Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Bustanol Arifin

2 Kunci Meraih Kesuksesan

Gaya Hidup | Monday, 07 Mar 2022, 11:28 WIB
Photo: penulis (kedua dari kanan) ketika merayakan kelulusan pendidikan magisternya, dengan cara melepas toga dan melemparnya ke atas.

Seorang muda-mudi tiba-tiba berencana mendaki gunung, terinspirasi dari postingan sahabatnya di salah satu platform sosial media yang mengabadikan momen indahnya saat berada di puncak sebuah gunung. Terlihat, pemandangan indah berupa hamparan alam diselimuti awan, menyenangkan dan sekaligus menantang bagi handai taulan yang suka berpetualang. Sayang, muda-mudi itu belum punya pengalaman mendaki gunung, sehingga muncul keraguan dan banyak pertimbangan. Apakah dilanjutkan atau dipendam sebagai angan-angan.Dorongan dan kekuatan dalam jiwa sang muda-mudi, mengalahkan segala bentuk keraguan dan pertimbangan.

Mereka berdua, memilih berani untuk mewujudkan impiannya, mengikuti dan melampaui jejak sahabatnya, mendaki puncak gunung. Tanpa pikir panjang, di siapkanlah semua bentuk keperluan serta kebutuhan mendaki. Setelah dirasa cukup lengkap, mereka bergegas menuju pos pendakian, mendaftar dan menunggu waktu keberangkatan. Ini pertama kali mereka melakukan pendakian ke puncak gunung, pasti menjadi pengalaman yang sangat berkesan.Saking semangatnya, mereka berjalan namun seperti berlari, cepat karena sudah tidak sabar sampai puncak. Membayangkan indahnya alam semesta dikelilingi awan putih penuh pesona, ingin sekali mengabadikan momen langka itu kemudian menyebarkannya ke seantero dunia. Akibatnya, baru separuh jalan sudah kelelahan dan kehabisan tenaga untuk melanjutkan perjalanan.

Mereka tidak menyangka dan membayangkan, jalannya berliku dan begitu terjal menantang, tinggi menjulang dengan jarak mecapai puluhan kilometer.Kemudian, mereka memilih istirahat sebentar untuk memulihkan tenaga yang terkuras karena berjalan. Sambil melihat sekitar, memandangi lebatnya pepohonan dan besarnya bebatuan.

Pada saat yang sama, mereka tersadar bahwa perjalanan menuju puncak masih panjang. Lalu terbersit dalam pikiran mereka untuk tidak melanjutkan perjalanan, turun dan kembali pulang. Alasannya, karena faktor jarak dan waktu yang begitu panjang dan melelahkan. Mereka membayangkan, seandainya sampai ke puncak, lantas bagaimana dengan turunnya kemudian.Nyatanya, mereka berdua urung untuk turun dan kembali pulang. Mereka tetap pada pendirian awal, komitmen untuk terus melangkah maju ke depan, menggapai impian sampai pada puncak tujuan. Rupanya, muda-mudi ini bukanlah sosok pecundang yang mudah menyerah pada kenyataan. Mereka adalah sosok petualang, pejuang, penantang dan pantang untuk pulang sebelum mendapatkan apa yang diimpikan.

Keraguan dan pertimbangan yang menjadi tembok penghadang, mereka terobos dengan mentalitas baja dan semangat membara. Hingga pada akhirnya, mereka sampai ke puncak dan menikmati apa yang sebelumnya pernah terbayang. Sesampainya di puncak tujuan, senyum sumringah memancar dari rona wajahnya, bersamaan dengan memancarnya sinar matahari dari ufuk sebelah timur. Rasa lelah karena perjalanan, letih karena beban pikiran, lemas karena kurang makan, terbayarkan oleh hamparan semesta sejauh mata memandang. Berdiri menghadap awan, mengangkat kedua tangannya ke langit, lalu berputar dan melompat sambil berteriak ‘Aku sampai! Terimakasih Tuhan. Momen ini mereka abadikan dalam bentuk photo, video dan tulisan sebagai kenangan indah tak terlupakan.

Kisah ini bukanlah kejadian sebenarnya, hanya sebuah ilustrasi untuk menggambarkan manusia yang hendak sukses menggapai impiannya. Tahapannya, seperti orang mendaki gunung, punya cita-cita atau keinginan kuat yang diperoleh dari sekitar, terinspirasi dan termotivasi dari orang lain. Keinginan besar itu mendorong jiwa untuk melakukan tindakan, mewujudkannya menjadi sebuah kenyataan. Paling tidak, rencana dan seperangkat alat bantunya untuk melancarkan dan mensukseskan perjalanan menuju pulau impian tersebut.

