Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Delfan Fitria

Mengungkap Gaya Bahasa dalam Lagu Bertaut Karya Nadin Amizah

Sastra | 2025-07-01 02:56:32

Lagu tidak hanya menyenangkan untuk didengar, tetapi juga mampu menyentuh hati, apalagi jika dirangkai dengan bahasa yang indah dan bermakna. Salah satu contohnya adalah lagu “Bertaut” karya Nadin Amizah. Lagu ini bukan sekadar alunan melodi, tetapi juga puisi yang penuh emosi dan makna, mencerminkan hubungan batin yang dalam antara anak dan ibunya.

Stilistika adalah ilmu yang mempelajari gaya bahasa, khususnya dalam karya sastra, dan sangat cocok diterapkan dalam analisis lirik lagu yang cenderung puitis dan sarat makna. Dalam lirik “Bertaut”, ditemukan 15 penggunaan gaya bahasa retoris yang terdiri dari berbagai bentuk, seperti hiperbola, litotes, pleonasme, aliterasi, asonansi, anastrof, asindeton, dan polisindeton. Contohnya, pada lirik “Melihatmu kuat setengah mati” adalah bentuk dari hiperbola. Frasa ini melebih-lebihkan kekuatan sosok ibu sehingga terasa mendalam dan menyentuh.

Sebaliknya, litotes muncul pada frasa “aku masih tak mengerti banyak hal”, yang menunjukkan kerendahan hati tokoh “aku” dalam mengakui keterbatasannya secara halus dan sopan. Menarik pula bagaimana pleonasme seperti pada “aku masih ada sampai di sini” menunjukkan pengulangan kata yang sebenarnya tidak perlu, namun memberikan efek estetis dan penekanan emosional. Selain itu, permainan bunyi melalui aliterasi dan asonansi memperkaya musikalitas lirik, seperti “keras kepalaku sama denganmu” (aliterasi) atau pengulangan vokal “a” dalam berbagai baris yang meningkatkan keselarasan bunyi.

Gaya lain seperti anastrof yang menyusun ulang struktur kalimat biasa untuk efek keindahan muncul dalam lirik “sedikit kujelaskan tentangku dan kamu”, di mana susunan kalimat dibalik untuk memberikan irama yang khas. Sementara asindeton dan polisindeton, yaitu penghilangan atau penambahan kata sambung, juga digunakan untuk menciptakan ritme tertentu dalam lirik, membuat lagu ini terasa lebih hidup dan ekspresif. Selain retoris, gaya bahasa kiasan juga banyak digunakan.

Ada 11 gaya kiasan yang teridentifikasi, seperti simile, metafora, alegori, personifikasi, alusi, hipalase, innuendo, hingga sarkasme. Misalnya, pada lirik “hidup berjalan seperti bajingan”, Nadin menggunakan simile yang kuat dan tidak biasa. Perbandingan kehidupan dengan “bajingan” terasa kasar, namun jujur, menunjukkan betapa pahitnya kehidupan tokoh “aku”. Bandingkan dengan lirik “nyawaku nyala karena denganmu” yang merupakan metafora puitis, menggambarkan betapa pentingnya sang ibu sebagai sumber hidup tokoh aku. Alegori juga tampak pada lirik “melihatmu kuat setengah mati”, mempertegas gambaran heroik ibu secara simbolik.

Sedangkan personifikasi digunakan saat benda atau gagasan abstrak digambarkan seperti manusia, seperti dalam lirik “semuanya berenang di kepala”, yang menggambarkan pikiran yang terus berputar. Sementara itu, alusi digunakan secara halus pada lirik “kau pangeranku”, menyiratkan bahwa sosok ibu diibaratkan sebagai penyelamat atau tokoh heroik seperti dalam dongeng. Ini memberikan kedalaman emosional dan keakraban pada lirik. Dalam contoh “seperti detak jantung yang bertaut”, penggunaan hipalase menunjukkan pemindahan sifat “bertaut” kepada “detak jantung”, padahal maknanya merujuk pada hubungan emosional ibu-anak.

Innuendo, yaitu sindiran halus, juga hadir dalam lirik “kalau saat hancur ku disayang”, yang mengandung pujian atas kasih sayang ibu tanpa harus mengatakannya secara langsung. Bahkan sarkasme, gaya bahasa paling tajam, juga muncul dalam kata “bajingan” yang mencerminkan keputusasaan tokoh “aku” terhadap kerasnya hidup, namun tetap dalam konteks yang personal dan reflektif. Keindahan lirik “Bertaut” tidak hanya terletak pada keragaman gaya bahasanya, tetapi juga pada kemampuannya membingkai perasaan cinta, perjuangan, dan kedekatan antara ibu dan anak secara jujur dan indah. Lagu ini menjadi semacam puisi kehidupan yang penuh liku, namun tak lepas dari kehangatan kasih seorang ibu.

Nadin Amizah berhasil menyampaikan pesan yang sangat dalam dengan pendekatan bahasa yang tidak biasa namun sangat efektif. Setiap kata terasa seperti memiliki bobot emosional yang kuat. Lagu ini pun menjadi cerminan betapa pentingnya sosok ibu dalam membentuk kekuatan dan jati diri anak. Lebih jauh, “Bertaut” dapat dikatakan sebagai karya yang melampaui batas-batas musik populer. Ia menjadi representasi dari pengalaman kolektif banyak orang yang merasakan pergulatan hidup, namun tetap menemukan kekuatan dalam kasih sayang keluarga, terutama ibu.

Melalui lirik yang penuh gaya bahasa, pendengar diajak untuk merenung, mengingat, dan mungkin juga berdamai dengan masa lalu. Tak heran jika lagu ini begitu dicintai dan sering dijadikan pengiring momen-momen emosional, baik di media sosial maupun dalam kehidupan nyata. Banyak pendengar merasa terwakili oleh kisah yang diangkat Nadin, karena liriknya begitu personal namun universal. Inilah kekuatan sastra dalam musik, yaitu mampu menyatukan banyak hati dalam satu rasa. Dengan demikian, lagu “Bertaut” tidak hanya layak dinikmati dari segi musikal, tetapi juga sebagai karya sastra yang kaya makna.

Gaya bahasa yang digunakan menciptakan keindahan estetis sekaligus menyampaikan pesan emosional secara efektif. Dalam konteks ini, Nadin Amizah bukan hanya musisi, tetapi juga penyair yang piawai dalam merangkai kata-kata menjadi kisah yang menyentuh hati. Daftar Pustaka Adha, T. L. (2017). Analisis stilistika lirik lagu-lagu Padi. Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran Khatulistiwa, 6(6). Azura, Y., Faizah, H., & Auzar. (2016). Majas sindiran dalam humor SBY-JK. Jurnal Online Mahasiswa, 3(2), 1–9. Keraf, G. (2006). Diksi dan Gaya Bahasa. Gramedia Pustaka Utama.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image