Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Samantha Laksana

Asia Pasifik sebagai Medan Baru Perang Dingin: Antara AS dan Tiongkok

Politik | 2025-04-12 23:08:32

Ketegangan geopolitik antara Amerika Serikat dan Tiongkok semakin meruncing, menjadikan kawasan Asia Pasifik sebagai medan baru perebutan pengaruh global. Dalam beberapa dekade terakhir, Asia Pasifik telah menjelma menjadi salah satu kawasan paling strategis di dunia, bukan hanya karena pertumbuhan ekonomi yang pesat, tetapi juga karena kompleksitas politik, keamanan, dan rivalitas antar kekuatan besar. Persaingan antara AS dan Tiongkok di kawasan ini tak lepas dari bayang-bayang Perang Dingin, dengan karakter yang lebih kompleks dan multidimensi dan juga tak lagi hanya soal ideologi, melainkan menyentuh semua aspek dari perdagangan, teknologi, hingga dominasi militer.

Secara ekonomi, kedua negara berlomba menjadi pusat gravitasi kawasan. Tiongkok memperluas pengaruhnya melalui inisiatif-inisiatif besar seperti Belt and Road Initiative (BRI) yang melibatkan pembangunan infrastruktur di banyak negara Asia Pasifik, dari Asia Tenggara hingga Kepulauan Pasifik. Dan di sisi lain, AS mencoba melawan dominasi tersebut dengan menggagas kerangka kerja alternatif seperti Indo-Pacific Economic Framework (IPEF), meski tidak selalu menawarkan insentif ekonomi langsung seperti yang dilakukan Tiongkok. Perdagangan dan investasi pun menjadi alat diplomasi strategis, dengan masing-masing pihak berupaya "memikat" negara-negara di kawasan agar masuk ke dalam orbit pengaruhnya.

Namun persaingan ini bukan hanya soal angka dan infrastruktur. Di bidang keamanan, ketegangan semakin terasa. Militerisasi Laut Tiongkok Selatan oleh Tiongkok telah mendorong Amerika Serikat meningkatkan kehadiran militernya di kawasan melalui latihan militer bersama, patroli kebebasan navigasi, dan penguatan aliansi dengan negara-negara seperti Jepang, Korea Selatan, dan Australia. Ini menimbulkan kekhawatiran bahwa Asia Pasifik semakin terperangkap dalam spiral rivalitas militer yang dapat dengan mudah berubah menjadi konfrontasi terbuka jika tidak dikelola dengan hati-hati.

Dalam dinamika ini, negara-negara Asia Pasifik lainnya, khususnya di Asia Tenggara, berada dalam posisi yang rumit. Mereka harus bersikap hati-hati agar tidak terseret dalam pusaran konflik dua kekuatan besar ini. Negara seperti Indonesia menegaskan prinsip politik luar negeri bebas aktif, menolak dikotakkan dalam blok kekuatan mana pun, dan lebih memilih memperkuat arsitektur kawasan melalui ASEAN. Sementara itu, Filipina juga menunjukkan pergeseran pendekatan luar negeri, dari upaya menjalin kedekatan dengan Tiongkok di era Duterte ke arah mempererat kerja sama keamanan dengan AS di bawah pemerintahan Marcos Jr., terutama setelah meningkatnya tekanan di Laut Filipina Barat.

Vietnam, dengan sejarah panjang konflik dengan Tiongkok, juga melakukan manuver cerdas dengan menjaga jarak dari kedua kekuatan namun tetap memanfaatkan keduanya secara strategis. Singapura, sebagai negara kecil namun berpengaruh secara ekonomi, terus mendorong multilateralisme dan tatanan berbasis aturan internasional sebagai cara untuk menyeimbangkan kekuatan besar.

Apa yang terjadi hari ini di Asia Pasifik menunjukkan bahwa perang pengaruh antara AS dan Tiongkok telah memasuki babak baru. Ini bukan lagi persaingan biasa, melainkan pertarungan panjang yang akan membentuk wajah geopolitik kawasan dalam beberapa dekade ke depan. Kekuatan militer, daya saing teknologi, konektivitas ekonomi, hingga diplomasi publik kini menjadi bagian dari “senjata” persaingan yang menyatu dalam satu ekosistem kontestasi. Negara-negara di Asia Pasifik harus mampu memainkan diplomasi cerdas, menavigasi rivalitas ini dengan menjaga otonomi kebijakan luar negeri sambil mengamankan kepentingan nasionalnya masing-masing.

Dalam konteks ini, Asia Pasifik tidak hanya menjadi saksi, tetapi juga aktor dalam permainan geopolitik global. Dengan kepentingan nasional yang beragam dan tingkat ketergantungan ekonomi yang tinggi terhadap kedua negara besar, kawasan ini akan terus menjadi wilayah krusial dalam menentukan arah masa depan tatanan dunia yang multipolar. Yang menjadi pertanyaan adalah: mampukah negara-negara di Asia Pasifik mengelola rivalitas ini tanpa mengorbankan stabilitas dan pembangunan kawasan?

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Komentar

Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Berita Terkait

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image