Kekerasan dalam Rumah Tangga Menjadi Faktor Risiko Gangguan Kesehatan Mental Perempuan Dewasa
Gaya Hidup | 2025-10-05 14:36:30
Sumber : Hukumonline.com" />Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) bukan sekadar konflik domestik, melainkan bentuk pelanggaran hak asasi yang berdampak luas terhadap kesehatan mental, relasi sosial, dan keberlangsungan rumah tangga. Dari sudut pandang seorang istri sebagai korban, KDRT adalah luka yang tak hanya membekas di tubuh, tetapi juga menggerogoti jiwa dan masa depan keluarga. Perempuan dewasa yang mengalami kekerasan dari pasangan intim menunjukkan gejala gangguan mental yang serius, seperti trauma berkepanjangan, depresi berat, gangguan kecemasan, bahkan Post-Traumatic Stress Disorder (PTSD). Studi oleh Massuanna (2024) mengungkapkan bahwa korban KDRT mengalami kesulitan tidur, kehilangan motivasi hidup, dan penurunan fungsi kognitif yang signifikan. Laporan WHO juga menegaskan bahwa perempuan yang mengalami kekerasan lebih rentan terhadap gangguan kesehatan kronis dan pikiran untuk bunuh diri. Luka fisik mungkin sembuh, tetapi luka batin bisa menetap seumur hidup.
Tak hanya itu, dampak KDRT merambat ke ranah sosial. Korban cenderung menarik diri dari lingkungan, merasa tidak nyaman dalam interaksi sosial, dan mengalami isolasi emosional. Ketakutan akan stigma dan rasa malu membuat mereka enggan berbicara, bahkan kepada keluarga terdekat. Penurunan kualitas relasi sosial ini memperburuk kondisi mental dan mempersempit akses terhadap dukungan yang seharusnya menjadi pelindung utama. Dalam banyak kasus, perempuan korban KDRT merasa terasing di tengah keramaian, kehilangan kepercayaan terhadap orang lain, dan kesulitan membangun hubungan baru yang sehat.
Sumber : Halodoc.com" />
KDRT juga merusak fondasi rumah tangga. Pola asuh anak menjadi tidak sehat, penuh ketegangan, dan minim kasih sayang. Anak-anak yang tumbuh dalam lingkungan kekerasan berisiko mengalami gangguan perilaku dan trauma intergenerasional. Tak jarang, KDRT berujung pada perceraian, yang meskipun menyakitkan, sering kali menjadi jalan keluar dari siklus kekerasan yang tak berujung. Dalam prosesnya, perempuan korban harus menghadapi tekanan sosial, ekonomi, dan psikologis yang kompleks. Namun, keberanian untuk keluar dari lingkaran kekerasan adalah langkah awal menuju pemulihan dan kehidupan yang lebih bermartabat.
Sebagai korban, seorang istri bukan hanya membutuhkan perlindungan hukum, tetapi juga pemulihan psikologis dan sosial. Negara dan masyarakat harus hadir sebagai pelindung, bukan penonton. KDRT bukan urusan privat, melainkan masalah publik yang menuntut respons kolektif. Mengakhiri kekerasan berarti menyelamatkan jiwa, keluarga, dan generasi. Dalam setiap luka yang diderita perempuan korban KDRT, tersimpan harapan akan dunia yang lebih adil dan manusiawi.
Sumber Referensi
1. Massuanna, M. W. (2024). Dampak Kekerasan dalam Rumah Tangga pada Keluarga. Universitas Negeri Makassar. https://ojs.unm.ac.id/sosialisasi/article/download/67979/29462
2. Nuruliar, F. (2024). Korban KDRT Bisa Mengalami 17 Dampak Fisik dan Psikis Ini. IDN Times. https://www.idntimes.com/health/medical/dampak-fisik-dan-psikis-bagi-korban-kdrt-00-92d83-ry6q8j
3. Direktorat Jenderal Kesehatan Lanjutan. (2023). Pengaruh Korban KDRT Terhadap Kejiwaan. Kementerian Kesehatan RI. https://keslan.kemkes.go.id/view_artikel/2085/pengaruh-korban-kdrt-terhadap-kejiwaan
4. Wolter, A. (2023, 9 November). Kerangka Kerja RESPECT, Pendekatan Baru untuk Mengakhiri Kekerasan terhadap Perempuan di Indonesia. World Health Organization. https://www.who.int/indonesia/id/news/detail/09-11-2023-a-novel-approach-to-ending-violence-against-women-in-indonesia--the-respect-framework
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
