Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Rochma Ummu Satirah

Konflik Pagar Laut, Realitas Eksistensi Oligarki

Politik | 2025-02-01 05:36:05

Konflik Pagar Laut, Realitas Eksistensi Oligarki

Oleh. Rochma Ummu Satirah

Kemunculan pagar laut belakangan ini benar-benar menyedot perhatian publik. Publik pun mempertanyakan kemunculannya dan pihak mana yang bertanggung jawab atas pemagaran laut ini.

Konflik Pagar Laut

Kemunculan pagar laut menimbulkan beberapa spekulasi. Awalnya diciptakan narasi bahwa pagar tersebut dibangun secara swadaya oleh para nelayan sendiri. Namun, hal ini juga bisa dipatahkan dengan mudah karena setelah dikalkulasi, pembuatan pagar laut hampir sepanjang 30 km itu menelan biaya yang tak sedikit. Dari mana nelayan mendapatkan biaya sebesar itu? Selain keberadaan pagar laut juga membatasi gerak nelayan dalam mencari ikan di laut.

Pihak pemerintah sendiri juga seakan belum bisa menemukan siapa di balik pembuatan pagar laut tersebut. Menteri Agraria dan tata ruang atau kepala Badan Pertahanan Nasional ATR BPN, Nusron Wahid mengaku belum bisa berbuat apa-apa soal pagar laut misterius yang berada di dekat PIK 2 di Kabupaten Tangerang ini.

Nusron mengatakan persoalan itu berada di wilayah lautan. Menurutnya, Kementerian ATR BPN belum bisa masuk mengurusi persoalan tersebut. Serta tak bisa melakukan intervensi apapun selama berkaitan dengan wilayah laut, (CNNIndonesia/16/01/2025).

Sejatinya, hal ini menjadi keanehan akan ketidakmampuan pemerintah untuk mengungkap siapa dalang di balik keberadaan pagar laut ini. Pagar laut bukanlah hal yang tidak kasat mata. Negara ini memiliki potensi dari semua perangkat pemerintah yang seharusnya sangat mudah untuk menelisik pelaku di balik pagar laut tersebut.

Keberadaan pagar laut ini sebenarnya sudah dilaporkan warga sejak Agustus 2024. Namun, pemerintah baru belakangan ini memberikan respon. Sebaliknya, membiarkannya dan tak menyelesaikan. Respon pun diberikan setelah berita menjadi viral.

Realitas Prinsip Kebebasan

Dalam hal ini, rakyat tidak melihat penguasa bergerak cepat untuk merespon laporan masyarakat setempat. Inilah realitas hari ini di mana negara tidak memiliki kedaulatan untuk mengurus urusan umat. Kedaulatan tersebut tergadaikan oleh prinsip kebebasan kepemilikan yang lahir dari sistem kapitalisme ini.

Kapitalisme melahirkan ide kebebasan, salah satunya adalah kebebasan kepemilikan. Sehingga siapa saja bisa untuk memiliki barang apa pun asal mampu membelinya tidak melihat apakah barang tersebut boleh dimiliki secara individu atau tidak. Bahkan, ide ini semakin memberi ruang kepada para capital untuk bisa memiliki kekayaan yang melimpah bahkan sampai bisa melebihi kekayaan yang dimiliki oleh negara.

Posisi negara hanya sebagai regulator yang memberikan aturan. Bahkan parahnya, negara turut menjaga keberadaan para kapital ini yang sejatinya hanya ingin memperoleh keuntungan pribadi atau kelompok tanpa memperhatikan kepentingan rakyat secara luas. Oligarkilah yang bermain di dalamnya.

Negara dalam Islam Sebagai Pengurus

Islam menetapkan peran negara sebagai roin atau pengurus yang mengurusi urusan rakyatnya dan mengutamakan kepentingan rakyatnya secara keseluruhan. Pemimpin negara dalam hal ini Al-Iman atau Khalifah juga berperan menjadi perisai layaknya orang-orang yang berperang, rakyat mendukung dan berlindung dengannya dari musuh dengan kekuasaan yang dimilikinya.

Dua peran ini membuat negara akan berdiri kokoh tanpa adanya intervensi dari pihak mana pun juga. Fokus negara adalah membuat kebijakan yang mampu memberikan kemaslahatan dan kesejahteraan bagi rakyatnya.

Di sisi lain, pemimpin negara beserta pejabat negara tidak boleh melakukan persekongkolan dengan pihak mana pun terutama para kapital atau pihak swasta demi meraup keuntungan pribadi. Mereka juga tidak akan membiarkan ada hal yang bisa memberikan kesengsaraan kepada rakyat seperti hal terkait dengan keberadaan pagar laut ini.

Yang menjadi prioritas penguasa adalah kemampuan untuk memenuhi kebutuhan rakyat dan mencapai kesejahteraan rakyat dalam seluruh aspek kehidupannya. Hal ini muncul sebagai wujud tanggung jawab mereka sebagai penguasa karena nilai ketakwaan yang dimilikinya.

Untuk itu, aspek ketakwaan kepada Allah Swt. menjadi satu kriteria penting dalam memilih pemimpin dan pejabat negara yang mengurusi urusan rakyatnya. Inilah satu pembeda nyata dalam kehidupan saat ini di mana nyata-nyata sejumlah penguasa seakan tak memperhatikan kepentingan rakyat. Bahkan, mereka bisa saja menyebabkan kesengsaraan bagi rakyat.

Pemimpin yang bertakwa akan takut dengan hadis yang diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhari yang berbunyi, “Tidaklah seorang hamba yang diserahi Allah untuk memimpin rakyat, lalu ia meninggal dunia dalam keadaan curang terhadap rakyatnya, kecuali Allah mengharamkannya masuk surga.”

Pemimpin seperti ini hanya ada jika aturan yang diterapkan adalah aturan Islam, bukan aturan kapitalis sekuler seperti apa yang ada hari ini. Layaknya jika kita mengharapkan pemimpin yang memperhatikan perkara rakyatnya sebagai yang ada dalam sistem Islam ini. Wallahu’alam bishowab.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image