
Keuangan Syariah di Era Digital: Peluang Besar, Tantangan Tak Kalah Besar
Bisnis | 2025-03-23 12:25:14
Keuangan syariah semakin mendapat tempat di hati masyarakat, terutama bagi mereka yang ingin menjalankan aktivitas ekonomi sesuai dengan prinsip Islam. Dalam beberapa tahun terakhir, industri ini berkembang pesat dengan berbagai inovasi produk dan layanan. Namun, di era digital yang terus berubah dengan cepat, keuangan syariah menghadapi tantangan baru yang harus segera diatasi agar tetap relevan dan bisa bersaing dengan sistem konvensional.
Teknologi telah mengubah cara kita bertransaksi. Saat ini, hampir semua hal bisa dilakukan secara digital—mulai dari belanja online, pembayaran dengan e-wallet, investasi melalui crowdfunding, hingga meminjam uang lewat platform peer-to-peer lending. Namun, dari sudut pandang syariah, banyak layanan keuangan digital yang masih dipertanyakan kehalalannya.
Ambil contoh cryptocurrency. Mata uang digital seperti Bitcoin dan Ethereum semakin populer, tapi apakah mereka sesuai dengan prinsip syariah? Sebagian ulama berpendapat bahwa cryptocurrency mengandung gharar (ketidakpastian) dan maysir (spekulasi), sehingga tidak sesuai dengan Islam. Namun, ada juga yang melihat potensi penggunaannya dalam sistem keuangan syariah, terutama dengan teknologi blockchain yang menjamin transparansi dan keamanan.
Layanan peer-to-peer lending dan crowdfunding juga menghadirkan dilema serupa. Banyak platform pinjaman digital yang masih berbasis bunga, yang jelas bertentangan dengan prinsip syariah. Meski ada beberapa platform yang menawarkan skema syariah, jumlahnya masih terbatas dibandingkan dengan sistem konvensional.
Selain itu, ada masalah regulasi. Di banyak negara, aturan tentang transaksi digital berbasis syariah masih belum jelas. Hal ini membuat banyak bisnis keuangan syariah kesulitan berkembang di ranah digital karena ketidakpastian hukum. Padahal, jika regulasi mendukung, industri ini bisa tumbuh lebih pesat dan memberikan lebih banyak manfaat bagi masyarakat.
Namun, salah satu tantangan terbesar justru datang dari masyarakat itu sendiri—literasi keuangan syariah yang masih rendah. Banyak orang yang belum paham perbedaan antara produk keuangan syariah dan konvensional. Ada anggapan bahwa produk syariah lebih ribet, kurang menguntungkan, atau tidak sefleksibel produk konvensional.
Lalu, bagaimana solusinya? Ada beberapa langkah yang bisa diambil untuk menjawab tantangan ini:
- Teknologi sebagai Solusi, Bukan Hambatan. Keuangan syariah harus memanfaatkan teknologi untuk memperkuat transparansi dan akuntabilitas. Blockchain, misalnya, bisa menjadi alat yang efektif untuk memastikan bahwa setiap transaksi bersih dari unsur gharar dan riba.
- Pengembangan Fintech Syariah yang Lebih Kompetitif. Kita butuh lebih banyak platform keuangan syariah yang tidak hanya halal, tetapi juga mudah digunakan dan menawarkan keuntungan yang menarik bagi pengguna. Jika e-wallet syariah, investasi halal, dan pinjaman tanpa riba lebih mudah diakses, tentu lebih banyak orang yang tertarik menggunakannya.
- Regulasi yang Mendukung, Bukan Menghambat. Pemerintah dan otoritas keuangan harus menciptakan regulasi yang jelas dan adaptif. Dengan aturan yang lebih mendukung, industri keuangan syariah bisa berkembang lebih cepat tanpa harus khawatir melanggar hukum.
- Edukasi yang Lebih Luas dan Menarik. Agar masyarakat lebih paham tentang keuangan syariah, edukasi harus dilakukan dengan cara yang lebih menarik—bukan sekadar seminar atau artikel panjang yang membosankan. Media sosial, video edukatif, dan kampanye interaktif bisa jadi cara yang lebih efektif.
Keuangan syariah punya peluang besar untuk berkembang di era digital. Jika tantangan-tantangan ini bisa diatasi, bukan tidak mungkin keuangan syariah menjadi pilihan utama, bukan hanya bagi umat Muslim, tetapi juga bagi siapa saja yang ingin sistem ekonomi yang lebih adil dan berkelanjutan.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
Komentar
Gunakan Google Gunakan Facebook