Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Haamilah

Kesadaran Politik Gen Z Dikriminalisasi: Potret Suram Demokrasi Kapitalistik

Agama | 2025-10-06 00:08:14

Kesadaran Politik Gen Z Dikriminalisasi: Potret Suram Demokrasi Kapitalistik

Oleh : Haamilah Ar

Pada Agustus 2025, Indonesia diguncang oleh gelombang demonstrasi yang melibatkan ribuan massa di berbagai daerah. Di tengah sorotan publik terhadap isu ketidakadilan sosial dan tuntutan perubahan, muncul fakta mencengangkan: sebanyak 295 anak di bawah umur ditetapkan sebagai tersangka oleh kepolisian atas tuduhan keterlibatan dalam kerusuhan. Mereka adalah bagian dari Generasi Z—generasi muda yang mulai menunjukkan kesadaran politik dan keberanian menyuarakan aspirasi. Namun, alih-alih diapresiasi, suara mereka justru dibungkam dengan label anarkisme.

Fakta yang Menggugah Nurani

Menurut data dari Kepolisian Republik Indonesia, total tersangka kerusuhan mencapai 959 orang, dengan 295 di antaranya adalah anak-anak. Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyatakan bahwa proses hukum terhadap anak-anak tersebut tidak memenuhi standar perlindungan anak sebagaimana diatur dalam Undang-Undang. Bahkan, Komnas HAM mengingatkan adanya potensi pelanggaran hak asasi manusia dalam proses penyelidikan yang sarat dengan intimidasi dan ancaman. (nasionl.kompas.com, 26/9/2025)

Fenomena ini bukan sekadar pelanggaran hukum, melainkan cerminan dari sistem politik yang alergi terhadap suara kritis, terutama jika datang dari generasi muda.

Gen Z dan Kesadaran Politik yang Tumbuh

Generasi Z dikenal sebagai generasi digital yang melek informasi. Mereka tumbuh dalam era keterbukaan, di mana ketimpangan sosial, korupsi, dan ketidakadilan mudah diakses dan dianalisis. Kesadaran politik mereka bukan sekadar tren, melainkan bentuk kepedulian terhadap masa depan bangsa. Demonstrasi yang mereka ikuti adalah ekspresi dari keresahan terhadap sistem yang dianggap gagal memenuhi janji kesejahteraan dan keadilan.

Namun, ketika kesadaran itu diwujudkan dalam aksi nyata, negara justru merespons dengan kriminalisasi. Label “anarkis” disematkan tanpa proses yang adil, seolah-olah kritik terhadap penguasa adalah kejahatan.

Demokrasi Kapitalistik: Ruang yang Semu

Dalam sistem demokrasi-kapitalisme, kebebasan berpendapat dijamin secara konstitusional. Namun, praktiknya hanya memberi ruang bagi suara-suara yang sejalan dengan kepentingan elite. Ketika suara rakyat mulai mengancam stabilitas kekuasaan, maka berbagai cara digunakan untuk membungkamnya—mulai dari stigmatisasi, intimidasi, hingga kriminalisasi.

Generasi Z yang kritis dianggap sebagai ancaman, bukan aset. Padahal, sejarah membuktikan bahwa pemuda adalah motor perubahan. Bung Karno pernah berkata, “Berikan aku 10 pemuda, maka akan kuguncangkan dunia.” Kini, suara pemuda justru diguncang oleh pasal-pasal hukum yang lentur terhadap kekuasaan.

Islam dan Kesadaran Politik yang Terarah

Dalam Islam, kesadaran politik bukanlah hal yang tabu. Justru, Islam mewajibkan umatnya untuk melakukan amar ma’ruf nahi munkar, termasuk mengoreksi penguasa ketika berbuat zalim. Rasulullah ﷺ bersabda, “Sebaik-baik jihad adalah berkata benar di hadapan penguasa yang zalim.” (HR. Abu Dawud)

Islam tidak membiarkan pemuda larut dalam emosi tanpa arah. Dalam sistem Islam, pendidikan berbasis akidah Islam membentuk karakter pemuda yang tangguh, kritis, dan bertanggung jawab. Kesadaran politik mereka diarahkan untuk memperjuangkan ridha Allah, bukan sekadar meluapkan kemarahan.

Sistem Islam juga menjamin hak rakyat untuk menyampaikan pendapat, selama tidak melanggar syariat. Kritik terhadap penguasa bukan dianggap sebagai ancaman, melainkan sebagai bentuk kepedulian terhadap umat. Dengan sistem ini, pemuda tidak akan terjebak dalam anarkisme, melainkan menjadi agen perubahan yang beradab dan bermartabat.

Solusi: Arahkan Kesadaran, Bukan Bungkam Suara

Kriminalisasi terhadap Gen Z harus dihentikan. Negara seharusnya membuka ruang dialog, bukan ruang tahanan. Pendidikan politik yang sehat dan berbasis nilai harus diberikan sejak dini, agar pemuda memahami hak dan kewajiban mereka sebagai warga negara.

Lebih dari itu, umat Islam harus menyadari bahwa solusi hakiki tidak akan lahir dari sistem demokrasi-kapitalisme yang cacat. Hanya dengan kembali kepada Islam secara kaffah, termasuk dalam sistem pemerintahan, kesadaran politik pemuda bisa diarahkan untuk membangun peradaban yang adil dan bermartabat.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image