
Bangsa Ini Butuh Aksi, Bukan Sekadar Identitas
Politik | 2025-07-06 04:25:14
Kita sering mendengar istilah "warga negara yang baik". Tapi apa sebenarnya makna dari itu? Apakah sekadar memiliki KTP, ikut upacara 17 Agustus, atau tidak melanggar hukum? Jawabannya: tidak sesederhana itu. Menjadi warga negara berarti menyadari bahwa kita adalah bagian dari komunitas yang lebih besar—bangsa Indonesia. Dan itu berarti kita memiliki hak untuk dilindungi, tapi juga memiliki kewajiban untuk menjaga dan berkontribusi.
Sayangnya, dua hal ini sering kali timpang. Banyak yang menuntut hak, tapi lupa menunaikan kewajiban. Kita ingin jalanan bersih, tapi masih buang sampah sembarangan. Kita ingin aparat jujur, tapi kita sendiri masih mencari "jalan pintas". Kita ingin dihormati sebagai warga negara, tapi masih malas ikut gotong royong atau sekadar menyapa tetangga.
Di sinilah letak tantangan terbesar: kewarganegaraan bukan hanya soal identitas, tapi soal kontribusi nyata. Dalam pendidikan kewarganegaraan, ini disebut dengan istilah active citizenship—warga yang tidak hanya tahu hak-haknya, tapi juga sadar dan rela menjalankan kewajibannya. Termasuk di antaranya: taat hukum, membayar pajak, menghargai perbedaan, dan ikut membangun lingkungan sosial yang sehat.
Menjadi warga negara yang aktif bukan berarti harus masuk politik atau menjadi tokoh masyarakat. Tapi cukup dengan mengambil peran sekecil apa pun di tempat kita berada. Karena setiap aksi kecil, jika dilakukan bersama-sama, bisa menjadi perubahan besar. Dan ingat, membangun bangsa bukan tugas "orang besar". Itu tugas kita semua. Dan kalau bukan kita yang mulai, siapa lagi? Mari kita mulai dari diri sendiri, dari hal-hal kecil, dan dari sekarang.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.