Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Azrillia Nurul Sabila

Lembaga Keuangan Islam: Antara Prinsip dan Praktik di Era Modern

Agama | 2025-06-30 22:21:14
Sumber: https://pin.it/6ijYWa42D


"Sesungguhnya Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba."— (QS. Al-Baqarah: 275)

Lembaga Keuangan Islam: Cita-cita dari Akar Tauhid

Lahir dari semangat mengembalikan keuangan pada nilai-nilai ilahiyah, lembaga keuangan Islam (LKI) hadir bukan semata-mata sebagai alternatif dari sistem konvensional, melainkan sebagai manifestasi dari visi Islam tentang keadilan ekonomi. Dari baitul maal masa Khulafaur Rasyidin hingga transformasinya menjadi perbankan syariah modern, semua bermuara pada satu misi: menjaga harta dari kezaliman dan menyalurkan kekayaan secara etis dan proporsional.

LKI mencakup beragam institusi: bank syariah, koperasi syariah, asuransi takaful, Baitul Maal wat Tamwil (BMT), lembaga zakat, wakaf, hingga fintech syariah. Semuanya beroperasi di atas prinsip-prinsip seperti larangan riba, keadilan, transparansi, dan kemitraan (musyarakah, murabahah, mudharabah, dsb).
Namun pertanyaannya: sejauh mana LKI benar-benar berjalan sesuai prinsipnya?

Dari Ideal ke Realitas: Tantangan Praktik di Lapangan

Dalam praktiknya, banyak lembaga keuangan Islam yang beroperasi dalam sistem kapitalistik yang kuat. Persaingan industri, tuntutan profitabilitas, dan tekanan regulasi membuat sebagian LKI menyerupai bank konvensional yang diberi label syariah. Beberapa kritik yang kerap muncul di antaranya:

1. Produk yang Syariah hanya di nama, tapi tak jauh berbeda secara struktur risiko dan biaya.
2. Penekanan pada akad jual beli (murabahah) lebih dominan daripada akad kemitraan (mudharabah/musyarakah) yang lebih mencerminkan semangat keadilan.
3. Ketimpangan akses—LKI kadang terlalu fokus pada nasabah kelas menengah atas, alih-alih memberdayakan ekonomi akar rumput.
4. Kurangnya inovasi dalam digitalisasi syariah, padahal potensi fintech Islam sangat besar.

Seperti yang dikatakan oleh Dr. Zubair Hasan (2014), “Islamic finance today suffers from formalism—an obsession with contracts rather than objectives (maqashid).”

Prinsip Syariah: Jangan Hanya Simbolik


Prinsip dasar keuangan Islam adalah menghilangkan kezaliman, bukan hanya menghindari riba. Tujuannya adalah menciptakan ekonomi yang berkeadilan, inklusif, dan produktif. Oleh karena itu, lembaga keuangan Islam seharusnya:

1) Mengedepankan kemitraan usaha, bukan hanya pembiayaan berbasis margin.
2) Menyalurkan dana ke sektor riil, bukan sekadar investasi di portofolio yang aman tapi tidak memberdayakan.
3) Berani mengambil risiko bersama nasabah, bukan sekadar mengalihkan semua risiko kepada pelanggan.
4) Mempromosikan keuangan mikro berbasis wakaf dan zakat untuk masyarakat miskin.

Dalam Fiqh al-Muamalah, prinsip adl (keadilan), maslahah (kemanfaatan), dan amanah menjadi kunci utama transaksi Islami. Tanpa ruh ini, lembaga keuangan Islam bisa saja terjebak menjadi institusi komersial belaka.

Studi Kasus: Bank Syariah vs Koperasi BMT


Misalnya, BMT yang tumbuh di desa-desa menawarkan pinjaman modal berbasis qardhul hasan dan mudharabah kepada pedagang kecil. Meskipun secara aset kecil, dampaknya besar. Bandingkan dengan beberapa bank syariah besar yang justru mayoritas pembiayaannya bersifat konsumtif—mobil, rumah, dan gadget—alih-alih produktif.

Menurut laporan OJK (2023), sekitar 68% pembiayaan bank syariah masih terpusat di Jabodetabek, menunjukkan lemahnya penetrasi terhadap daerah dan sektor informal. Ini menunjukkan perlunya reorientasi tujuan, agar tak hanya mengejar keuntungan, tapi juga menciptakan keadilan distribusi.

Ke Mana Arah Lembaga Keuangan Islam?

Era digital dan disrupsi teknologi memberikan peluang baru. Fintech syariah, e-wallet halal, dan crowdfunding wakaf mulai tumbuh sebagai bentuk kelembagaan baru yang lebih agile dan inklusif. Namun, agar tidak terjebak pada formalisasi label, semua pihak harus berani kembali pada maqashid syariah—tujuan akhir dari hukum Islam itu sendiri: melindungi agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta.

Lembaga keuangan Islam hari ini punya dua pilihan:

1. Menjadi institusi simbolik yang kehilangan ruh, atau,

2. Menjadi kendaraan peradaban ekonomi umat yang menjawab ketimpangan sosial dengan semangat tauhid.,

Lembaga keuangan Islam tak boleh sekadar menjadi “Islamic window” dalam bangunan kapitalisme. Ia harus menjadi arus utama peradaban ekonomi alternatif, yang tak hanya bersih dari riba, tapi juga berpihak pada mustadh’afin (kelompok lemah), pada pelaku usaha kecil, dan pada nilai.

Karena pada akhirnya, yang membuat sebuah lembaga itu Islami bukan hanya akadnya, tapi niat, orientasi, dan keberpihakannya.




 

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image