Program Makan Bergizi Gratis: Bukti Nyata atau Janji Kosong dalam Mengatasi Stunting?
Agama | 2025-01-31 04:36:57
Dilansir dari www.cnbcindonesia.com, bahwa Presiden Prabowo Subianto menyatakan permintaan maaf meminta maaf atas penyelenggaraan program Makan Bergizi Gratis (MBG). Karena masih banyak banyak anak yang belum mendapatkan program pemenuhan gizi ini.
Meliput dari kompas.com, anggota Dewan Pertimbangan Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, Melli Darsa, menilai program makan siang gratis yang dicanangkan presiden terpilih Prabowo Subianto dapat memperkuat upaya penanganan stunting yang telah dilakukan pemerintahan saat ini. Program makan siang sebagai asupan gizi anak-anak dan remaja di Indonesia terjaga, sehingga dapat meminimalisir terjadinya stunting. Perbaikan gizi bukan hanya soal menambah jumlah asupan makanan, tetapi juga memperhatikan kualitas makanan yang dikonsumsi.
Pemerintah berencana menganggarkan Rp71 triliun guna melaksanakan program MBG untuk anak-anak dan ibu hamil. Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan Hasan Nasbi menyatakan bahwa uji coba program MBG dengan anggaran Rp10 ribu per porsi telah dilakukan selama hampir setahun di berbagai daerah. Pemerintah mengeklaim bahwa untuk memenuhi kebutuhan 600-700 kalori per sajian, harga maksimal dapat ditetapkan sebesar Rp10 ribu.
Realitas ini tentu membuat masyarakat kian sangsi dengan program MBG. Pasalnya, turunnya anggaran MBG menjadikan pemberian makanan bergizi jauh dari harapan awal. Terlebih lagi, target perbaikan gizi makin tidak realistis di tengah tingginya inflasi dan naiknya harga bahan pangan. Alasan keterbatasan anggaran membuktikan bahwa negara tidak benar-benar memberikan solusi perbaikan gizi generasi. Miris, di tengah keluhan pemerintah mengenai anggaran MBG, masyarakat justru menyaksikan banyak proyek berbiaya fantastis yang pemerintah kebut dan sebenarnya tidak bermanfaaat untuk rakyat. Pemerintah justru tampak lebih ambisius menggenjot proyek tersebut dibanding mengalokasikan biayanya untuk menyejahterakan rakyat.
Program Makan Bergizi Gratis (MBG) di sekolah merupakan inisiatif global yang telah diimplementasikan di 118 negara dengan 53 negara menyediakan makanan bergizi secara gratis. Di beberapa negara, program ini terbukti dapat meningkatkan kesehatan, prestasi akademik, partisipasi sekolah, status gizi anak, serta menciptakan lapangan kerja sambil menurunkan angka putus sekolah. Namun, tidak semua negara sukses menjalankan program sejenis MBG.
Program makan siang gratis memang program yang sangat kompleks, tidak hanya bicara pengawasan dari segi anggaran dan regulasi, tapi juga pengawasan dari segi kualitas, gizi dan nutrisi, ketahanan rantai bahan baku, dan banyak masih banyak lainnya. Program makan siang gratis dalam sistem kapitalis ini sangat berpotensi menimbulkan banyak masalah, harus ada pengawasannya harus sangat ketat. Dalam sistem yang senantiasa mengambil keuntungan dan manfaat, segala celah akan dimanfaatkan untuk melakukan korup. Tidak ada jaminannya kalau pengawasan akan berjalan dengan baik, program sosial dan pembangunan apapun, sulit untuk bergerak bila budaya korupsi masih menjamur.
Dalam sistem demokrasi kapitalisme, negara hanya bertindak sebagai regulator dan fasilitator. Demokrasi dengan jargon pemerintahan dari, oleh, dan untuk rakyat pada praktiknya berbeda dari teorinya. Program makan bergizi gratis mempertontonkan inkonsistensi ucapan penguasa. Hari ini bilang gratis, besok mungkin diminta iuran. Hari ini susu sapi gratis, besoknya diganti susu ikan. Pemimpin terpilih dari sistem demokrasi sejatinya tidak akan bisa melayani rakyat sepenuh hati. Buktinya, program makan bergizi gratis cenderung beraroma bisnis ketimbang memperhatikan gizi generasi. Dari satu kebijakan, lahirlah peluang bagi korporasi mengambil alih peran negara. Program makan bergizi gratis terindikasi menjadi program industrialisasi korporasi dan investasi dalam sektor pangan. Negara seharusnya menyediakan layanan terbaik di semua bidang. Namun, sistem demokrasi yang transaksional membuat peran tersebut termarginalkan. Dari semua kebijakan penguasa, sektor strategis yang menjadi kebutuhan pokok masyarakat kerap dikomersialisasi, semisal kesehatan, pendidikan, dan pangan.
Pemenuhan Kebutuhan Pokok Dalam Islam
Pada masa Kekhalifahan Utsmaniyah, layanan makan bergizi gratis sudah diterapkan dalam bentuk pendirian imaret (dapur umum) berbasis wakaf yang telah dibangun sejak abad ke-14 sampai abad ke-19. Imaret pertama kali didirikan di Iznik Mekece oleh Sultan Orhan. Seluruh imaret diminta untuk menyiapkan makanan untuk didistribusikan secara gratis kepada masyarakat dari berbagai latar belakang, seperti pengurus masjid juga guru. Berikutnya negara wajib memastikan tidak ada satu pun warga negara yang kelaparan (zero hunger). Sebagaimana Umar bin Khaththab, Amirulmukminin berkeliling malam hari untuk memastikan ketercukupan pangan rakyat, bahkan memanggul gandum sendiri dengan punggungnya dari baitulmal untuk diberikan kepada keluarga yang kelaparan. Artinya mekanisme langsung dengan bantuan dari kas negara bagi keluarga yang berhak menerima, baik dari pos zakat ataupun pos kepemilikan umum. Besaran pembiayaannya sampai mampu mengangkat setiap keluarga keluar dari kelaparan (kekurangan gizi), bukan dengan ukuran batas tertentu dinar-dirham.
Jika program makan siang bergizi ternyata berkedok bisnis dan lebih mementingkan keuntungan dibandingkan tujuan utamanya (mencegah stunting), maka hal ini bertentangan dengan prinsip-prinsip Islam, seperti kejujuran, keadilan, dan kepedulian terhadap masyarakat. Dalam Islam, program semacam ini harus benar-benar mengutamakan kemaslahatan umat, dilakukan secara transparan, dan bebas dari kepentingan pribadi atau kelompok tertentu.
Wallahu a’lam bisshowwab.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
