Solusi Dua Negara, Bukan Solusi Hakiki untuk Palestina
Agama | 2025-10-12 17:55:16
Dua tahun sudah thufanul aqsha, serangan membabi buta Zionis Israel ke Gaza Palestina. Data dari Kementerian Kesehatan Palestina, Kantor Media Pemerintah Gaza dalam periode 7 Oktober 2023 – 29 September 2025 total korban 66.055 warga Palestina telah terbunuh sejak perang Israel di Gaza dimulai. Ribuan lainnya masih terkubur di bawah reruntuhan. Dari jumlah tersebut, 440 orang meninggal akibat kelaparan, termasuk 147 anak-anak.
Tidak sedikit aksi yang telah dilakukan untuk memprotes kekejaman Zionis, protes dari umat Islam maupun nonmuslim, protes atas dasar HAM, kemanusiaan, hingga dorongan akidah. Namun kekejaman Zionis tidak berhenti. Serangannya terhadap negeri di sekitar Palestina pun semakin bertambah. Namun ironi juga, pemimpin negeri muslim masih saja tidak tergerak untuk mengirimkan pasukan membantu Palestina. Sedangkan Barat yang digawangi AS dan Inggris terus mendesak dunia dan Palestina agar mengikuti skenario mereka.
Solusi Dua Negara, Tawaran Barat
Solusi paling aktual yang ditawarkan kepada Palestina adalah solusi dua negara, yaitu pengakuan terhadap keberadaan negara Israel dan negara Palestina yang berdampingan. Sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (Sidang Umum PBB) pada Jumat, 12 September 2025, mengesahkan New York Declaration on the Peaceful Settlement of the Question of Palestine and the Implementation of the Two-State Solution. Resolusi soal solusi dua negara Israel-Palestina ini didukung 142 negara anggota, ditolak 10 negara, dan 12 abstain dari 193 anggota. Deklarasi New York terdiri atas 42 poin yang merinci langkah politik, keamanan, dan kemanusiaan untuk mewujudkan solusi dua negara. Sebelumnya pada 28 hingga 30 Juli 2025, Markas Besar Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di New York menjadi tuan rumah Konferensi Internasional Tingkat Tinggi untuk Penyelesaian Damai Masalah Palestina dan Implementasi Solusi Dua Negara.[1]
Solusi dua negara ini bukanlah usulan baru yang ditawarkan AS sebagai pendukung utama Zionis, pada konferensi nasional Palestina yang diselenggarakan di Aljazair tahun 1988, Yasser Arafat secara resmi mengumumkan penerimaannya terhadap konsep dua negara dalam semua perundingan-perundingan internasional sejak itu. Terbentuklah Otoritas Palestina yang digadang-gadang sebagai cikal-bakal berdirinya negara Palestina yang nyatanya hanya boneka Barat saja. Otoritas Palestina yang dipimpin seorang presiden hanyalah nama belaka, tidak mempunyai kekuatan militer, tidak mempunyai kekuasaan teritorial jelas selayaknya sebuah negara, tidak mempunyai persenjataan dan hanya mengendalikan wilayah Tepi Barat saja. Berbagai konferensi, perundingan dan kesepakatan pada akhirnya hanya semakin mengurangi wilayah Palestina, hanya berakhir pada serangan kejam Zionis dan tewasnya rakyat Palestina.
Solusi dua negara setidaknya mengandung tiga makna. Pertama, keberadaan negara Israel di tanah Palestina adalah ilegal. Israel adalah penjajah. Mengakui eksistensi negara Israel sama dengan mengakui adanya penjajahan. Andaipun Palestina diberi kemerdekaan, negara Israel itu berdiri di atas negeri hasil rampokan mereka. Kedua, pengakuan atas negara Israel melalui solusi dua negara mencederai rasa keadilan bagi rakyat Palestina. Mereka telah mengalami pengusiran, perampasan, bahkan pembunuhan dan sekarang genosida (pemusnahan massal) oleh zionis Yahudi. Namun, tidak ada sanksi apa pun atas pemerintahan zionis Yahudi itu. Ketiga, pemerintahan ilegal zionis Yahudi sendiri secara tegas menolak mengakui eksistensi atau kemerdekaan negara Palestina. Pada Juli 2024, Parlemen Israel mengeluarkan resolusi yang menolak pendirian negara Palestina. Perdana Menteri Yahudi Benyamin Netanyahu, di depan Sidang Umum PBB yang lalu secara tegas menolak untuk mengakui kemerdekaan negara Palestina. Dia menyatakan bahwa pengakuan terhadap negara Palestina merupakan suatu kesalahan yang sangat fatal. Jadi, mana mungkin bisa menawarkan solusi dua negara kalau pihak perampok dan penjagalnya tetap ngotot menguasai hasil rampokan mereka? Apalagi mereka didukung oleh negara adidaya Amerika Serikat.
Dengan demikian solusi dua negara adalah pengkhianatan terhadap nasib dan perjuangan penduduk Palestina. Usulan solusi itu sama sekali bukan keinginan penduduk Palestina, juga bukan solusi yang dikehendaki oleh Islam. Ia justru datang dari kaum penjajah. Solusi itu juga justru menjadi legitimasi penjajahan oleh kaum zionis.
Secara hukum Islam solusi dua negara jelas bertentangan dengan nas-nas syariah. Allah SWT telah memerintahkan kaum Muslim untuk melakukan perlawanan terhadap pihak-pihak yang mengusir dan memerangi mereka. Firman-Nya:
وَٱقْتُلُوهُمْ حَيْثُ ثَقِفْتُمُوهُمْ وَأَخْرِجُوهُم مِّنْ حَيْثُ أَخْرَجُوكُمْ
Perangilah mereka di mana saja kalian jumpai mereka dan usirlah mereka dari tempat mereka telah mengusir kalian (TQS al-Baqarah [2]: 191).
Allah SWT juga berfirman:
فَمَنِ ٱعْتَدَىٰ عَلَيْكُمْ فَٱعْتَدُوا۟ عَلَيْهِ بِمِثْلِ مَا ٱعْتَدَىٰ عَلَيْكُمْ
Siapa saja yang menyerang kalian, maka seranglah dia seimbang dengan serangannya terhadap kalian (TQS al-Baqarah [2]: 194).
Berdasarkan ayat di atas, jihad fî sabilillah adalah fardu ‘ain saat negeri kaum Muslim—seperti Gaza dan Palestina saat ini—diserang atau dijajah. Para Sahabat Nabi saw. telah berijmak atas kewajiban kaum Muslim secara bersama-sama untuk memerangi dan mengusir musuh-musuh mereka yang menyerang dan menjajah negeri mereka.
Sayangnya, perintah Allah SWT yang mulia ini justru dicampakkan oleh para penguasa Muslim saat ini. Sebagian dari mereka malah mengulurkan tangan untuk membuka hubungan diplomatik dengan entitas Yahudi. Bahkan di tengah genosida terhadap penduduk Gaza, mereka menyokong militer zionis dengan tetap membuka hubungan dagang dengan mereka, termasuk menerima solusi dua negara. Jelaslah bahwa krisis di Palestina tidak mungkin diselesaikan di tangan PBB ataupun para penguasa Muslim hari ini. Umat hari ini membutuhkan kepemimpinan Islam global (Khilafah) yang akan melindungi setiap wilayah negeri Islam. Khalifah juga tidak akan membiarkan darah Muslim tercecer sia-sia di tangan kaum kuffâr. Tak ada lagi jalan keluar yang sahih dan tepat selain jihad fî sabilillah di bawah kepemimpinan Islam global, Khilafah Islamiyah.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
