Menyikapi Karakter Nabi Muhammad SAW: Dari Lisan yang Terjaga hingga Dakwah Bil Hal
Agama | 2025-09-08 12:17:40
Setiap hari, kita disuguhi berita tentang pejabat atau tokoh publik yang ucapannya bikin gaduh. Padahal, Nabi Muhammad SAW sudah sejak lama memberi resep sederhana, “Berkatalah yang baik, atau diam.” Pesan itulah yang kembali diangkat oleh K.H. Thoha Muntaha Abdul Manan dalam Pengajian Malam Jum’at sekaligus bentuk peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW di Masjid Nurul Falah, Buleleng, Bali.
Di awal penyampainnya, beliau menekankan bahwa masjid bukan hanya ruang ibadah, tapi juga garda terdepan dalam membangun kesejahteraan masyarakat ataupun umat. Beliau menyinggung contoh Masjid Kapal Munzalan yang dibangun oleh salah seorang alumni Gontor bernama Ustadz Luqmanulhakim di Kalimantan yang berhasil mandiri dengan badan usaha dan silaturahmi jamaah. Masjid, kata beliau, bisa menjadi tempat ramah, hangat, sekaligus motor kemajuan umat dan bangsa.
Bicara Baik atau Diam
Nabi Muhammad SAW pernah berpesan, “Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia berkata baik atau diam.” (HR. Bukhari dan Muslim). Pesan ini menurut Yai Thoha menjadi kunci dalam ketenteraman hidup.
Ucapan yang buruk hanya akan memicu kekacauan. Sebaliknya, jika prinsip “fal-yaqul khairan aw liyasmuth” benar-benar diterapkan, kedamaian dunia bukanlah hanya sekedar mimpi, namun bisa menjadi kenyataan. Karena itu, menjaga lisan adalah bentuk nyata menyikapi karakter Nabi yang tampaknya sederhana, tapi memiliki dampak yang luar biasa.
Fenomena ini terasa sangat relevan di Indonesia hari-hari ini. Publik kerap dibuat gaduh bukan karena kebijakan yang dijalankan, melainkan oleh pernyataan kontroversial dari sejumlah pejabat. Ucapan yang semestinya menenangkan justru menyulut perdebatan, menyinggung perasaan, bahkan memecah belah masyarakat. Ironisnya, kegaduhan itu kerap lebih ramai daripada kerja nyata daripada para pejabat.
Pada akhirnya, beliau mengingatkan, betapa pentingnya menahan lisan. Jika para pemimpin negeri benar-benar mengamalkan pesan Nabi untuk bicara yang baik atau diam, masyarakat akan jauh lebih tenang dan harmonis.
Salam, Makanan, dan Masjid yang Ramah
Bagaimana cara mempraktikkan teladan itu? Yai Thoha menyebutkan beberapa langkah sederhana, mulai dari sebarkan salam, berikan makanan, dan jadikan masjid sebagai tempat yang ramah. Tiga hal kecil inilah yang kemudian bisa membuka pintu persaudaraan, menguatkan silaturahmi, dan menumbuhkan rasa kebersamaan di tengah jamaah.
Tak berhenti di situ, shalat malam juga menjadi bagian penting. Saat orang lain terlelap, seorang muslim justru berdiri, bermunajat kepada Allah. Inilah karakter yang ditanamkan Nabi. Karena keheningan malam mampu menjadi energi spiritual untuk menghadapi kerasnya siang.
Memuliakan Tetangga dan Tamu
Islam, lanjut Yai Thoha, juga mengajarkan untuk memuliakan tetangga dan tamu. Nabi Muhammad SAW selalu mencontohkan hal ini. Dengan memuliakan tamu, lahirlah kenyamanan dan kepercayaan. Sebaliknya, pelayanan yang buruk hanya melahirkan kekecewaan.
Beliau menyebutkan bahwa dakwah paling besar justru adalah dakwah bil hal, dalam artian dakwah yang melalui perbuatan nyata. Menyambut tamu dengan hangat, menolong tetangga dengan ikhlas, atau sekadar menyapa dengan senyum. Hal-hal kecil inilah yang justru menjadi penentu keberhasilan dakwah.
Dari sinilah kita kemudian dapat mengetahui bahwa karakter Nabi Muhammad SAW dapat dirangkum dalam tiga sikap sederhana, dari mulai berkata baik atau diam, memuliakan tetangga, dan juga memuliakan tamu. Hal itulah yang kemudian mampu menciptakan masyarakat yang tenteram, masjid yang hidup, dan umat yang saling percaya. Dan ini juga mengingatkan kita bahwa menyikapi karakter Nabi tidak cukup hanya dengan mengenang saja. Kita sebagai umatnya harus juga mampu menirunya, mulai dari hal-hal kecil. Karena dari hal kecil itulah akan lahir perubahan besar.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
