Era Papan Tulis Tamat, Adaptasi Teknologi Mengalihkan Urgensitas Kemampuan Dasar
Pendidikan | 2025-09-22 17:01:57
Dunia pendidikan Indonesia baru-baru ini mendapatkan sebuah kabar gembira. Ribuan smart TV akan dibagikan dan dipasang di ribuan sekolah pada berbagai jenjang pendidikan. Bak angin segar untuk mendukung proses belajar mengajar dan pemerataan pendidikan di daerah-daerah terpencil, kebijakan ini tentu digerakkan sejalan dengan pentingnya digitalisasi pendidikan di era teknologi tinggi seperti saat sekarang ini. Namun layaknya sebuah keputusan dan kebijakan, akan selalu terdapat nilai positif dan negatif yang ditimbulkan di baliknya.
Perubahan metode pembelajaran dari metode pembelajaran tradisional menggunakan papan tulis menjadi smart TV tentu terjadi bukannya tanpa kendala. Ibarat pedang bermata dua, dampak permasalahan penerapan teknologi yang terlalu dini terlebih jika diterapkan kepada anak-anak usia dini justru dirasakan semakin kuat dengan banyaknya kasus muncul akhir-akhir ini yang menyoroti peningkatan kekhawatiran atas dampak pembelajaran digital terhadap fokus dan keterampilan siswa. Penggunaan smart TV dalam proses belajar mengajar dalam lingkungan sekolah tentu akan membuat pembelajaran jauh menjadi lebih menyenangkan dan mudah diakses, namun disaat bersamaan juga akan berpengaruh besar dalam menghasilkan fokus pendek dan ketumpulan berpikir kritis dan berimajinasi pada siswa.
Tidak hanya itu kemampuan literasi seperti membaca dan menulis juga akan terpinggirkan secara tidak langsung. Peserta didik cenderung akan lebih terfokus dalam melihat layar dan belajar satu arah. Sementara itu, sebuah penelitian menunjukkan bahwa membaca di layar dapat menyebabkan ketegangan mata serta kurangnya fokus dibandingkan ketika seseorang seseorang terlibat langsung dalam pembelajaran dan mengerjakan aktivitas seperti membaca dan menulis. Ditambah lagi, memahami sebuah hal dan mengingat sebuah informasi dan pengetahuan akan lebih sulit dilakukan pada saat anda menatap layar atau tanpa dengan menuliskan atau mencoret apa-apa yang anda pahami.
Obsesi terhadap layar yang berlebihan bahkan juga turut serta menimbulkan tanda-tanda tentang keterampilan sosial yang mulai menurun di lingkungan sekolah. Seperti dilansir dalam haibunda.com, setiap orang yang yang terpapar layar dalam jumlah besar nyatanya dapat menyebabkan sistem saraf sensitif dan terlalu terstimulasi atau sangat terangsang (over stimulasi), terlebih jika hal ini digunakan dan diterapkan terhadap anak-anak. Hal ini dapat menyebabkan otak berada dalam keadaan stres kronis dan secara efektif mempersingkat lobus frontal yang akan berdampak terhadap buruknya gangguan kesehatan mental, pembelajaran, dan perilaku.
Anak-anak dapat menjadi cepat marah, cemas, depresi, mengamuk, mengalami gangguan di sekolah, di rumah, bahkan gangguan dengan teman sebayanya. Anak akan menjadi lebih agresif dan memiliki fokus yang pendek yang tentunya akan berdampak terhadap penurunan kemampuan dan keterampilan baca tulis di kalangan siswa terutama dikarenakan mereka telah terpaku pada layar sejak kecil.
Bertolak dari hal ini, pengambilan kebijakan untuk menerapkan pembelajaran menggunakan smart TV tentu menjadi penting untuk dilakukan terlebih jika bicara terkait pemerataan pendidikan dan akses. Diharapkan melalui kebijakan ini, setiap anak di daerah terpencil sekalipun akan mendapatkan akses yang sama dalam belajar ilmu pengetahuan secara merata. Namun, memadu padankan nya dengan aktivitas pembelajaran tradisional juga menjadi sebuah hal yang penting untuk dilakukan. Selain dapat mengurangi paparan layar dan teknologi secara berlebihan, hal ini juga berdampak pada pengembangan fokus dan keterampilan baca tulis siswa. Tidak hanya itu, penyerapan ilmu pengetahuan pun akan lebih optimal saat pembelajaran dilakukan secara tradisional yakni menggunakan papan tulis. Sebaliknya dengan layar, orang-orang tidak menyerap lebih banyak karena pembelajaran dan proses belajar akan berjalan terlalu cepat. Hal ini bahkan telah dibuktikan langsung oleh beberapa kampus di luar negeri seperti Stanford dan lainnya yang lebih memilih untuk tetap menggunakan papan tulis dengan kapur di samping teknologi.
Tentu, ini bukan tentang meninggalkan alat digital sama sekali, melainkan diharapkan kita dapat menemukan titik temu di mana teknologi mendukung teknik pembelajaran dasar dan bukan malah mengambil alih sepenuhnya. Ini tak lain berarti bahwa mulai saat ini seharusnya kita mampu belajar untuk menggunakan alat digital dengan lebih bijak yakni tidak hanya mampu memikirkan konsekuensi jangka panjangnya seperti permasalahan penurunan fokus, keterampilan baca tulis, dan sosial, namun juga mampu mencari solusi dan teknik pembelajaran terbaik dengan mengkombinasikan berbagai media dan akses yang ada.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
