Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Heni Nuraeni

Daya Beli Masyarakat Menurun, Prestasi atau Ironi?

Gaya Hidup | 2025-05-22 13:33:57

Oleh : Sisi septiana

Dalam beberapa waktu terakhir, perhatian publik tertuju pada menurunnya daya beli masyarakat Indonesia. Fenomena ini tidak hanya dirasakan oleh kalangan pelaku usaha kecil dan menengah, tetapi juga mencerminkan gejolak ekonomi yang lebih luas. Hari-hari besar seperti Ramadan dan Idul fitri yang biasanya menjadi momentum peningkatan konsumsi, kini justru menunjukkan tren yang berlawanan. Indikator seperti menurunnya aktivitas perdagangan, sepinya destinasi wisata, hingga berkurangnya penggunaan transportasi umum menjadi sinyal bahwa daya beli masyarakat sedang mengalami tekanan serius.

Seperti yang dilaporkan oleh Pedagang di Pasar Tanah Abang, Jakarta, terkait penurunan omset yang signifikan selama Ramadan dan Idul fitri 2025. Meskipun jumlah pengunjung cukup ramai, daya beli masyarakat menurun drastis, dengan penurunan sekitar 30-35 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Banyak pengunjung hanya melihat-lihat tanpa melakukan pembelian, dan sebagian memilih berbelanja secara daring yang dianggap lebih praktis dan murah. (MetroTvNews.com, 10 Apr 2025 )

Penurunan signifikan dalam daya beli masyarakat Indonesia juga terlihat dari berkurangnya penggunaan transportasi umum untuk mudik, yang hanya mencapai 30 persen dari kapasitas normal. Biasanya, tiket-tiket mudik habis terjual jauh hari sebelum Lebaran, namun tahun ini banyak yang masih tersedia menjelang hari raya.

Tak hanya itu, Sektor pariwisata pun juga mengalami penurunan, dengan tingkat hunian hotel yang hanya meningkat selama tiga hingga empat hari sebelum kembali turun drastis. Okupansi yang biasanya mencapai 80-90 persen, kini bisa langsung turun ke angka 20 persen atau bahkan lebih rendah. Menurut Sekretaris Jenderal PHRI, Maulana Yusran, penurunan ini disebabkan oleh berbagai faktor ekonomi seperti meningkatnya pemutusan hubungan kerja (PHK), dinamika kebijakan dalam negeri yang belum kondusif, dan maraknya kasus pinjaman online yang membebani masyarakat. (Pikiran-Rakyat.com, 13 April 2025)

Menurunnya daya beli masyarakat Indonesia selama Ramadan dan Idul fitri 2025, yang terlihat dari lesunya aktivitas perdagangan, berkurangnya tingkat hunian hotel, serta rendahnya pemanfaatan transportasi umum, tidak hanya mencerminkan fenomena ekonomi yang bersifat sementara. Fenomena ini merupakan cerminan dari kegagalan sistem kapitalisme dalam menciptakan keseimbangan antara pertumbuhan ekonomi dan pemerataan kesejahteraan. Di bawah sistem kapitalisme, negara seringkali ditempatkan sebatas sebagai regulator, bukan sebagai pelaku utama dalam mengelola distribusi kekayaan dan menjamin kesejahteraan rakyat. Peran negara dipersempit hanya sebagai penjaga stabilitas pasar, pembuat regulasi, atau fasilitator investasi, bukan sebagai pelindung ekonomi rakyat kecil.

Akibatnya, kebijakan-kebijakan yang lahir lebih berpihak pada kepentingan pasar dan pemilik modal besar ketimbang kebutuhan masyarakat luas. Misalnya, ketika masyarakat dilanda gelombang PHK dan terjerat utang pinjaman online, negara cenderung lambat merespons atau bahkan rakyat dibiarkan menyelesaikan masalahnya sendiri. Padahal, inilah momen ketika peran negara seharusnya hadir secara nyata, memberikan perlindungan sosial, menciptakan lapangan kerja, dan mengendalikan praktik-praktik ekonomi yang merugikan pihak lemah. Ketika negara tidak hadir secara aktif, kesenjangan sosial pun semakin melebar. Segelintir kelompok yang memiliki akses terhadap modal, teknologi, dan jaringan ekonomi justru mampu bertahan dan bahkan mengumpulkan keuntungan lebih besar, sementara sebagian besar masyarakat justru terjebak dalam krisis konsumsi dan keterbatasan ekonomi.

Kesenjangan sosial ini tidak hanya tampak dalam perbedaan pendapatan, tetapi juga dalam akses terhadap layanan dasar, kesempatan ekonomi, dan kemampuan bertahan dalam situasi krisis.

Ketika masyarakat kelas menengah dan bawah terpaksa menunda belanja, membatalkan mudik, atau berhenti berlibur karena alasan ekonomi, kelas atas justru tidak terlalu terdampak bahkan dapat memanfaatkan krisis untuk memperluas kepemilikannya. Inilah bukti nyata bahwa sistem kapitalisme, ketika negara bersikap pasif, hanya akan memperdalam jurang pemisah antara kaya dan miskin.Dengan demikian, penurunan daya beli masyarakat Indonesia bukan hanya soal ekonomi rumah tangga, melainkan cerminan dari kegagalan sistem kapitalisme itu sendiri, karena minimnya peran negara dalam melindungi rakyat dan lemahnya keberpihakan negara kepada rakyat, negara lebih mengutamakan pertumbuhan angka daripada pemerataan kesejahteraan. Kondisi ini menuntut adanya evaluasi mendalam terhadap arah kebijakan ekonomi dan perlunya membangun sistem alternatif yang lebih berorientasi pada keadilan sosial, ketahanan masyarakat, dan distribusi kekayaan yang lebih merata.Islam memberikan berbagai cara untuk mengatasi masalah ekonomi. Masalah daya beli masyarakat saat ini bisa di akibatkan karna adanya ksenjangan ekonomi, yang salah satu solusinya di dalam Islam melalui zakat yang mendorong distribusi kekayaan secara adil. Allah SWT berfirman dalam Qs. Al-Hasyr ayat 7 yang artinya:"agar harta itu jangan hanya beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu ” (QS. Al-Hasyr [59]:7). Lewat ayat ini yang memiliki kisah bahwa menurut tafsir Ibn Kathir, ayat ini merujuk pada distribusi harta fai’ (harta rampasan perang tanpa pertempuran) yang harus disalurkan dengan adil, tidak hanya kepada orang kaya. Tujuannya adalah mencegah penumpukan kekayaan oleh segelintir orang yang dapat menyebabkan ketidakadilan ekonomi.
Islam bukan hanya agama, namun juga aturan dalam seluruh lini kehidupan bisa menuntaskan masalah menurunnya daya beli masyarakat yang berefek pada pendapatan para pedagang dan akan memberikan sumbangan kerugian kepada negara. Masyarakat mencoba mengurangi kebutuhan sehari-hari, lebih berhemat, karna yang kaya makin kaya dan yang miskin makin miskin. Islam akan tegas menghukum oknum yang dengan sengaja menimbun harta. Harta harus beredar dan berputar di tengah-tengah umat. Bukan justru di sengaja seolah berambisi menjadi budak dunia.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image