
Persiapan Matang yang Semu
Bisnis | 2025-01-27 17:28:39
Lingkungan yang baik seringkali menuntut kita untuk bisa menjaga keelokan yang sudah menjadi standar minimal. Hal ini seringkali membuat kita tertekan dengan standar-standar yang menjadi acuan. Menjalani hidup dan tanggung jawab yang standarnya dibuatkan oleh orang lain, menjadi sangat jauh dari kata “Menikmati” dan “Hidup Tentram”. Respon yang akan kita ambil adalah melakukan persiapan yang matang, bahkan sangat matang hingga tidak menemukan celah.
Realitanya, ketika kita menjalankan hasil rancangan kita, celah itu muncul tiba-tiba. Teori pada ranah manajemen juga tidak dapat membendungnya, semua itu terjadi begitu saja, dan kita tidak dapat mengontrol hal tersebut. Beberapa Manajer yang berpengalaman, dia akan membuat beberapa skema permasalahan yang mungkin saja bermunculan saat eksekusi. Namun, seberapa matangnya perencanaan dia, puluhan rencana cadangan tidak mampu menghentikan masalah yang kian bermutasi.
Hal ini juga mempengaruhi psikologis banyak aspek, dari pimpinan hingga anak buah yang paling dasar akan takut untuk memulai suatu gerakan. Mereka akan dihantui dengan standar yang industri buat. Persiapan demi persiapan yang mereka lakukan seolah tidak akan berujung pada sebuah aksi, mereka terkungkung ada sebuah “Tidak percaya diri”. Sehingga yang mereka lakukan hanya persiapan-persiapan yang semu.
Mari kita tilik lebih dalam permasalahan yang klise ini. Persiapan yang mengejar kesempurnaan bisa membuat kita jauh dari implementasi dan aksi. Namun, memulai tanpa adanya persiapan juga seperti menyerahkan diri pada kesalahan besar. Lalu, bagaimana hendaknya kita harus mengambil langkah yang tepat untuk tetap progresif?
Pengambilan keputusan seringkali menjadi dilema yang mendalam bagi orang-orang yang berperan. Keilmuan yang belum cukup matang, namun dunia dengan segala masalah yang bermutasi menuntutnya untuk mengambil keputusan saat itu juga. Nyatanya, evaluasi akan hadir di setiap keputusan yang hebat, bahkan keputusan yang menyelamatkan banyak nyawa? bagaimana kita menyimpulkan fakta itu?
Nyatanya, tidak ada persiapan yang matang. Melainkan upaya mengoreksi yang berkelanjutan. Persiapan pada awal periode yang sematang mungkin akan jauh berbeda dengan pengaruh pengkoreksian yang dilakukan terus-menerus setelah lepas landas. Sebenarnya, kedua hal ini tidak bisa kita unggulkan satu diantara yang lainnya. Persiapan dan koreksian adalah sebuah paduan untuk menghadapi masalah. Tidak ada gunanya persiapan yang matang, tanpa perencanaan dan penyesuaian kembali yang dilakukan berkali-kali sepanjang perjalanan.
Ketika memang harus ada perencanaan dan penyesuaian yang berulang, lalu apakah masih perlu mempersiapkan diri? Tentunya persiapan sangat perlu dilakukan. Persiapan yang dilakukan secara matang akan berperan saat penyesuaian dan perencanaan ulang. Perbedaan manajer yang siap dengan teori dan pengalamannya akan jauh berbeda dengan keputusan dan reasoning yang diambil oleh manajer yang primordial.
Mari kita lihat perbedaan yang sangat mencolok manajer yang mempunyai bekal dan persiapan dengan manajer yang ala kadarnya. Perencanaan ini juga diterapkan pada diri sendiri yang perlu koreksian di setiap langkahnya. Manajer yang bisa mengoreksi diri sendiri akan tersusun dari sifat penerimaan diri, jam terbang dan bekal yang ia miliki. Hal ini lah yang menjadi alasan untuk tetap melakukan persiapan yang matang sebelum lepas landas. Perencanaan dan penyesuaian ulang mulai dilakukan begitu lepas landas. Sikap ini bisa kita aplikasikan dalam berbagai hal, manajerial, kehidupan bahkan mengatur nafsu dan menta
Singkatnya, persiapan matang yang semu adalah persiapan yang membuat kita merasa sempurna. Sehingga, dari merasa sempurna ini akan membuat kita tidak membutuhkan penyesuaian dan perencanaan ulang saat lepas landas, dan menganggap semuanyta sudah cukup dari perisapan di awal. Jangan lupa, bahwa persiapan yang matang akan menjadi bekal dan berpengaruh pada perencanaan dan penyesuaian ulang.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
Komentar
Gunakan Google Gunakan Facebook