
Peran Baru Perguruan Tinggi : Cari Cuan di Perut Bumi
Agama | 2025-02-02 14:28:37Perguruan tinggi melalui badan usahanya diusulkan sebagai salah satu penerima Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP). Usulan ini tercantum dalam revisi Undang-Undang Mineral dan Batubara yang telah disetujui sebagai inisiatif DPR RI dalam rapat paripurna pada Kamis Perguruan tinggi melalui badan usahanya diusulkan sebagai salah satu penerima Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP). Usulan ini tercantum dalam revisi Undang-Undang Mineral (23/1/2025).
Rektor UII, Fathul Wahid, menolak usulan pemberian izin usaha pertambangan (WIUP) kepada perguruan tinggi dalam revisi RUU Minerba tersebut. Ia mempertanyakan logika kampus yang mendukung ide tersebut, mengingat besarnya modal yang diperlukan dan risiko penyalahgunaan dana pendidikan. Fathul khawatir ada kepentingan terselubung di balik kampus yang ingin mengelola tambang dan meragukan klaim bahwa hal ini bisa menurunkan UKT.
Menurutnya, industri pertambangan berpotensi merusak lingkungan dan mengganggu integritas akademik kampus. Selain itu, keterlibatan kampus dalam bisnis tambang bisa mengikis kepercayaan publik serta mengalihkan fokus dari fungsi utama sebagai lembaga pendidikan. Ia menegaskan bahwa UII menolak gagasan ini dan meminta pemerintah menghapus frasa "perguruan tinggi" dari RUU Minerba.
Di sisi lain, Rektor Unair Mohammad Nasih mendukung usulan ini, dengan alasan bahwa niat pemerintah adalah membantu pembiayaan kampus. Namun, ia menekankan perlunya studi lokasi tambang sebelum kampus benar-benar mengelolanya dan menyadari bahwa bisnis tambang bukan hal mudah. Perguruan tinggi harus mempertimbangkan investasi dan potensi keuntungan sebelum mengambil keputusan (CNN Indonesia; 25/01/2025)
Adanya otonomi kampus dalam hal keuangan menyebabkan kampus berpikir keras untuk mencari pendapatan secara mandiri, kondisi inilah yang menjadi celah adanya wacana kampus mengelola tambang. Hal ini wajar, karena perguruan tinggi memerlukan dana yang tidak sedikit untuk mempertahankan keberlangsungannya dan untuk mensejahterahkan dosen dan karyawannya. Mahalnya biaya Uang Kuliah Tunggal (UKT) yang jelas-jelas membebani orang tua tidak cukup untuk membiayai pendukung-pendukung pendidikan, sehingga PT harus menggali sumber dana tambahan yang bisa diperoleh dengan berbisnis.
Menyimpangnya tujuan mulia pendidikan ini terjadi sebagai konsekuensi industrialisasi pendidikan dan status perguruan tinggi negeri berbadan hukum (PTN BH).
Di sisi lain, hal ini menggambarkan tidak adanya peran negara sebagai penanggungjawab atas pemenuhan kebutuhan publik akan akses ke perguruan tinggi. Negara pun lepas tangan terhadap pemenuhan kesejahteraan dosen dan karyawan, perguruan tinggi dibiarkan secara mandiri baik dari aspek pembiayaan maupun dari aspek kebijakan yang dikeluarkan. Hal ini wajar dalam sistem sekuler kapitalis.
Diserahkannya pengelolaan tambang kepada ormas atau perguruan tinggi menunjukkan kelalaian negara sebagai pengayom rakyat. Tidak seharusnya pengeloaan tambang yang merupakan hajat publik diserahkan kepada pihak lain. Tambang adalah harta milik umum dan negara wajib mengelola tambang yang hasilnya dikembalikan untuk kepentingan rakyat. Inilah salah satu akibat penerapan sistem kehidupan yang melenceng dari ketentuan syariat.
Kampus yang berorientasi mengejar materi adalah dampak dari kapitalisasi Pendidikan. Dalam sistem Kapitalisme, biaya pendidikan ditanggung orangtua atau personal sehingga menjadi sangat berat dan menutup peluang mahasiwa yang miskin mengenyam Pendidikan tinggi. Tak salah jika rumor yang beredar menyatakan pendidikan berkualitas hanya hak mereka yang berduit. Faktanya, perguruan tinggi yang berkualitas UKT nya juga tidak rendah, besarannya pun berbeda sesuai dengan jurusan. Lagi-lagi inilah dampak sistem kehidupan saat ini.
Selain itu, wacana kampus akan diberi hak untuk mengelola tambang dilarang dalam Islam, karena tambang termasuk harta milik umum yang pengelolaannya wajib ditangani negara untuk kesejahteraan seluruh rakyat.
Kampus sebagai lembaga pendidikan harusnya fokus membentuk syaksiyah Islamiyah dan generasi unggulan dengan karya terbaik untuk kontribusi kepada umat. Jika kampus disibukkan dengan mengelola tambang untuk mencukupi kebutuhan operasinoalnya, maka tak pelak orientasi pendidikan pun akan salah arah. Generasi unggul yang diharapkan muncul dari kampus akan jauh dari harapan.
Islam menetapkan pembiayaan kampus ditanggung oleh negara dari kas kepemilikan umum, termasuk pertambangan. Negara wajib mengelolanya untuk dikembalikan kepada rakyat dalam bentuk sarana umum termasuk layanan Pendidikan. Dengan demikian seluruh civitas akademika hanya akan fokus pada peningkatan kualitas pendidikan untuk menghasilkan pribadi-pribadi yang mumpuni dalam bidangnya. Tak heran jika dalam peradaban Islam muncullah ilmuwan-ilmuwan muslim yang karyanya luar biasa.
Islam mengharamkan pengelolaan pertambangan oleh individu atau swasta sebagaimana yang terjadi hari ini. Tambang adalah milik umum, wajib dikelola oleh negara dan hasilnya dikembalikan kepada rakyat dalam bentuk berbagai pelayanan negara untuk rakyat. Islam sudah sempurna dan rinci mengatur segala aspek kehidupan, termasuk pengelolaan tambang, karena aturan Islam tidaklah dibuat oleh manusia yang mempunyai berbagai kepentingan. Hanya Allah swt yang tidak punya kepentingan apapun terhadap manusia, maka wajib mengikuti semua aturan yang telah ditetapkan Allah SWT.
Wallahu a’lam bisshawab
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.