Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Agus Setiyono

Rapat Zoom di Zaman Kekinian

Agama | 2025-09-27 15:23:18

Di masa ketika jarak hanyalah angka dan waktu bisa dipadatkan dalam genggaman, rapat Zoom menjelma sebagai ruang baru bagi peradaban modern. Ia bukan sekadar aplikasi, melainkan sebuah panggung digital di mana gagasan, wajah, bahkan kebosanan, bisa bertemu tanpa harus menunggu kendaraan berhenti di lampu merah.

Rapat Zoom adalah tafsir kontemporer dari pepatah lama: “berkumpul tak harus bersentuhan.” Di layar-layar kotak kecil itu, terpampang wajah-wajah serius, sebagian dengan latar buku seakan perpustakaan pribadi, sebagian lain dengan latar tirai bermotif bunga yang tak kalah heroik. Ada yang menyalakan kamera dengan penuh wibawa, ada pula yang memilih menjadi siluet misterius dengan alasan “jaringan kurang stabil”—padahal mungkin sedang rebahan.

Secara ilmiah, rapat Zoom menghadirkan efisiensi: tidak perlu biaya perjalanan, tidak ada tiket pesawat, bahkan tidak ada alasan “macet” yang dulu begitu sakral. Sosiolog menyebutnya sebagai “ruang virtual yang menggeser budaya birokrasi tatap muka.” Namun, dalam nada satir, Zoom juga melahirkan ritual baru: drama “mute-unmute,” tragedi mikrofon bocor, hingga komedi klasik lupa menutup kamera ketika sibuk mengunyah keripik.

Betapa ironis, sebuah rapat yang dulu bisa berlangsung berjam-jam dalam gedung megah, kini dapat dituntaskan dalam hitungan menit. Efektif, efisien, sekaligus absurd. Karena di balik layar yang tampak formal, sering kali tersimpan kisah manusiawi: anak kecil berlari masuk layar, ayam berkokok di belakang, atau sinyal yang tiba-tiba membekukan wajah seseorang dalam ekspresi paling konyol.

Dan Muhammadiyah, dengan segala kemajuannya, sudah tidak merasa asing lagi jika harus rapat menggunakan fasilitas Zoom. Bahkan, Zoom bagi Muhammadiyah hanyalah kelanjutan dari semangat tajdid: memanfaatkan teknologi tanpa kehilangan substansi. Maka rapat-rapat Persyarikatan pun tetap berjalan efektif, substantif, dan berorientasi pada kemaslahatan. Bagi Muhammadiyah, ruang digital hanyalah medium, bukan penghalang. Yang utama tetaplah isi: gagasan tercerahkan yang membawa Islam berkemajuan.

Namun begitulah zaman. Rapat Zoom adalah cermin: bahwa teknologi bukan hanya alat, tapi juga ironi. Ia mempersatukan sekaligus menyisakan jarak, ia menyederhanakan sekaligus menghadirkan kompleksitas baru. Seperti kata seorang filsuf modern—yang mungkin hanya bercanda—“Zoom mengajarkan kita, bahwa keseriusan bisa berlangsung di antara suara notifikasi dan tawa yang ditahan.”

Pada akhirnya, rapat Zoom bukan sekadar fenomena teknis, melainkan puisi digital dari dunia yang terus bergerak. Di sanalah manusia modern belajar satu hal penting: efektivitas bukan hanya soal hasil, tapi juga soal kemampuan tertawa atas diri sendiri, bahkan ketika wajah sedang terhenti beku di layar.

*) Penggiat dakwah Online Jambi

  • #
  • #
  • Disclaimer

    Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

    Berita Terkait

    Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

    × Image