Ketidakadilan Struktural: Dilindas oleh Sistem yang Dibiayai dari Pajak Rakyat
Politik | 2025-09-22 19:48:11Pendahuluan
Gelombang protes yang terjadi di Indonesia sepanjang Agustus 2025 mencerminkan ketegangan yang semakin meningkat antara masyarakat sipil dan aparat keamanan negara. Tragedi meninggalnya Affan Kurniawan, seorang mahasiswa berusia 21 tahun yang juga menjadi tulang punggung keluarganya dengan bekerja sebagai pengemudi ojek online, menjadi titik pemicu kemarahan publik. Affan meninggal setelah tertabrak kendaraan taktis Brimob saat berlangsungnya demonstrasi. Video kejadian tersebut menyebar luas di media sosial, menimbulkan gelombang simpati sekaligus kemarahan yang meluas, serta memicu solidaritas dari berbagai lapisan masyarakat.
Awalnya, aksi demonstrasi berfokus pada penolakan terhadap kenaikan tunjangan dan fasilitas yang dianggap berlebihan bagi anggota DPR. Namun, seiring waktu, tuntutan berkembang menjadi seruan keadilan bagi Affan dan meluas ke berbagai isu penting lainnya, seperti kebijakan ekonomi yang dirasa memberatkan masyarakat, kebutuhan akan transparansi pemerintah, serta kritik terhadap penggunaan kekerasan yang berlebihan oleh aparat keamanan.
Fenomena ini menunjukkan bahwa ketidakpuasan masyarakat tidak hanya dipicu oleh satu insiden tunggal, melainkan merupakan akumulasi dari berbagai masalah sosial dan ekonomi yang telah lama dirasakan. Artikel ini akan menguraikan secara rinci kronologi kejadian, akar permasalahan yang mendasari, serta berbagai langkah penyelesaian yang dapat diambil untuk meredakan ketegangan dan membangun kembali kepercayaan antara pemerintah dan masyarakat.
Pembahasan
Sejak Oktober 2024, anggota DPR tidak lagi menerima rumah dinas. Sebagai gantinya, mereka menerima tunjangan perumahan sebesar Rp 50 juta per bulan, diberikan secara angsuran hingga Oktober 2025, untuk menyewa rumah selama masa jabatan 2024–2029. Skema ini menimbulkan kontroversi karena dianggap terlalu berlebihan di tengah kesulitan ekonomi rakyat. Penjelasan resmi menyebut bahwa ini sebenarnya lebih efisien dibandingkan biaya perawatan rumah dinas sebelumnya, dan tunjangan ini hanya berlaku selama satu tahun saja.
Sejumlah laporan menyebutkan bahwa saat polemik tunjangan berlangsung, ada video anggota DPR yang berjoget di depan umum. Aksi ini dinilai sebagai simbol ketidakpekaan terhadap penderitaan rakyat—apa yang disebut publik sebagai tanda ‘tone-deaf’ politik. Hal ini tentunya memicu kemarahan publik dan menyebabkan demo besar terjadi pada 25 Agustus 2025, di mana mahasiswa, buruh, dan komunitas mengemudi ojol turun ke jalan menolak tunjangan tersebut. Aksi mereka menuntut transparansi anggaran dan penolakan elit politik yang terkesan menjauh dari realitas publik.
Unjuk rasa berlangsung tertib meski ruas jalan depan DPR ditutup karena banyaknya massa. Setelah selesai menyampaikan aspirasinya, massa buruh meninggalkan kawasan depan Gedung DPR kira-kira pukul 13.00 Wib. Namun ternyata demo hari itu tidak benar-benar berakhir. Muncul massa lainnya di depan Gedung DPR. Demo yang mulanya berisi berbagai orasi berubah menjadi anarki. Massa saling serang dengan polisi yang berjaga. Hujan gas air mata tak mampu meredam suasana panas depan DPR. Demo hari itu memanjang hingga tengah malam. Konsentrasi massa terpecah ke beberapa titik usai coba dibubarkan dengan letusan gas air mata. Sampai akhirnya terjadilah tragedi memilukan ketika polisi memukul mundur massa. Seorang pengemudi ojek online (ojol) Affan Kurniawan tewas. Tubuhnya dilindas mobil rantis Brimob. Peristiwa itu terjadi di kawasan Pejompongan, Jakarta Pusat. Massa yang mengetahui kejadian itu marah. Mereka coba mengejar mobil yang memilih kabur. Seketika video yang merekam kejadian tragis itu viral di media sosial. Peristiwa kematian Affan membuat publik geram.
Massa kembali turun ke jalan pada Jumat (29/8/2029) kemarin. Di Jakarta, massa mulanya berkumpul di depan Mako Brimob Kwitang. Mereka menanti kejelasan pihak yang bertanggung jawab atas kematian Affan. Di sana, massa yang menggunakan atribut ojol sempat bersitegang dengan petugas yang berjaga. Demonstrasi besar-besaran juga terjadi di berbagai daerah di Indonesia seperti Yogyakarta, Makassar, Surabaya dan daerah daerah besar lainnya. Kemarahan massa makin menjadi dengan peristiwa tewasnya Affan Kurniawan. Buntut kericuhan, sejumlah kendaraan milik polisi, fasilitas publik seperti Halte dibakar. Bahkan sebuah gedung di kawasan Kwitang ikut terbakar. Kondisi mencekam itu terjadi hingga dini hari.
