Hubungan dengan Biopsikologi:

Mengantuk setelah makan adalah contoh jelas bagaimana biologi tubuh kita mempengaruhi perilaku dan perasaan kita. Ini adalah fokus utama dari ilmu biopsikologi, yang berusaha memahami bagaimana proses biologis seperti fungsi otak, sistem saraf, hormon, dan neurotransmitter bisa mempengaruhi perasaan, pikiran, dan tindakan manusia.

Beberapa poin penting dari sudut pandang biopsikologi:

- Sistem saraf otonom, terutama bagian parasimpatik, berfungsi untuk membuat tubuh lebih rileks setelah makan.

- Serotonin dan melatonin, dua zat kimia penting dalam otak, turut berperan dalam menciptakan rasa kantuk dan kenyamanan setelah makan.

- Hipotalamus, bagian otak yang mengontrol rasa lapar dan kenyang, memberikan sinyal kepada tubuh kapan harus istirahat atau aktif lagi.

Ini berarti otak dan tubuh kita bekerja sama untuk mengatur kebutuhan energi, waktu istirahat, dan aktivitas. Mengantuk setelah makan bukanlah “kesalahan” tubuh, tetapi mekanisme yang terorganisir untuk menjaga keseimbangan dan kesehatan tubuh secara keseluruhan.

Kesimpulan

Merasa ngantuk setelah makan itu wajar dan ada penjelasan ilmiahnya. Ini bukan hanya karena kamu “terlalu banyak makan” atau malas bekerja, tetapi karena tubuh kamu sedang menyeimbangkan kebutuhan energi, proses pencernaan, dan ritme biologis.

Dari sudut pandang biopsikologis, kita bisa melihat bagaimana otak, sistem saraf, dan hormon bekerja bersama untuk menciptakan rasa kantuk ini. Proses ini membantu tubuh untuk pulih setelah mendapatkan energi, dan mengarahkan kita untuk beristirahat sejenak agar tetap sehat dan seimbang.

Jadi, lain kali saat kamu merasa ingin tidur setelah makan, jangan langsung merasa bersalah. Itu tandanya tubuhmu sedang melakukan fungsinya dengan baik. Namun, tetap penting untuk menjaga pola makan yang seimbang, tidur yang cukup, dan bergerak aktif agar tidak terjebak dalam siklus “food coma” terlalu sering.

REFRENSI BERDASARKAN JURNAL & ARTIKEL RELEVAN :

1. Wells, A. S., Read, N. W., Laugharne, J. D., & Ahluwalia, N. S. (1998). “Alterations in mood after large meals. A consequence of insulin-induced hypoglycemia?” British Journal of Nutrition, 80(1), 95–100.

2. Lindseth, G., Lindseth, P., & Thompson, M. (2013). “Nutritional effects on sleep.” Western Journal of Nursing Research, 35(4), 497–513.

3. Lieberman, H. R., Wurtman, J. J., & Wurtman, R. J. (1986). “Carbohydrate consumption improves mood and performance.” The American Journal of Clinical Nutrition, 46(3), 560–568.

4. Afaghi, A., O’Connor, H., & Chow, C. M. (2007). “High-glycemic-index carbohydrate meals shorten sleep onset.”The American Journal of Clinical Nutrition, 85(2), 426–430.

5. Cleveland Clinic. “What Is a Food Coma (Postprandial Somnolence)?”

[https://my.clevelandclinic.org/health/diseases/22666-food-coma](https://my.clevelandclinic.org/health/diseases/22666-food-coma)

6. Watanabe, M., Katagiri, R., & Hattori, M. (2020). “Melatonin and glucose metabolism.” Glycative Stress Research, 7(1), 105–110.

7. Oishi, Y., & Uchida, S. (2014). “The effects of tryptophan-rich breakfast and light exposure on circadian rhythm.” Journal of Circadian Rhythms, 11(4).

GAYA PENULISAN SUMBER DALAM ARTIKEL :

Ditulis menggunakan gaya penulisan populer/semi ilmiah. Dibuktikan dengan tidak mencantumkan in-text citation serta penjelasan mengalir seperti artikel populer atau edukatif.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image