Tentu saja, dalam setiap perjalanan pasti ada aral melintang dan tidak sedikit orang terhenti disini. Makanya, diperlukan tekad, keyakinan serta dorongan kuat untuk melompati atau menerobos masuk melewati aral tersebut. Rintangan terbesar berasal dari dalam diri setiap orang, berupa rasa malas, takut, khawatir, ragu dan lain sebagainya. Muncul kemudian pertimbangan-pertimbangan, mulai dari hulu sampai ke hilir. Kalau kata orang-orang, kebanyakan mikir alias banyak alasan tanpa ada langkah untuk melakukan.

Satu sisi, memang segala sesuatu yang hendak dilakukan perlu namanya perencanaan dengan baik dan matang. Sebab, tanpanya pekerjaan tersebut dapat menyebabkan kecacatan dalam proses dan hasil akhirnya. Melakukan sesuatu tanpa perencanaan dengan baik dan matang, berarti ia telah merencanakan kehancuran, begitu kata para ahli ilmu manajemen. Namun, terhenti di rencana saja tanpa diikuti oleh aksi nyata merupakan kecelakaan besar. Bahkan, lebih dekat pada sifat pesimistis dan pecundang, seperti yang dirasa oleh muda-mudi di atas.

Selain rencana dan aksi, masih ada lagi yang harus dilakukan oleh handai taulan demi terwujudnya impian. Namanya, konsistensi alias terus menerus dan berkelanjutan. Coba bayangkan, pendaki dalam kisah di atas hampir saja putus asa saat sudah mencapai separuh perjalanan. Alasannya sederhana, karena jaraknya terlalu jauh dan memakan waktu cukup lama. Seandainya mereka terhenti disitu dan mengikuti saran argumen dari sifat pesimistis, dapat dipastikan si pendaki tidak akan pernah tahu seperti apa puncak gunung dan perasaannya disana.

Mereka komitmen dan di dorong oleh keinginan kuat, sabar dan konsisten hingga akhirnya sampai juga pada tujuan utamanya. Hal demikian terlihat mudah, apalagi sekedar diucapkan lewat lisan. Hanya mensyaratkan punya keinginan kuat, membuat perencanaan sembari menyiapkan segala bentuk perlengkapan yang dibutuhkan, lakukan secara konsisten dan berkelanjutan, niscaya akan sampai pada tujuan atau mendapatkan apa yang diimpikan. Tapi, ini butuh sifat bernama optimisme yang tidak semua orang memilikinya.

Nah! Kisah muda-mudi di atas beserta penjelasannya, memberikan gambaran kepada kita bagaimana kesuksesan itu dapat diwujudkan setidaknya dengan dua hal. Pertama, memulai dan kedua, meng-Istiqomahi. Adapun lainnya, dianggap sebagai sarana pendukung untuk memuluskan langkah memulai dan jalan lurus menekuni dan meng-Istiqohami kebaikan.

Selain ilustrasi melalui kisah di atas, dalam kehidupan nyata juga dapat kita jumpai beragam kisah tentang perjalanan hidup seseorang dalam menjemput kesuksesan, meski tidak sama persis seperti kisah di atas.

Memulai, sekedar memiliki segudang keinginan belumlah cukup. Harus dilengkapi dan disempurnakan dengan langkah konkret berupa tindakan nyata. Apapun impian kita, setinggi apapun cita-cita dan sekuat apapun keinginan kita, keberanian untuk memulai merupakan syarat mutlak yang wajib ada. Kalau kata pepatah, untuk bisa mencapai dan menginjak tangga ke seribu, pasti dimulai dari tangga pertama. Artinya, seorang penulis hebat dengan jumlah karya berserak karena banyak, diawali dari tetesan tinta dan tulisan pertama.

Kata memulai, sangat mudah diucapkan dan diingat oleh siapapun. Namun, tidak semua orang dapat mengaktualisasikan dalam bentuk tindakan. Ada banyak aral melintang, bisa berasal dari internal diri sendiri atau eksternal, lingkungan sekitar dan lain sebagainya. Sifat malas, takut, khawatir, minder, bimbang, dan ragu biasanya menjadi aral paling besar. Disebut dengan pribadi pesimis, belum melakukan apa-apa sudah merasa gagal, belum melangkah maju sudah mundur duluan. Punya keinginan, tapi karena banyak pertimbangan akhirnya hanya jadi angan-angan.

Orang-orang terdekat juga dapat menjadi batu sandungan. Saat hendak memulai sesuatu misalnya, cemoohan, hinaan dan penolakan menjadi hijab bagi terbukanya jalan kesuksesan. Konon, lingkungan sekitar menjadi salah satu kontributor besar dalam membentuk kepribadian seseorang. Orang bijak mengilustrasikan dengan seekor singa yang tumbuh dan berkembangnya bersama gerombolan domba, niscaya akan jadi domba. Sebaliknya, seekor anak domba yang dibesarkan oleh singa, maka ia akan mempunyai sifat dan karakter seperti singa.

