Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image QUPRO Indonesia

Amanat Undang-Undang Dasar dan Luka Dunia yang Tak Kunjung Sembuh

Khazanah | 2025-08-06 11:47:47

Amanat Undang-Undang Dasar dan Luka Dunia yang Tak Kunjung Sembuh

Refleksi Ruhiyah dari Negeri Merdeka untuk Bangsa yang masih Tertindas

Oleh : Ali Amril - Aktivis Gerakan Filantropi Dunia Islam & Chairman AKSI (Aliansi Kemanusiaan Indonesia)

Refleksi 17 Agustus dan Muhasabah Kemanusiaan

Setiap mometum 17 Agustus, negeri ini berdiri tegak menatap panjang Merah Putih dikibarkan. Lagu kebangsaan Indonesia Raya dinyanyikan. Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 diikrarkan lantang.

Namun di balik itu semua, masihkah kita bertanya: Apakah kita benar menghayati seremonial tersebut sebagai amanat perjuangan? Ataukah hanya menjadi ritual tahunan tanpa pemaknaan?

Saat kita menyebut “merdeka”, masihkah kita ingat bahwa masih ada bangsa di dunia ini yang belum bisa merayakannya? Adakah ruang dalam relung hati kita untuk sejenak merenungi mereka, yang hingga hari ini masih terjajah, terzolimi, dan dikhianati oleh dunia?

Amanat Konstitusi: Tugas peradaban yang belum kunjung usai

Dalam alinea pertama Pembukaan UUD 1945, tertulis dengan terang benderang :

“Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa, dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan peri kemanusiaan dan peri keadilan.”

Rangkaian kalimat pembuka konstitusi kita, sekaligus janji peradaban serta kompas moral bangsa Indonesia.

Indonesia menyatakan kemerdekaannya lebih dari untuk dirinya sendiri, namun juga untuk menjadi bagian dari perjuangan global dalam menghapuskan penjajahan di atas dunia.

Maka tugas peradaban kita belumlah usai! Selama masih ada bangsa yang ditindas, maka kita belum sepenuhnya menunaikan amanat kemerdekaan ini.

Palestina: Luka Dunia yang Tak Kunjung Sembuh

Dari sekian banyak bangsa yang belum merdeka, Palestina adalah luka paling dalam yang hingga saat ini tak kunjung sembuh. Sejak 1948 tanah mereka dirampas, rakyatnya dibunuh, anak-anaknya dibesarkan dalam ancaman dan derita, air matanya dihapus paksa oleh tangan kekuasaan yang tak mengenal kata kemanusiaan.

Namun lebih menyakitkan dari semua itu adalah jika kita ikut diam.

Al-Qur’an mengabadikannya dalam salah satu ayat Nya:

“Dan mengapa kamu tidak mau berjuang di jalan Allah untuk orang-orang yang lemah - laki-laki, perempuan, dan anak-anak - yang berdoa: Ya Rabb kami, keluarkan kami dari negeri ini yang penduduknya zalim ” (Q.S. An-Nisā’: 75)

Dan Rasulullah ﷺ mengingatkan bahwa jihad adalah:

"Segala upaya untuk menegakkan kalimat Allah, dalam segala bentuk perjuangan."

Palestina adalah cermin amanat konstitusi dan wahyu Ilahi yang belum paripurna kita jawab. Mereka adalah luka dunia yang tak kunjung sembuh, dan selama kita tak bergerak, luka itu akan terus menganga, dan membusuk bersama nurani kita.

Diamnya Kita: Pengkhianatan terhadap Sejarah

Bangsa Indonesia pernah dijajah ratusan tahun lamanya. Kita pernah merasakan bagaimana rasanya ditindas, dipaksa memghamba, dan dipermalukan dalam sejarah dunia.

Namun ketika hari ini kita diam atas penjajahan terhadap bangsa lain, maka sama dengan kita sedang mengkhianati sejarah perjuangan kita sendiri.

Membela Palestina bukanlah issue politik. Ia adalah panggilan kemanusiaan, moral, spiritual, dan konstitusional.

Dari Diam Menuju AKSI: Nyatakan Keberpihakan

Kita harus bertindak lebih dari sekedar bersimpati. Kita harus menyatakan keberpihakan. Dan keberpihakan sejati ditunjukkan dalam AKSI.

AKSI (baik sebagai gerakan maupun lembaga) adalah salah satu jalan kita untuk: Mendobrak diam! Menyalakan kembali suara nurani publik, dan Menyambung perjuangan kemerdekaan Indonesia dengan perjuangan rakyat Palestina.

Bersama Wakaf Al-Azhar, kita telah meluncurkan Gerakan Wakaf Abadi Palestina. Namun ini baru awal. Kita perlu menjahit amanat UUD 1945 menjadi gerakan nyata yang terus menjadi bola salju.

Dan bangsa-bangsa lain telah menunjukkan jalan. Diantara beberapa Aksi Global yang terekam sejarah sepanjang Mei–Agustus 2025: Red Line Demonstration di Belanda (massa membentuk simbol “batas moral” dunia), Pendudukan kampus di Amsterdam, Freedom Flotilla “Handala” di Italia ke Gaza (misi kemanusiaan menembus blokade), March for Humanity di Sydney (puluhan ribu turun ke jalan untuk Gaza), Palestine Action di Inggris (tekanan sipil terhadap parlemen dan kebijakan luar negeri)

Bangsa-bangsa yang bahkan tidak pernah merasakan pahitnya penjajahan pun bersuara lantang. Maka diam kita sebagai bangsa bekas jajahan, adalah pengkhianatan yang paling menyedihkan.

Menuju Kemerdekaan yang Paripurna

Kemerdekaan sejati tidak sesempit soal kebebasan. Namun juga soal keberpihakan terhadap yang belum bebas.

Selama masih ada bangsa yang dijajah di atas dunia ini, dan kita hanya menonton, maka kemerdekaan kita jauh dari kata selesai! Dan selama itu pula, luka dunia ini tak akan pernah sembuh!

Selama masih ada bangsa yang dijajah di muka bumi, maka janji kemerdekaan kita belum paripurna!

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image