Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image siti Khoirunnissa

Konstitusi di Persimpangan Jalan: Demokrasi atau Dominasi Elite?

Politik | 2025-10-03 15:14:07

Konstitusi adalah fondasi utama sebuah negara. Ia menjadi rujukan tertinggi dalam mengatur kekuasaan, hak-hak warga negara, serta hubungan antar lembaga negara. Di Indonesia, UUD 1945 telah menjadi panduan selama puluhan tahun, mengalami empat kali amandemen yang memperkuat demokrasi setelah reformasi 1998. Namun, kini wacana amandemen kelima kembali mengemuka. Pertanyaannya: apakah ini langkah memperbaiki demokrasi, atau justru membuka celah dominasi elite politik?

Amandemen yang Disebut “Terbatas”

Isu yang paling banyak dibicarakan adalah gagasan menghidupkan kembali Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) atau kini disebut Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN). Jika hal ini disahkan, maka MPR akan kembali berwenang menetapkan arah pembangunan jangka panjang yang wajib dipatuhi presiden.
Bagi sebagian pihak, ini dianggap solusi agar pembangunan tidak berganti-ganti setiap kali presiden berganti. Namun, dari perspektif konstitusi, ada bahaya besar: posisi MPR bisa kembali menjadi lembaga tertinggi negara, sehingga sistem presidensial yang kita anut sejak reformasi berpotensi tereduksi.

Ancaman Perluasan Peran Militer

Selain isu amandemen, muncul pula revisi UU TNI yang memperluas peran militer dalam ranah sipil. Hal ini menuai kritik karena bertentangan dengan semangat reformasi yang menegaskan supremasi sipil atas militer.
Konstitusi jelas menempatkan TNI sebagai alat pertahanan negara, bukan aktor sipil. Jika militer terlalu dalam masuk ke urusan sipil, maka akan terjadi pergeseran kekuasaan yang berpotensi melemahkan demokrasi. Lebih jauh, partisipasi rakyat dalam menentukan arah kebijakan bisa terpinggirkan.

Demokrasi atau Alat Politik?

Wacana amandemen dan revisi UU strategis seringkali muncul dari ruang-ruang elite tanpa melibatkan rakyat secara penuh. Padahal, konstitusi adalah milik seluruh warga negara, bukan hanya milik segelintir politisi.
Kita perlu waspada: perubahan konstitusi yang dilakukan dengan tergesa-gesa dan tanpa partisipasi publik justru bisa melemahkan demokrasi. Konstitusi yang seharusnya menjadi pagar kekuasaan malah dijadikan alat politik untuk memperluas kewenangan pihak tertentu.


Arah yang Seharusnya
1. Transparansi dan Partisipasi PublikSetiap wacana amandemen harus dibuka untuk debat publik, bukan hanya dibahas di ruang rapat tertutup.

2. Keseimbangan KekuasaanPPHN jika tetap diterapkan harus diatur agar tidak melemahkan sistem presidensial dan tidak membuat MPR kembali terlalu dominan.

3. Supremasi SipilRevisi UU TNI harus memastikan bahwa militer tetap fokus pada pertahanan, bukan masuk ke ranah sipil.

4. Penguatan MK dan Lembaga DemokrasiMahkamah Konstitusi harus dijaga independensinya agar bisa menjadi benteng terakhir jika ada aturan yang melanggar UUD.

Penutup
Saat ini, konstitusi Indonesia benar-benar berada di persimpangan jalan. Jika perubahan dilakukan dengan jujur, transparan, dan berpihak pada rakyat, maka amandemen bisa memperkuat demokrasi. Namun jika dikuasai oleh kepentingan politik sempit, maka yang lahir bukanlah penguatan hukum, melainkan dominasi elite.
Konstitusi seharusnya menjadi pelindung rakyat, bukan senjata politik kekuasaan. Dan tugas kitalah, sebagai warga negara, untuk terus mengawal agar konstitusi tetap setia pada janjinya: menjaga kedaulatan rakyat Indonesia.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image