
Hubungan Islam dengan Dinasti Mongol dan Dinasti Ming: Laksamana Cheng Ho dan Penyebaran Islam di Nusantara
Dunia islam | 2025-02-24 11:31:35

Pendahuluan
Sejarah hubungan antara dunia Islam dan Cina telah berlangsung cukup lama dan penuh dengan dinamika, terutama dalam konteks penyebaran Islam melalui jalur perdagangan dan diplomasi. Masa Dinasti Abbasiyyah, serta era Dinasti Yuan yang dipimpin oleh Kubilai Khan dan Dinasti Ming, memainkan peran kunci dalam interaksi tersebut.
Dalam konteks ini, kita melihat bagaimana kebijakan politik dan diplomatik yang dijalankan oleh kekaisaran Mongol, terutama setelah invasi Genghis Khan, turut berkontribusi pada penyebaran Islam di berbagai belahan dunia, termasuk Nusantara Indonesia. Ahmad Mansur Suryanegara dalam bukunya Api Sejarah Jilid I menyoroti pentingnya hubungan antara dunia Islam dan Cina dalam memperkenalkan Islam ke Nusantara melalui jalur perdagangan, hubungan diplomatik, serta peran wirausahawan dan pejabat tinggi Islam dari Cina.
Hubungan Kerja Sama antara Khalifah Abbasiyyah dan Kaisar Cina
Pada abad ke-8 M, khususnya masa pemerintahan Khalifah Abu Ja’far al-Mansur (137–159 H / 754–775 M), terjalin kerja sama yang erat antara kekhalifahan Abbasiyyah dan Dinasti Tang di Cina. Salah satu contoh kerja sama ini adalah pengiriman pasukan Laskar Abbasiyyah yang diminta untuk membantu menumpas pemberontakan di Si-ngan-fu dan Ho-nan-fu pada tahun 756 M.
Setelah berhasil menumpas pemberontakan, pasukan Abbasiyyah tidak kembali ke Baghdad, melainkan menetap di Cina. Pada masa ini, pasukan Abbasiyyah berkontribusi pada perkembangan komunitas Muslim di Cina.
Pentingnya kerja sama ini bukan hanya sebatas aspek militer, melainkan juga membawa dampak jangka panjang pada hubungan Islam dengan Cina. Keberadaan pasukan Muslim di Cina memperkenalkan Islam kepada penduduk pribumi, yang seiring berjalannya waktu berperan dalam terbentuknya komunitas Muslim yang signifikan di sana.
Bahkan, lima abad setelah kejadian ini, Dinasti Yuan yang dipimpin oleh Kubilai Khan menunjukkan perhatian yang besar terhadap Islam, baik dari sisi kebijakan politik maupun kebudayaan.
Kubilai Khan dan Perhatian terhadap Islam
Kebijakan politik Kubilai Khan (1260–1294 M) menaruh perhatian besar terhadap Islam. Perhatiannya ini menjadi salah satu fenomena penting dalam sejarah hubungan Cina dengan dunia Islam.
Kubilai Khan yang merupakan cucu dari Genghis Khan ini sangat mempengaruhi jalannya sejarah Cina dan hubungan internasional pada masa Dinasti Yuan. Salah satu bukti perhatian besar Kubilai Khan terhadap Islam adalah pengangkatan beberapa pejabat Muslim, seperti Abdurahman yang diangkat sebagai Menteri Keuangan pada tahun 1244 M dan Umar Syamsudin, yang dikenal dengan gelar Sayid Ajall, kelahiran Bukhara, yang diangkat sebagai Menteri Keuangan dan Gubernur Yunnan pada 1259 M.
Kendati pada umumnya sejarah sering menggambarkan Genghis Khan sebagai penakluk yang menghancurkan banyak kebudayaan, termasuk Islam, kenyataannya terdapat jejak-jejak Islam yang tertinggal di wilayah kekuasaan Dinasti Mongol. Salah satunya adalah di Yunnan, sebuah provinsi di Cina yang diduga menjadi tempat asal Laksamana Cheng Ho, seorang tokoh Muslim yang sangat terkenal dalam sejarah pelayaran Cina.
Yunnan yang mayoritas penduduknya pada waktu itu beragama Islam ini menjadi salah satu pusat penyebaran Islam di Cina. Akan tetapi, sayangnya, penulisan sejarah Cina dan Mongol kerap kali mengabaikan peran Islam dalam politik dan kehidupan sosial mereka, yang mengarah pada penghilangan fakta sejarah tersebut dari pemahaman publik.
