Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Ragil Angga Prastiya, drh., M.Si.

Konservasi Non-Invasif: Ketika Kotoran Hewan Menjadi Bank Gen Masa Depan

Rubrik | 2025-07-19 20:39:36

Oleh: Ragil Angga Prastiya, drh., M.Si., Dosen Reproduksi Veteriner, Program Studi Kedokteran Hewan, Fakultas Ilmu Kesehatan, Kedokteran, dan Ilmu Alam (FIKKIA), Universitas Airlangga, Banyuwangi

Di tengah krisis kepunahan yang semakin nyata, para ilmuwan kini menengok ke arah yang tak terduga: feses hewan. Dari sisa pencernaan yang selama ini dianggap limbah biasa, kini ditemukan potensi luar biasa yaitu sel hidup yang dapat digunakan dalam upaya konservasi genetika. Pendekatan ini dikenal dengan istilah “Poo Zoo”, yaitu upaya mengumpulkan feses satwa langka untuk mengekstraksi informasi genetik, bahkan mengembangkan kemungkinan untuk menciptakan kembali individu baru dari DNA yang tersimpan di dalamnya.

Konsep ini mungkin terdengar seperti fiksi ilmiah. Namun, pada kenyataannya, beberapa tim peneliti dari University of Oxford, Chester Zoo, dan lembaga konservasi Revive & Restore telah berhasil mengisolasi sel hidup dari kotoran hewan seperti tikus dan gajah. Selanjutnya, mereka mencoba mereprogram sel tersebut menjadi induced pluripotent stem cells (iPSC), jenis sel yang berpotensi berkembang menjadi berbagai jenis jaringan, termasuk gamet (sel sperma dan ovum).

Bayangkan sebuah dunia di mana kita bisa menyelamatkan DNA badak Sumatra yang terancam punah tanpa harus menyakiti atau mengganggu hewan itu sendiri. Lewat metode ini, tidak dibutuhkan biopsi, pengambilan darah, atau prosedur invasif lainnya. Cukup dengan kotoran segar, kita bisa mendapatkan “peta genetik” yang utuh.

Meski begitu, perjalanan menuju keberhasilan masih panjang. Saat ini, belum ada laporan ilmiah yang menyebutkan bahwa embrio berhasil diciptakan dari sel yang diambil dari feses. Namun langkah-langkah awal isolasi sel, perbanyakan, hingga uji coba reprogramming sudah membuktikan bahwa potensi itu nyata. Tantangan terbesar terletak pada teknologi, biaya, dan kestabilan DNA yang didapat dari feses, yang cepat rusak akibat bakteri dan enzim pencernaan.

Dari sisi konservasi, pendekatan ini adalah game changer. Di masa lalu, kita hanya bisa melindungi spesies dengan cara konservasi in-situ atau ex-situ yang penuh keterbatasan. Kini, melalui pendekatan bioinformatika dan bioteknologi, kita bisa memperpanjang jejak genetika spesies yang hampir punah, bahkan setelah hewan tersebut sudah tidak lagi hidup.

Indonesia, sebagai negara megabiodiversitas, perlu menyambut peluang ini dengan serius. Lembaga seperti Taman Safari, kebun binatang, dan balai konservasi bisa mulai memikirkan protokol pengumpulan feses yang tidak hanya untuk analisis parasit, tetapi juga sebagai bank genetik masa depan.

Saat dunia memikirkan cara-cara baru untuk menyelamatkan kehidupan liar, barangkali jawabannya memang ada di tempat yang paling tak terduga: di balik tumpukan kotoran yang biasanya kita buang begitu saja.

Penutup dan Ajakan

Ilmu pengetahuan terus bergerak melampaui batas yang selama ini kita bayangkan. “Poo Zoo” adalah bukti bahwa dari sesuatu yang kotor, bisa lahir harapan. Sudah saatnya Indonesia berinvestasi pada sains yang tak biasa, demi masa depan satwa liar yang luar biasa.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image