
Ketika Uang Lebih Berharga dari Nyawa (Review K-Drama The Trauma Code : Heroes On Call )
Drama | 2025-01-30 15:37:56
Dalam sebuah rapat Rumah Sakit yang dihadiri oleh direktur Rumah Sakit dan para Dokter, dokter yang juga menjabat bagian perencanaan menyampaikan sebuah presentasi keuangan rumah sakit. Dokter Hong menampilkan sebuah grafik pencapaian laba rumah sakit yang meningkat. Kemudian mengapresiasi dokter-dokter yang telah turut berperan dalam meningkatkan laba Rumah Sakit.
Dokter Baek, ahli bedah dari Pusat Trauma (Trauma centre) yang menangani pasien-pasien gawat darurat justru mendapatkan perlakuan sebaliknya. Ia dikritik karena divisinya paling banyak mengeluarkan biaya sehingga mencapai defisit dengan jumlah yang sangat besar. Padahal biaya yang dihabiskan adalah untuk menyelamatkan pasien-pasien yang hampir kehilangan nyawanya.
Adegan ini cukup menarik, karena dalam kehidupan saat ini adegan seperti ini bukan tidak mungkin terjadi di dunia nyata. Saat ini kesehatan tidak dipandang sebagai kebutuhan asasi dimana setiap orang berhak mendapatkan perawatan hingga sembuh. Kesehatan telah dikomersialisasi, hanya yang mampu membayar yang bisa mendapatkan pengobatan. Semakin mahal biaya yang dibayarkan, pelayanan kesehatan yang didapatkan akan semakin baik. Tenaga medis yang kompeten, peralatan, fasilitas dan kamar yang nyaman, akan mudah didapatkan di rumah sakit- rumah sakit swasta. Sebaliknya, rakyat yang hanya mampu membayar pengobatan dengan biaya yang pas-pasan, ‘dipaksa’ bersyukur dengan pelayanan kesehatan yang serba minim di rumah sakit milik negara.
Pelayanan kesehatan dari swasta diberikan tidaklah cuma-cuma. Ada biaya yang harus dibayarkan. Untuk operasional, gaji tenaga medis dan laba tentu saja. Kapitalisme dalam kesehatan itu nyata. Bukan di film saja.
---
“Akan ku patahkan sayapnya !” Amarah terlihat di wajah dokter Hong sebagai Dokter yang juga menjabat Bagian Perencanaan. Ia amat geram terhadap Dokter Baek karena telah menyebabkan defisit anggaran di rumah sakit.
Dokter Hong melakukan sabotase terhadap Dokter Baek dengan menghasut ketua Tim Pemadam kebakaran untuk tidak mengirimkan helikopter jika ada permintaan halikopter dari Dokter Baek untuk menjemput pasien. Sabotase dilakukan dengan menerapkan prosedur yang rumit, memindahkan orang-orang yang kompeten di tim Pemadam yang selama ini bekerja sama dengan Dokter Baek.
Bukan adegan pembedahan jantung robek, bukan adegan pembedahan pisau yang tertandap di leher, juga bukan adegan mencabut pipa besi dari perut pasien. Sejujurnya adegan-adegan itu cukup membuat ngilu ketika melihatnya. Tapi adegan sabotase Dokter Hong ini Sangat Mengerikan.
Bisa sejahat itu manusia ? Demi meraih banyak keuntungan, demi menghindari defisit anggaran, nyawa manusia tidak lagi berarti.
Masalah defisit anggaran juga bukan hanya cerita fiktif. Di Indonesia, Jaminan Kesehatan dari negara yang dalam hal ini diselenggarakan oleh BPJS, mengalami defisit. Pada tahun 2023, pendapatan iuran yang ada mencapai Rp151,7 triliun, sementara beban jaminan kesehatannya menyentuh Rp158,9 triliun (bbc 15/11/2024). Pada tahun 2023 alokasi dana dari pemerintah hanya sejumlah 4 Triliun (cnn 10/01/2023). Sangat jauh dari jumlah beban jaminan kesehatan.
Akibat defisit BPJS, kenaikan iuran tak bisa dihindari. Pelayanan kesehatan menjadi sangat terbatas karena dana kesehatan yang terbatas. Apa yang terjadi dalam drama ini agak-agaknya cukup relate dengan apa yang dialami masyarakat kita dalam mendapatkan layanan kesehatan.
Dokter Baek digambarkan sebagai sosok dokter ahli bedah yang genius. Ia bersama timnya memiliki tekad yang kuat dalam menyelamatkan nyawa pasien. Semoga, semakin banyak dokter-dokter yang seperti ini di dunia nyata, meski pelayanan kesehatan telah dikapitalisasi. Semoga, nyawa tetap yang utama.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
Komentar
Gunakan Google Gunakan Facebook