Kubilai Khan & Islam: Simpati atau Keimanan?
Pertanyaan yang muncul kemudian adalah apakah Kubilai Khan benar-benar masuk Islam atau hanya menunjukkan simpatinya terhadap agama tersebut karena pengaruh dari saudara-saudaranya atau kebijakan luar negeri dari Kesultanan Turki.
Mengingat pada masa pemerintahan Kubilai Khan, Kesultanan Turki (khususnya di bawah Sultan Seljuk dan Utsmaniyah) sedang berada pada puncak kejayaannya, maka tidak mengherankan apabila beliau merasa tertarik dengan kebudayaan Islam.
Selain itu, dengan adanya pengaruh besar dari wilayah Timur Tengah dan Asia Tengah yang banyak dihuni oleh umat Islam, perhatian Kubilai Khan terhadap Islam bisa jadi merupakan langkah diplomatik untuk memperkuat hubungan dengan dunia Islam, yang pada waktu itu memiliki kekuatan ekonomi dan politik yang besar.
Namun, karena terbatasnya sumber sejarah yang mengonfirmasi keislaman Kubilai Khan, beberapa sejarawan, termasuk Thomas W. Arnold, lebih memilih untuk melihatnya sebagai simpati terhadap Islam daripada konversi yang nyata. Ketidakjelasan ini muncul karena penulisan sejarah Cina sering kali mengedepankan narasi de-Islamisasi, mengurangi peran Islam dalam sejarah Dinasti Mongol dan Yuan, dan lebih fokus pada pengaruh Tibet dan Dalai Lama dalam kebijakan keagamaan negara tersebut.
Laksamana Cheng Ho dan Peranannya dalam Penyebaran Islam
Salah satu figur yang sangat penting dalam sejarah hubungan Cina dengan dunia Islam adalah Laksamana Cheng Ho, seorang Muslim yang berasal dari Yunnan, Cina.
Cheng Ho yang dilahirkan dengan nama Zheng He diangkat oleh Kaisar Yung Lo dari Dinasti Ming (1363–1644 M) untuk memimpin ekspedisi besar yang dikenal sebagai “Kunjungan Muhibah” (1405-1431 M). Ekspedisi ini bukan hanya bertujuan untuk memperkenalkan kekuatan Cina di dunia internasional, melainkan juga memiliki tujuan diplomatik dan komersial yang besar.
Cheng Ho memimpin armada yang terdiri dari 27.000 pasukan Muslim dan 62 kapal, mengunjungi lebih dari 36 negara di Asia, Timur Tengah, dan Afrika Timur, termasuk Nusantara Indonesia. Salah satu tujuan utama dari ekspedisi ini adalah untuk mengangkat kembali citra Cina yang sempat tercoreng akibat invasi Genghis Khan dan serangkaian perang yang mengakibatkan kerusakan besar di berbagai wilayah. Selain itu, misi Cheng Ho juga memiliki tujuan memperkuat hubungan dagang dan politik antara Cina dengan negara-negara yang ia kunjungi, termasuk kerajaan-kerajaan di Nusantara yang saat itu mulai berkembang pesat.
Keberadaan armada Cheng Ho di Nusantara membawa dampak besar, salah satunya adalah peningkatan pengaruh Islam di wilayah ini. Sebagai seorang Muslim, Cheng Ho tidak hanya bertindak sebagai diplomat dan laksamana, tetapi juga sebagai simbol dari hubungan baik antara dunia Islam dan Cina.[1]
Cheng Ho tidak hanya memperkenalkan budaya Cina ke wilayah Nusantara, tetapi juga memperkenalkan ajaran Islam kepada masyarakat setempat, terutama di wilayah pesisir yang telah memiliki komunitas Muslim. Dalam hal ini, ekspedisi Cheng Ho bukan hanya sekadar perjalanan perdagangan atau politik, melainkan juga berperan sebagai bagian dari penyebaran Islam melalui jalur maritim.
Referensi
[1] Ahmad Mansur Suryanegara, Api Sejarah 1: Mahakarya Perjuangan Ulama dan Santri dalam Menegakkan Negara Kesatuan Republik Indonesia, ed. oleh Nia Kurniawati, Anni Rosmayani, dan Rakhmat Gumilar, Rev., Api Sejarah (Bandung: Suryadinasti, 2014), https://books.google.co.id/books?id=0AMxDwAAQBAJ.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.