Sejarah Panjang Sengketa Perbatasan Thailand dan Kamboja: Antara Warisan Kolonial dan Identitas Bangsa
Sejarah | 2025-07-26 20:43:01
Apakah kita benar-benar memahami akar konflik yang telah menggoreskan jejak panjang antara Thailand dan Kamboja? Apakah sengketa perbatasan ini sekadar perselisihan wilayah, ataukah mencerminkan pergulatan identitas dan masa lalu kolonial yang belum sepenuhnya usai?
Konflik perbatasan antara Thailand dan Kamboja bukan sekadar perselisihan wilayah biasa, melainkan sebuah kisah sejarah yang berakar dari masa kolonial hingga mencerminkan pergolakan identitas nasional dan geopolitik di Asia Tenggara. Memahami konflik ini melalui lensa sejarah memberi kita perspektif tajam tentang kompleksitas hubungan antarnegara, warisan kolonialisme, dan pentingnya diplomasi yang beradab.
????️ Warisan Kolonial Prancis dan Penentuan Batas Wilayah
Jejak paling awal konflik ini bisa ditelusuri ke masa kekuasaan kolonial Prancis di Indochina. Kamboja dan wilayah sekitarnya berada di bawah protektorat Prancis yang resmi berdiri pada 1863. Indochina Prancis mencakup wilayah Kamboja, Vietnam, dan Laos yang dipaksa menjalani administrasi asing dengan batas wilayah yang lebih banyak diatur dari perspektif geopolitik kolonial.
Thailand (Siam saat itu), meskipun tidak pernah diduduki oleh kolonial asing, terpaksa menyerahkan sebagian wilayahnya melalui serangkaian perjanjian dengan Prancis pada awal abad ke-20, khususnya perjanjian tahun 1904 dan 1907. Penetapan batas ini sering kali dilakukan secara pragmatis, tanpa menghormati kondisi sosial-budaya masyarakat lokal dan tanpa peta yang akurat modern yang menyebabkan kesamaran garis batas.
Salah satu titik silang sengketa adalah kompleks candi Prasat Preah Vihear, bangunan bersejarah abad ke-11 yang terletak di puncak tebing yang strategis. Walaupun Prasat Preah Vihear adalah warisan budaya Kamboja, posisi geografisnya yang menonjol menyebabkan klaim oleh Thailand setelah garis batas yang tidak jelas terbentuk.
???? Masa Pendudukan Jepang dan Nasionalisme Thailand
Saat Perang Dunia II berlangsung, kedatangan Jepang ke Asia Tenggara membawa perubahan dramatis. Jepang yang menginvasi dan menduduki wilayah kolonial Eropa memberi ruang bagi Thailand untuk mendapatkan kembali wilayah-wilayah yang pernah hilang melalui aliansi dengan Jepang. Pada awal 1940-an, Thailand berhasil memperluas kendalinya di sebagian wilayah perbatasan dengan Kamboja dan Laos.
Namun, dominasi Jepang selama perang sekaligus membangkitkan gelombang nasionalisme dan memperkuat klaim teritorial di kawasan ini. Ketegangan ini menjadi pondasi bagi konflik berkepanjangan meskipun Jepang akhirnya menyerah dan Prancis kembali berusaha mengontrol wilayah Indochina setelah perang.
????️ Periode Pasca Kemerdekaan Kamboja dan Sengketa Berlanjut
Setelah meraih kemerdekaan dari Prancis pada tahun 1953, Kamboja menghadapi tantangan besar dalam menegakkan batas wilayah yang masih samar dan dipertentangkan. Mahkamah Internasional pada tahun 1962 mengeluarkan keputusan bahwa kawasan Prasat Preah Vihear termasuk wilayah Kamboja berdasarkan peta yang diserahkan oleh Prancis.
Meskipun demikian, keputusan itu hanya menyelesaikan status kuil tersebut, bukan masalah perbatasan secara menyeluruh. Thailand tetap mempertahankan klaimnya atas beberapa wilayah sekitar dengan argumen sejarah dan strategis. Keduanya kerap berselisih hingga terjadi berbagai bentrokan kecil dan atmosfer politik yang memanas sepanjang paruh kedua abad 20.
???? Krisis Sengketa di Tahun 2008
Ketegangan mencapai puncak pada 2008 ketika terjadi bentrokan bersenjata di sekitar kompleks Prasat Preah Vihear. Insiden ini menyebabkan korban jiwa dan kerusakan fisik, sehingga mengundang perhatian komunitas internasional dan membuat ASEAN serta PBB turun tangan sebagai mediator.
Meskipun berbagai upaya diplomasi dan resolusi internasional ditempuh, tekanan nasionalisme domestik di kedua negara menyebabkan kesulitan pelaksanaan kesepakatan damai secara efektif.
???? Konflik Kontemporer dan Tantangan Penyelesaian
Pasca 2008, sengketa tidak pernah benar-benar mereda; insiden sporadis dan eskalasi retorika politik tetap muncul dari waktu ke waktu. Ketegangan ini tidak hanya persoalan wilayah, tetapi juga cerminan identitas nasional dan politik dalam negeri kedua negara.
Diplomasi bilateral dan diplomasi ASEAN terus berupaya menjaga perdamaian dan stabilitas wilayah, namun penyelesaian massal yang permanen masih menjadi tantangan besar. Konflik ini mempengaruhi hubungan ekonomi, keamanan kawasan, dan menimbulkan tekanan terhadap solidaritas regional ASEAN.
???? Refleksi Sejarah dan Harapan Ke Depan
Sengketa ini mengingatkan kita betapa kuatnya pengaruh sejarah kolonial dan bagaimana batas-batas yang ditarik sepihak dapat menjadi sumber konflik berkepanjangan. Di sisi lain, konflik ini juga memperlihatkan betapa dalamnya peran identitas nasional dan simbol-simbol budaya dalam mempertahankan kedaulatan.
Diplomasi yang berlandaskan penghormatan hukum internasional dan kesadaran historis adalah kunci untuk mengatasi sengketa ini secara damai. ASEAN diharapkan melanjutkan peran sebagai mediator yang efektif demi stabilitas kawasan dan kerjasama yang lebih erat antar negara-negara Asia Tenggara.
???? Referensi Penting untuk Pendalaman
- Chandler, David P. *A History of Cambodia*. Westview Press, 2008. - Pongsudhirak, Thitinan. *Thailand's Political Landscape: Nationalism and Identity*. Journal of Southeast Asian Studies, 2011. - International Court of Justice (1962), *Case concerning the Temple of Preah Vihear (Cambodia v. Thailand)*. - Thayer, Carlyle A. *Conflict and Cooperation in Southeast Asia: ASEAN and Beyond*. Strategic and Defence Studies Centre, 2015. - Gottesman, Evan. *Cambodia After the Khmer Rouge: Inside the Politics of Nation Building*. Yale University Press, 2003.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