Setelah tragedi meninggalnya Affan Kurniawan, Presiden Prabowo Subianto bereaksi cepat dengan sejumlah tindakan penanganan dan empati:
- Pada 29 Agustus 2025, Presiden Prabowo mendatangi langsung rumah duka Affan Kurniawan untuk menyampaikan belasungkawa secara pribadi. Ia bertemu dengan keluarga korban dan menyampaikan dukungan serta duka mendalam atas insiden tragis tersebut.
- Dalam jumpa media, Presiden juga menyatakan kekecewaannya atas tragedi tersebut, mengecam penggunaan kekuatan berlebihan oleh aparat, dan menekankan pentingnya investigasi menyeluruh yang transparan
Dampak Sosial dan Politik
- Kerusuhan menelan korban: setidaknya tiga orang tewas saat massa membakar gedung DPRD di Makassar
- Aksi protes menyebar ke berbagai kota, seperti Bandung, Surabaya, dan Yogyakarta—menunjukkan meluasnya keresahan public.
- Aparat keamanan menangani protes dengan gas air mata dan water cannon, memicu kritik dari kelompok HAM atas penggunaan kekuatan berlebihan.
- Krisis kepercayaan terhadap DPR makin parah, dengan tudingan bahwa wakil rakyat tidak memahami kesulitan rakyat. Pemerintah merespons lewat investigasi tragedi Affan dan jaminan reformasi keamanan serta anggaran yang lebih transparan
Penyelesaian Masalah
Untuk meredam eskalasi konflik dan mengembalikan kepercayaan publik, diperlukan strategi penyelesaian masalah yang komprehensif, melibatkan pemerintah, DPR, aparat keamanan, dan masyarakat sipil. Beberapa langkah utama yang dapat ditempuh adalah sebagai berikut:
- Investigasi Independen dan Transparan Pemerintah bersama lembaga independen seperti Komnas HAM perlu melakukan investigasi terbuka terkait kematian Affan Kurniawan serta dugaan pelanggaran prosedur aparat. Hasil investigasi harus diumumkan secara publik agar masyarakat mendapatkan kejelasan dan keadilan hukum dapat ditegakkan.
- Reformasi Kebijakan Tunjangan DPR DPR harus meninjau kembali kebijakan tunjangan yang dinilai tidak sesuai dengan kondisi sosial-ekonomi rakyat. Mekanisme penentuan tunjangan sebaiknya dilakukan melalui kajian objektif, dengan memperhatikan situasi fiskal negara dan kebutuhan prioritas publik.
- Membangun Komunikasi Politik yang Etis Perilaku anggota DPR yang berjoget di tengah situasi kritis menunjukkan kurangnya sensitivitas politik. Ke depan, perlu adanya kode etik komunikasi politik yang lebih tegas agar wakil rakyat menjaga wibawa institusi dan menghormati kondisi masyarakat.
- Perbaikan Protokol Keamanan dalam Demonstrasi Aparat keamanan perlu menerapkan pendekatan humanis, proporsional, dan mengutamakan dialog dalam menghadapi massa. Penggunaan kendaraan taktis serta kekerasan fisik harus menjadi opsi terakhir, sesuai prinsip demokrasi dan hak asasi manusia.
- Dialog Terbuka dengan Masyarakat Sipil Pemerintah dan DPR perlu membuka ruang dialog dengan mahasiswa, buruh, serta organisasi masyarakat sipil untuk membahas isu kebijakan publik. Dialog ini bukan sekadar seremonial, tetapi harus menghasilkan rekomendasi konkret yang diimplementasikan.
- Penguatan Pendidikan Politik dan Partisipasi Publik Untuk jangka panjang, pendidikan politik di masyarakat penting diperkuat agar protes sosial tidak hanya bersifat reaktif, tetapi juga konstruktif. Partisipasi publik dalam pengawasan anggaran dan kebijakan harus diakomodasi melalui kanal formal, seperti e-participation dan forum musyawarah publik.
Penutup
Gelombang protes dan kerusuhan yang bermula dari isu kenaikan tunjangan DPR, diperparah oleh perilaku tidak etis anggota dewan, hingga berujung pada tragedi Affan Kurniawan, memperlihatkan rapuhnya relasi antara negara dan masyarakat. Peristiwa ini bukan sekadar insiden tunggal, melainkan cerminan dari akumulasi kekecewaan publik terhadap ketidakadilan struktural, lemahnya akuntabilitas lembaga legislatif, serta pola represif aparat keamanan.
Reaksi Presiden yang menyerukan investigasi, meskipun positif, tetap perlu ditindaklanjuti dengan langkah konkret agar tidak sekadar menjadi retorika politik. Penyelesaian masalah melalui investigasi independen, reformasi kebijakan tunjangan, serta perbaikan komunikasi politik dan protokol keamanan merupakan prasyarat utama untuk memulihkan kepercayaan publik.
Dengan demikian, tragedi ini seharusnya menjadi momentum refleksi bagi seluruh pemangku kepentingan untuk membangun demokrasi yang lebih inklusif, responsif, dan berkeadilan. Tanpa adanya upaya serius dalam memperbaiki sistem politik dan tata kelola negara, konflik serupa berpotensi berulang dan semakin merusak kepercayaan masyarakat terhadap institusi demokrasi.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