Berani memulai merupakan ciri dari seorang pejuang dan pemenang. Sebesar apapun aral melintang, sekuat apapun musuh menghadang dan setinggi apapun tembok pembatas membentang akan dilewati dengan sabar, tenang dan senyuman. Rasa takut, bimbang, minder dan lain sebagainya memang ada, tapi dapat dikalahkan dengan optimisme dan keyakinan yang menghujam. “The winner never quite, the quitter never win”[Quote], pemenang tidak akan pernah mundur, dan orang yang selalu mundur tidak akan pernah menang.

Mulai, dan coba mulai saja! Insya-Allah bisa, dan pasti bisa! Ingat! Kita adalah pemenang, bukan pecundang. Lalu, apakah cukup dan berhenti dengan memulai? Jawabannya, tidak! Masih ada yang harus dilakukan agar kita bisa sampai pada tujuan dan merengkuh impian, yakni meng-Istiqomahi apa yang sudah dimulai. Masih ingat kisah muda-mudi di atas? Mereka sudah memulai, bahkan sudah setengah perjalanan menuju tempat tujuan, puncak gunung. Tiba-tiba terbersit untuk menghentikan langkah dan memilih jalan pulang.

Untungnya, mereka tersadar dan segera mengurungkan niatnya untuk mundur dari medan juang. Mereka memilih melanjutkan perjalanan, meng-Istiqomahi langkah yang sudah dimulai. Memantapkan niat dan menguatkan komitmen, pantang pulang sebelum sampai di tempat tujuan. Akhirnya, mereka berhasil mewujudkan impian dan tercatat sebagai pemenang. Kemudian, ada orang melihat keberhasilan mereka saja dalam mencapai puncak gunung tanpa mengetahui bagaimana proses perjalanannya dan berkesimpulan, bahwa naik gunung itu mudah.

Iya, memang mudah! Jika dimulai dan di istiqomahi, gunung sesulit dan setinggi apapun di dunia akan mudah ditaklukkan oleh siapapun dan kapanpun, termasuk kita. Masalahnya kemudian, mampukah kita memenuhi kedua syarat tersebut di atas, memulai dan meng-Istiqomahi? Sekali lagi, kembali pada diri masing-masing. Jika memiliki optimisme kuat, niscaya akan bisa. Sebaliknya, jika pesimisme yang menyelimuti kita maka, kemungkinan besar tidak akan mudah. Jangankan meng-Istiqamahi, sekedar memulai saja sudah luar biasa.

Istiqomah atau konsisten, mudah tapi susah dan mungkin bisa sebaliknya, susah tapi mudah. Kalau melihat proses yang dilalui oleh dua pendaki di atas, mereka semangat diawal tapi hampir terhenti di pertengahan dan bangkit kembali hingga berhasil. Hal demikian mungkin pernah juga dialami oleh kita, ketika punya keinginan kuat untuk sebuah impian dan mencoba memulai langkah konkret dengan sebuah tindakan. Dipertengahan, kadang mengalami stagnasi, kevakuman bahkan berhenti total alias putus asa karena selalu gagal.

Mungkin juga, ada yang sudah hampir sampai pada pulau bernama impian. Namun, tiba-tiba terhenti dan harus mengulang dari awal karena berbagai hal. Ada juga semangat di awal dan di akhir saja, biasanya hal ini terjadi dalam sebuah lembaga atau organisasi untuk mencapai sebuah visi dan mewujudkan misi organisasi. Ketika awal-awal dilantik, langsung tancap gas tanpa jeda, semakin ke tengah sudah mulai lelah dan kehabisan amunisi. Akhirnya, istirahat dan merasa sudah punya energi. Bangkit lagi ketika hendak direposisi dan restrukturisasi agar tidak diganti.

Makanya, konsisten atau istiqomah itu susah tapi mudah, mudah tapi susah. Beruntunglah orang yang bisa meng-Istiqomahi kebaikan walaupun kecil dan sedikit. Bergembiralah orang yang konsisten dalam menapaki jalan terjal kehidupan, sebab mereka akan mendapatkan apa yang diimpikan. Bersyukurlah orang yang bisa istiqomah dari awal sampai akhir, karena tidak sedikit orang tergelincir ketika berada di pinggir tebing. Meski tidak sesuai dengan yang diharapkan, Allah SWT pasti menggantinya dengan yang lebih baik.

Oleh karenanya, memulai dan meng-Istiqomahi merupakan syarat mutlak yang harus dipenuhi. Sebesar dan setinggi apapun impian dan cita-cita kita, tidak akan berarti jika tidak beraksi. Sekedar wacana saja belumlah cukup, butuh bukti nyata berupa tindakan dan pengorbanan maksimal. Ingin pandai dalam satu bidang keilmuan, ingin memiliki banyak kekayaan, ingin menguasai banyak kawasan dan ingin menjadi orang nomor satu dan terpandang, ingin dikenal dan disebut pemenang. Maka, mulailah dan istiqomahilah, insya-Allah menang.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image