Generasi Rapuh: Tanggung Jawab Siapa?
Agama | 2025-02-20 05:27:18
Masalah mental pada remaja adalah masalah serius yang perlu perhatian dari semua pihak. BKKBN telah meluncurkan program Generasi Berencana (GenRe) untuk mengatasi masalah ini dengan menyediakan wadah bagi komunitas remaja di seluruh Indonesia. BKKBN menyatakan bahwa masalah kesehatan mental pada remaja di Indonesia sangat tinggi, mencapai 15,5 juta orang atau 34,9% dari total remaja Indonesia. Wakil Menteri Kementerian Kependudukan, Ratu Ayu Isyana Bagoes Oka, menyatakan bahwa generasi muda saat ini menghadapi tantangan yang kompleks, termasuk masalah kesehatan mental. (www.tempo.co, 15/2/2025)
Survei Indonesia-National Adolescent Mental Health Survey pada tahun 2024 menunjukkan tingginya angka tersebut. Untuk mengatasi hal ini, BKKBN telah memiliki program Generasi Berencana (GenRe) yang mewadahi komunitas remaja di tingkat desa hingga nasional.
Isyana menjelaskan bahwa program Generasi Berencana bertujuan untuk mempersiapkan remaja dalam merencanakan pendidikan, karier, dan pernikahan mereka sehingga mereka dapat membangun keluarga yang berkualitas.
Sementara itu, penelitian HCC, FKI, dan Yayasan BUMN menunjukkan 34% pelajar SMA di Jakarta memiliki indikasi masalah kesehatan mental, di mana 3 dari 10 pelajar sering marah dan cenderung berkelahi akibat gangguan mental emosional. (https://www.tempo.co, 15/2/2025)
Ray Wagiu Basrowi, pemimpin penelitian tersebut, menyatakan bahwa temuan ini mengindikasikan gangguan kesehatan jiwa remaja di kota besar dan angkanya bisa jadi lebih tinggi dari perkiraan sebelumnya.
Isyana juga menyoroti tren penurunan angka pernikahan dan peningkatan jumlah perempuan yang memilih untuk tidak memiliki anak. Oleh karena itu, BKKBN perlu memperkuat karakter generasi muda sebagai persiapan menuju bonus demografi dan Indonesia emas 2045.
Terbukti dengan banyaknya remaja yang mengalami masalah mental bisa jadi menunjukkan bahwa negara abai dalam membangun generasi muda kita. Kalau masalah ini terus dibiarkan, impian Indonesia punya generasi emas di tahun 2045 bisa jadi cuma khayalan.
Sistem Kapitalisme yang dipisahkan dari agama (sekulerisme) punya pengaruh besar dalam hidup kita, termasuk pendidikan. Pendidikan yang sekuler membuat remaja jadi bebas tanpa aturan (liberal) dan bingung dengan jati diri mereka. Akibatnya, mereka kesulitan mencari solusi yang benar untuk masalah hidup mereka, dan akhirnya masalah mental tidak bisa dihindari. Islam mewajibkan negara untuk membangun pendidikan yang berlandaskan agama Islam. Negara juga harus menyiapkan orang tua dan masyarakat untuk mendukung pembentukan generasi yang kuat mentalnya dan mampu membangun peradaban Islam yang mulia.
Sistem Kapitalisme yang sekuler dianggap sebagai salah satu penyebabnya. Islam menawarkan solusi dengan membangun pendidikan yang berlandaskan agama dan menjauhkan remaja dari pemikiran-pemikiran yang salah.
Dalam Islam, pemimpin punya tanggung jawab besar untuk menciptakan generasi yang cerdas dan berkualitas. Caranya adalah dengan menerapkan aturan-aturan hidup sesuai dengan syariat Islam.
Negara akan membuat peraturan untuk menjauhkan remaja dari pemikiran-pemikiran yang bertentangan dengan Islam, yang bisa membuat mereka salah arah dalam menghadapi masalah hidup.
Generasi Bermental Tangguh: Pendidikan Islam sebagai Fondasi Utama
Sekularisme telah membawa dampak negatif yang signifikan dalam dunia pendidikan dan masyarakat. Hal ini sangat bertentangan dengan nilai-nilai Islam, di mana agama menjadi landasan akidah dan jalan hidup. Sistem pendidikan Islam yang ideal adalah sistem yang unggul, yang bersumber dari Allah Ta'ala, dan diimplementasikan di bawah naungan Khilafah.
