Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Daffa Fadiil Shafwan Ramadhan

Tantangan Pendidikan Muhammadiyah: Menghadapi Lulusan yang Berlatar Belakang Abangan

Ulas Dulu | 2025-02-26 07:49:49
Bendera Muhammadiyah (Sumber: Urbannews.id)

Pendahuluan

Muhammadiyah, sebagai salah satu organisasi Islam terbesar dan paling berpengaruh di Indonesia, dikenal luas atas komitmennya dalam memajukan pendidikan dan kesejahteraan umat Islam. Akan tetapi, di balik prestasi gemilang tersebut, terdapat tantangan serius yang dihadapi oleh institusi pendidikan Muhammadiyah: banyak lulusan yang, meskipun telah menjalani pendidikan modernisme Islam, tetap mempertahankan nilai-nilai tradisional yang lebih dekat dengan budaya “abangan”. Fenomena ini menimbulkan pertanyaan mendalam tentang efektivitas pendidikan Muhammadiyah dalam membentuk ideologi dan karakter generasi Muslim yang sejati.[1]

Latar Belakang: Konsep “Abangan” dalam Konteks Pendidikan

Istilah “abangan” dalam konteks budaya Jawa merujuk pada kelompok yang cenderung sinkretis dalam praktik keagamaannya, di mana mereka menggabungkan unsur-unsur Islam dengan tradisi lokal dan kepercayaan animisme khas Jawa kuno. Kontras dengan kaum “santri” yang lebih konservatif dan berpegang teguh pada ajaran Islam yang ortodoks, “abangan” sering kali dianggap memiliki praktik keagamaan yang lebih fleksibel dan adaptif terhadap budaya lokal.[2]

Pendidikan Muhammadiyah, yang didirikan dengan tujuan memperbaharui pemahaman Islam melalui pendekatan modernis, diharapkan mampu mencetak lulusan yang tidak hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga memiliki keteguhan dalam iman dan akhlak. Kendati demikian, kenyataan menunjukkan adanya ketidaksesuaian antara visi pendidikan Muhammadiyah dan hasil yang dicapai, di mana sejumlah besar lulusan masih mempertahankan nilai-nilai tradisional yang mendalam.

Kasus Sukarno: Simbol Kompleksitas Ideologi

Sukarno, Presiden pertama Indonesia, adalah contoh mencolok dari lulusan Muhammadiyah yang berasal dari latar belakang “abangan”. Meskipun aktif dalam organisasi Muhammadiyah hingga akhir hayatnya, Sukarno menunjukkan ideologi yang kompleks dan terkadang bertentangan. Ia menganut sekularisme sejati dengan memisahkan urusan negara dan agama, serta mengklaim diri sebagai panteis-monoteis yang memandang Tuhan hadir di mana-mana.

Pada tahun 1941, Sukarno menyatakan dirinya sebagai seorang nasionalis, Muslim, dan Marxis, yang kemudian berkembang menjadi sosialis yang percaya pada Marhaenismeinterpretasi lokal dari Marxisme yang ia kembangkan sendiri. Pendekatan ideologis yang menggabungkan berbagai aliran ini mencerminkan ketegangan antara pendidikan modernis Muhammadiyah dan warisan budaya tradisional yang ia bawa.

Analisis: Mengapa Pendidikan Muhammadiyah Belum Optimal?

Beberapa faktor dapat menjelaskan mengapa pendidikan Muhammadiyah belum sepenuhnya berhasil dalam membentuk lulusan yang konsisten dengan ideologi modernis Islam, antara lain:

1. Kurangnya Visi Pendidikan yang Jelas: Muhammadiyah belum memiliki visi yang tegas tentang tipe manusia yang hendak dibentuk melalui pendidikan. Tanpa pedoman ideologis yang kuat, pendidikan dapat menjadi serampangan dan tidak fokus pada pembentukan karakter dan pemikiran kritis.

2. Keterbatasan dalam Ijtihad: Meskipun ada deklarasi bahwa “pintu ijtihad tidak pernah tertutup,” implementasinya masih minim. Ijtihad yang berani dan mendalam diperlukan untuk menafsirkan ulang ajaran Islam sesuai dengan konteks modern, tetapi hal ini belum terealisasi secara signifikan di kalangan intelektual Muhammadiyah.

3. Pengaruh Budaya Lokal: Nilai-nilai budaya lokal yang mendalam, seperti yang terdapat pada komunitas “abangan”, sering kali bertabrakan dengan upaya reformis modernis. Pendidikan Muhammadiyah harus mampu menyeimbangkan antara pengenalan nilai-nilai Islam yang autentik dengan penghargaan terhadap keberagaman budaya lokal.

4. Keterbatasan Produksi Intelektual: Jaringan pendidikan Muhammadiyah belum mampu melahirkan cukup banyak intelektual Muslim yang kreatif dan produktif. Pemimpin dan pemikir Muhammadiyah sering kali lebih fokus pada aktivitas sosial dan pendidikan praktis daripada pengembangan teori dan pemikiran strategis.

Implikasi dan Dampak

Fenomena lulusan Muhammadiyah yang berasal dari latar belakang “abangan” memiliki dampak yang signifikan terhadap peran organisasi dalam masyarakat:

1. Kehilangan Konsistensi Ideologis: Kurangnya konsistensi dalam ideologi dapat melemahkan posisi Muhammadiyah sebagai gerakan modernis yang tegas, sehingga mengaburkan visi dan misi yang ingin dicapai.[3]

2. Kesulitan dalam Memajukan Islam Modern: Dengan lulusan yang tidak sepenuhnya sejalan dengan prinsip-prinsip modernis, upaya Muhammadiyah dalam memajukan pemikiran Islam yang rasional dan progresif menjadi terhambat.

3. Keterbatasan dalam Mempengaruhi Kebijakan Publik: Lulusan yang memiliki pandangan ideologis yang kompleks dan kadang bertentangan dapat mengurangi efektivitas Muhammadiyah dalam mempengaruhi kebijakan publik yang berpihak pada nilai-nilai Islam modern.

Referensi

[1] Ahmad Mansur Suryanegara, Api Sejarah 1: Mahakarya Perjuangan Ulama dan Santri dalam Menegakkan Negara Kesatuan Republik Indonesia, ed. oleh Nia Kurniawati, Anni Rosmayani, dan Rakhmat Gumilar, Api Sejarah (Bandung: Surya Dinasti, 2014), https://books.google.co.id/books?id=0AMxDwAAQBAJ.

[2] Ahmad Syafi’i Ma’arif, Islam dan Pancasila Sebagai Dasar Negara: Studi tentang Perdebatan dalam Konstituante (Jakarta: LP3ES, 2006), https://books.google.co.id/books?id=s8QeGQAACAAJ.

[3] PP Muhammadiyah, Risalah Islam Berkemajuan (Keputusan Muktamar Ke-48 Muhammadiyah Tahun 2022) (Yogyakarta: PT Gramasurya Yogyakarta, 2023).

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Komentar

Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image