Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Saffanah Azkiya Rahmah

Transaksi Digital dalam Islam: Sahkah Jual Beli Online Menurut Syariah?

Teknologi | 2025-06-30 08:58:42
https://pin.it/ZCRgEq0ct

Di tengah pesatnya perkembangan dunia digital, aktivitas belanja online telah menjadi bagian integral dari gaya hidup masa kini. Mulai dari kebutuhan pokok hingga barang mewah, semua bisa dipesan lewat sentuhan jari di layar ponsel. Namun, sudahkah kita mempertimbangkan bagaimana Islam memandang transaksi digital seperti ini?

Dalam Islam, jual beli atau bai’ merupakan pilar utama dalam aktivitas muamalah. Secara tradisional, praktik ini mengharuskan adanya akad, Sighat (ijab kabul), Objek transaksi (mauqud ‘alaih), serta para pihak yang berakad (aqidan). Lantas, bagaimana syarat-syarat ini diterapkan dalam dunia digital yang serba Online?

Memahami Rukun Bai’ dalam E-commerce

Meskipun dilakukan secara online, transaksi jual beli tetap wajib memenuhi rukun dan syarat sah menurut syariat. Berikut penjelasannya:

1. Objek Transaksi yang Jelas (Mauqud ‘Alaih)

Dalam jual beli daring, produk atau jasa yang ditawarkan harus memiliki kejelasan baik dari sisi bentuk, spesifikasi, maupun status kehalalannya. Gambar dan deskripsi produk berfungsi sebagai representasi objek. Penjual harus memberikan informasi yang akurat untuk menghindari praktik gharar (ketidakjelasan). Jika produk ternyata tidak sesuai, pembeli berhak menggunakan hak khiyar al-‘aib (membatalkan transaksi karena cacat).

2. Adanya Dua Pihak yang Sah Berakad (Aqidan)

Penjual dan pembeli harus memiliki kapasitas hukum dan kebebasan dalam bertransaksi. Identitas mereka dalam jual beli online tercermin melalui akun yang terdaftar. Walaupun tidak terjadi tatap muka, niat dan persetujuan tetap menjadi inti dari akad.

3. Ijab dan Kabul secara Digital (Sighat)

Dalam transaksi tradisional, ijab kabul diucapkan langsung. Sementara dalam e-commerce, ijab diwakili oleh tampilan produk dan harga di laman web, sedangkan kabul terjadi saat konsumen menekan tombol seperti “Beli Sekarang” atau “Checkout”. Meskipun tidak secara lisan, para ulama kontemporer mengakui keabsahan ijab kabul elektronik selama kedua belah pihak memiliki niat yang jelas.

4. Terbentuknya Akad (Perjanjian Sah)

Akad dianggap terjadi setelah proses ijab dan kabul terpenuhi. Dalam pandangan syariah, akad harus berlangsung secara transparan, tanpa tekanan, dan bebas dari unsur haram seperti riba, maisir (spekulasi), dan gharar. Sistem yang digunakan oleh platform e-commerce modern pada dasarnya mendukung transparansi dan pencatatan akad secara digital.

Tantangan Syariah dalam Transaksi Online dan Solusinya

Meskipun memberi kemudahan, transaksi online tidak lepas dari potensi pelanggaran prinsip syariah. Berikut beberapa tantangan dan upaya solusinya:

* Gharar (Ketidakjelasan Barang): Produk yang diterima tidak sesuai dengan deskripsi.

Solusi: Penjual wajib memberikan informasi lengkap dan jujur. Pembeli dapat menggunakan hak khiyar ar-ru’yah jika produk tidak sesuai.

* Penipuan oleh Penjual Palsu: Risiko barang tidak dikirim atau tidak ada.

Solusi: Gunakan platform terpercaya yang menyediakan sistem escrow (penahan dana sampai barang diterima). Ulasan dan rating pengguna juga berperan dalam menjaga transparansi.

* Pembayaran Berbasis Riba: Penggunaan kartu kredit yang mengenakan bunga.

Solusi: Hindari metode pembayaran berbasis bunga. Pilih transfer tunai, debit, atau cicilan syariah tanpa bunga.

E-commerce Syariah: Adaptasi Modern yang Dibolehkan

Secara prinsip, jual beli online merupakan bentuk modern dari akad bai’ yang sudah berlangsung sejak lama. Selama memenuhi syarat-syarat syar’i dan menghindari larangan seperti riba dan gharar, transaksi digital tidak hanya sah, tetapi juga bisa menjadi sarana keberkahan. Teknologi yang memfasilitasi kemudahan transaksi dapat menjadi anugerah, asalkan digunakan sesuai koridor Islam.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image