Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Donny Syofyan

Beyond the Text: Bagaimana Derrida Mengurai Romeo dan Juliet

Sastra | 2025-10-12 12:49:37

Donny Syofyan

Dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andalas

Jacques Derrida, seorang filsuf yang dikenal karena karyanya tentang dekonstruksi, memiliki pendekatan yang tidak biasa dalam membaca Shakespeare. Dalam esai berjudul Aphorism Countertime (1986), ia menganalisis Romeo and Juliet menggunakan gaya penulisan yang tidak konvensional, yaitu aphorisme. Kata "aphorism" berasal dari bahasa Yunani yang berarti memisahkan atau membatasi. Derrida menggunakan pendekatan ini untuk memisahkan, mengurai, dan mendefinisikan teks Shakespeare.

Pendekatan ini sangat bertentangan dengan cara Shakespeare biasanya dibaca. Filsuf Derek Attridge mencatat bahwa karya-karya sastra yang menarik perhatian Derrida umumnya adalah karya abad ke-20 yang bersifat modernis atau tidak tradisional, seperti karya Blanchot, Ponge, Celan, Joyce, Artaud, Jabès, dan Kafka. Meskipun demikian, Derrida juga tertarik pada beberapa pengecualian, seperti Melville, Poe, dan tentu saja, Shakespeare.

Dalam sebuah wawancara, Derrida mengakui bahwa ia tidak memiliki kompetensi untuk membaca Romeo and Juliet sebagai teks abad ke-16. Ia juga menyatakan tidak akan pernah memiliki keberanian untuk menulis tentang Shakespeare jika tidak diminta untuk melakukannya. Ketika diminta, ia memilih untuk fokus pada motif-motif yang sudah ia minati, seperti contretemps (kesialan, ketidaktepatan waktu) dan anachrony (anakronisme).

Dengan demikian, Derrida membawa isu-isu ini ke dalam teks, bukan menemukannya di dalamnya. Ia juga tidak membaca Romeo and Juliet sebagai sebuah karya dramatis yang utuh dan kohesif. Sebaliknya, ia mengisolasi, memotong, memisahkan bagian-bagian tertentu dari drama tersebut, seperti yang ia lakukan pada karya Joyce, Celan, atau Blanchot. Teks Shakespeare, dalam pendekatan Derrida, dipecah, didistorsi, dan disinkronisasi. Ini yang disebut sebagai "Shakespeare yang didekonstruksi".

Pendekatan Derrida ini mengundang banyak kritik. Beberapa kritikus berpendapat bahwa Derrida hanya menggunakan Romeo and Juliet sebagai latar belakang untuk pertunjukan dekonstruktif, di mana Derrida, bukan Shakespeare, menjadi karakter utamanya. Kritikus lain, seperti yang tercantum dalam surat terbuka kepada The Times pada tahun 1992, menyebut karyanya sebagai serangan semi-intelligible terhadap kewarasan [dan] kebenaran. Mereka menuduhnya memiliki gaya penulisan yang berlebihan, tidak memiliki ketelitian, dan sengaja mengaburkan makna.

Kritik-kritik ini sering kali berakar pada pandangan bahwa filsafat dan sastra adalah dua disiplin yang berbeda. Filsafat dipandang harus mengedepankan objektivitas dan kekakuan ilmiah, sedangkan sastra lebih bersifat partikular dan pribadi. Arthur Danto berpendapat bahwa jika filsafat menjadi sastra, ia akan kehilangan kekakuan ilmiahnya. Martha Nussbaum, yang mengkritik Judith Butler dengan alasan serupa, juga menuduh Derrida "haus darah," dalam artian karyanya tidak membahas kehidupan dan pilihan manusia secara praktis. Bagi Nussbaum, tulisan Derrida tidak memiliki "urgensi praktis" yang penting bagi manusia.

Derrida menanggapi kritik ini dengan berpendapat bahwa dekonstruksi bukanlah metode yang mekanis atau dogmatis. Sebaliknya, dekonstruksi adalah tindakan membaca yang singular dan responsif terhadap teks. Derrida menyebutnya sebagai tindakan membaca yang merupakan tindakan melakukan filsafat. Setiap tindakan membaca adalah peristiwa yang tak terduga dan tidak dapat diulang.

Dalam konteks Shakespeare, dekonstruksi Derrida menunjukkan bahwa cinta dalam Romeo and Juliet tidak digagalkan oleh contretemps, melainkan dikondisikan oleh ketidakmungkinan esensial dari sinkronisasi mutlak. Kematian, alih-alih mengakhiri cinta mereka, justru mengondisikannya. Sejak awal, cinta adalah disinkronisasi, karena setiap kekasih tahu bahwa salah satu dari kita, hanya satu dari kita, yang akan membawa kematian yang lain.

Derrida juga menerapkan konsep ini pada waktu. Ia mengutip frasa Hamlet "the time is out of joint" (waktu yang tidak sinkron) untuk menunjukkan bahwa waktu itu sendiri, bukan hanya persepsi Hamlet, tidak sinkron. Gangguan ini, yang Derrida sebut sebagai différance, adalah fundamental bagi keberadaan itu sendiri. Différance adalah konsep yang menjelaskan bahwa sesuatu yang dianggap sekunder, seperti ketidaktepatan waktu atau perbedaan, justru mendasar dan konstitutif. Waktu dikonstitusikan oleh gangguan, cinta oleh akhir cinta, dan keberadaan oleh perbedaan.

Bagi Derrida, karya sastra, seperti tanda tangan, bersifat iterable atau dapat diulang. Agar sebuah tanda tangan dapat dikenali, ia harus memiliki bentuk yang dapat diulang dan dapat dilepaskan dari niat singular pengarangnya. Begitu pula, sebuah karya sastra harus dapat bertahan hidup di luar pengirim dan penerima yang dimaksudkan atau tersirat.

Karya Shakespeare, menurut Derrida, adalah tanda tangan yang dapat diulang. Kelangsungan hidup karya-karya ini, yang terus dicetak ulang, diadaptasi, dan diproduksi, tidak akan mungkin terjadi tanpa tanda tangan singular Shakespearean. Derrida berargumen bahwa tulisan, termasuk karya sastra, dapat dibaca bahkan ketika penulisnya tidak lagi hadir atau sudah meninggal. Ini terjadi karena tulisan bergantung pada ketiadaan, baik pengirim maupun penerima.

Pendekatan Derrida ini menunjukkan bahwa pertemuan dengan sebuah teks adalah sebuah peristiwa yang unik dan tak terduga. Membaca Shakespeare secara dekonstruktif bukanlah tindakan aprop- riasi atau refleksi diri yang narsisistik. Sebaliknya, ini adalah cara untuk menunjukkan bahwa setiap interaksi dengan sebuah teks dapat membuka sesuatu yang baru dan tak terduga.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image