Pendidikan berbasis akidah Islam tidak hanya terbatas pada lembaga formal seperti sekolah atau kampus, tetapi juga terintegrasi dalam pendidikan keluarga. Akidah Islam menjadi dasar dari seluruh proses pendidikan, mulai dari tingkat dasar hingga perguruan tinggi. Hal ini bertujuan untuk menghasilkan generasi yang berpendidikan dan memiliki mental yang tangguh.
Allah Ta'ala berfirman dalam QS Az-Zumar [39]: 53, yang memberikan harapan dan kepercayaan bahwa ampunan Allah sangat luas bagi siapa saja yang bertaubat. Sayyid Quthb menjelaskan bahwa ayat ini menunjukkan keadilan Allah, yang tidak akan menghukum hamba-Nya sebelum memberikan kesempatan untuk memperbaiki diri.
Pendidikan dalam Islam bertujuan untuk menanamkan dan memperdalam kepribadian Islam secara intensif pada semua anak yang mengenyam pendidikan. Pembinaan kepribadian Islam ini harus dimulai sejak jenjang pendidikan sekolah dan terus diperkuat di perguruan tinggi. Fokus utama adalah pemberian tsaqafah Islam, yaitu pengetahuan yang menjadikan akidah Islam sebagai landasan utama. Tsaqafah ini akan membentuk pola pikir dan pola sikap Islami pada setiap individu.
Negara Islam memiliki peran penting dalam menjaga tsaqafah ini, yaitu dengan menanamkannya dalam pikiran anak-anak Muslim, menuliskannya dalam buku dan tulisan, serta membentuk negara yang menjalankan pemerintahan dan melayani masyarakat sesuai dengan hukum dan perundang-undangan yang bersumber dari tsaqafah tersebut. Sistem pendidikan, baik formal maupun informal, adalah metode untuk menjaga tsaqafah Islam.
Peningkatan kualitas kepribadian peserta didik di sekolahi bertujuan agar seluruh siswa dapat menjadi pemimpin yang mampu mengidentifikasi dan mengatasi permasalahan-permasalahan krusial (qadhiyah mashiriyah) umat. Permasalahan ini mencakup hal-hal yang diwajibkan oleh Islam untuk diatasi oleh umat Muslim, dengan segala risiko yang mungkin dihadapi.
Menurut Syekh Abu Yasin, dalam kondisi tidak diterapkannya hukum Islam dalam sistem pemerintahan, permasalahan krusial bagi umat Muslim adalah mendirikan negara Islam (Khilafah) dan menerapkan hukum sesuai dengan yang diturunkan oleh Allah Ta'ala. Setelah Khilafah berdiri, permasalahan krusial beralih menjadi penjagaan terhadap tegaknya Khilafah, menjaga Islam tetap hidup dan diterapkan di tengah-tengah umat, melaksanakan dakwah ke seluruh dunia, serta mencegah segala sesuatu yang dapat mengancam persatuan umat dan negara.
Pendidikan tsaqafah Islam yang berkelanjutan diperlukan untuk menjaga agar permasalahan krusial ini tetap hidup dan menjadi fokus perhatian umat. Hal ini berlaku bagi seluruh siswa disemua jenjang, tanpa memandang spesialisasi keahlian mereka. Tujuannya adalah untuk memperdalam dan mengkhususkan pendidikan tsaqafah Islam dengan seluruh cabangnya, seperti fikih, hadis, tafsir, usul fikih, dan lainnya. Hal ini juga sebagai persiapan untuk mencetak ulama, mujtahid, pemimpin, pemikir, hakim, hingga ahli fikih.
Dengan demikian, hanya Islam yang tetap hidup di tengah-tengah umat untuk diterapkan, dijaga, serta diemban ke seluruh dunia melalui dakwah dan jihad.
Sebagai penutup, mari kita ingat perkataan Umar bin Khaththab ra., "Dahulu kita adalah kaum yang paling hina, tetapi Allah memuliakan kita dengan Islam. Kapan saja kita meminta kemuliaan selain dari apa yang telah dimuliakan Allah terhadap kita maka Allah akan menghinakan kita."
Wallahualam bissawab
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
