Dulu Benteng Perjuangan, Kini Terlupakan: Saatnya Kedoeng Cowek Bangkit Lagi
Sejarah | 2025-09-10 15:04:01
Dosen Pengampu :
Tania Ardiani Saleh, Dra., M.S.
Disusun oleh :Laudya Sefina Kertiasa (433251017)
MATA KULIAH LOGIKA DAN PEMIKIRAN KRITISUNIVERSITAS AIRLANGGASURABAYA2025.
Surabaya adalah Kota Pahlawan. Nama itu lekat dengan ingatan kolektif bangsa, terutama peristiwa heroik 10 November 1945. Namun, jika kita berpikir kritis, pertanyaan sederhana muncul.
Sebutan nama Kedoeng Cowek yang berasal dari bahasa Jawa yaitu kedung berarti cekungan air dan cowek adalah alat dapur dari batu. Dahulu kawasan ini berupa genangan air besar berbentuk cowek. Pada masa kolonial Belanda, lokasinya dimanfaatkan sebagai benteng pertahanan laut. Hingga kini, sisa-sisa bunker dan meriam tua masih bisa ditemukan, meski banyak yang terbengkalai.
Saat pertempuran 10 November, Kedoeng Cowek menjadi titik pertahanan penting. Pasukan Sekutu yang masuk melalui laut dihadang pejuang Surabaya dengan senjata seadanya. Pertempuran sengit menelan banyak korban, menjadikan tempat ini bagian dari sejarah kemerdekaan yang jarang diangkat.
Mengapa ada tempat sejarah penting yang justru dibiarkan terlupakan?
Salah satu contohnya adalah Kedoeng Cowek, benteng tua di pesisir timur Surabaya. Dulu, benteng ini menjadi titik pertahanan strategis melawan tentara Sekutu. Kini, sayangnya, ia lebih populer sebagai “tempat angker” daripada situs perjuangan.
Tiga hal yang membuat Kedoeng Cowek terpinggirkan:
1. Kurangnya perhatian serta pemerintah dari masyarakat.
(kawasan dibiarkan rusak, penuh coretan, dan tertutup semak).
2. Citra mistis lebih dominan
(generasi muda mengenalnya lewat cerita angker, bukan catatan sejarah).
3. Minim pengelolaan wisata
(tidak ada paket edukasi, papan informasi, atau perawatan yang layak).
Kedoeng Cowek mempunyai posisi yang strategis, berada di jalur menuju Jembatan Suramadu. Banyak wisatawan melintas, tapi tidak ada yang mampir. Padahal, jika dikelola dengan baik, kawasan ini bisa menjadi destinasi wisata sejarah sekaligus edukasi perjuangan lhoo.
Bagaimana sih cara yang bisa dilakukan agar Kedoeng Cowek bisa bangkit kembali?
Yaitu dengan melibatkan komunitas lokal seperti, pelaku UMKM, hingga mahasiswa. Kedoeng Cowek bisa dihidupkan kembali sebagai destinasi wisata sejarah.
Beberapa ide kreatif yang bisa dikembangkan antara lain:
1. Wisata Edukasi SejarahPaket tur berpemandu yang menceritakan peran Kedoeng Cowek dalam pertempuran 10 November.
2. Ekonomi KreatifPembuatan suvenir tematik: miniatur meriam, kaos bertuliskan “Kedoeng Cowek Benteng Perjuangan”, hingga komik sejarah untuk anak-anak.
3. Kuliner LokalHadirnya warung kopi dan makanan khas Surabaya di sekitar kawasan, yang dikelola UMKM setempat.
4. Event KolaboratifFestival sejarah, pameran seni rupa di bunker, hingga wisata malam dengan konsep “napak tilas perjuangan”.
Semua ini bukan hanya menjaga sejarah, tetapi juga membuka peluang ekonomi baru bagi masyarakat sekitar.
Berpikir kritis mengajarkan kita untuk melihat masalah secara mendalam, lalu mencari solusi yang logis. Kewirausahaan menawarkan jalan praktis untuk mengubah solusi itu menjadi nyata.
Kedoeng Cowek memang saat ini “terlupakan”, tetapi dengan kolaborasi, ia bisa menjadi ikon wisata sejarah dan pusat kewirausahaan lokal. Pertanyaannya: apakah kita hanya akan terus membiarkannya usang, atau mulai beraksi untuk menghidupkan kembali?
Pada masa kolonial, kawasan ini dikenal dengan sebutan Kedoeng Cowek. Namun setelah diberlakukannya Ejaan Yang Disempurnakan (EYD), penulisannya berubah menjadi Kedung Cowek. Nama ini kini digunakan secara resmi sebagai salah satu kelurahan di Kecamatan Bulak, Surabaya. Meski begitu, sebutan “Kedoeng” masih sering dipakai warga atau pencinta sejarah ketika merujuk pada kisah lama kawasan ini.
Kedoeng Cowek mungkin jarang diketahui, tapi nilai sejarahnya sangat penting. Surabaya sebaiknya memberi perhatian lebih agar generasi muda bisa belajar langsung dari situs perjuangan yang tersembunyi ini.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
