Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image abisina mikail gibran

Dampak Kenaikan PPN

Lainnnya | 2025-01-19 10:19:02
Rencana kenaikan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12% akan berlaku mulai 1 Januari 2025. Dalam rapat kerja bersama Komisi XI DPR, Rabu (13/11/2024), Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani mengatakan, penerapan PPN 12% telah ditetapkan dalam Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP). Menurut Sri Mulyani, kenaikan tarif PPN ini diperlukan untuk menjaga kesehatan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Dikutip dari Buku Pedoman Lengkap Pajak Pertambahan Nilai (2016), PPN adalah pajak yang dikenakan atas setiap pertambahan nilai dari barang atau jasa dalam peredarannya ke konsumen. Dalam bahasa Inggris, PPN dikenal dengan Value Added Tax (VAT) atau Goods and Services Tax (GST).

Pertambahan nilai (value added) suatu barang atau jasa ini berasal dari akumulasi biaya dan laba selama proses produksi hingga distribusi yang meliputi modal, upah yang dibayarkan, pulsa, listrik, serta pengeluaran lainnya. Pada dasarnya, fungsi PPN sama seperti pajak lainnya, yaitu untuk menambah pemasukan negara dan membiayai pengeluaran program yang diterapkan pemerintah.

Rencana kenaikan PPN ini pun mendapat kritik dari berbagai pihak lantaran bisa menekan daya beli masyarakat. Analis Senior Indonesia Strategic and Economic Action Institution Ronny P Sasmita mengatakan kenaikan PPN menjadi 12% akan berisiko kepada konsumsi rumah tangga. Pasalnya kenaikan PPN menjadi 12% tentu akan membuat harga jual barang dan jasa ikut naik.

Sementara itu, Direktur Pengembangan Big Data Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Eko Listiyanto mewanti-wanti pertumbuhan ekonomi bisa di bawah 5% jika PPN dinaikkan dari 11% menjadi 12% di tahun depan. Pasalnya kenaikan PPN akan semakin menekan daya beli hingga konsumsi kelas menengah.

Eko mengatakan PPN belum naik jadi 12% saja, konsumsi rumah tangga sudah menurun. Sebelum pandemi Covid-19, konsumsi rumah tangga minimal tumbuh 5% secara kuartalan (quarter to quarter), tetapi pasca Covid-19 pertumbuhan konsumsi hanya 4,9%, meski hanya turun 0,1%. Eko mengatakan tren ini harusnya menjadi alarm bagi pemerintah.

Kritik terhadap kenaikan PPN mulai tahun depan juga disampaikan pengusaha. Ketua umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia (GAPMMI) Adhi S Lukman menyebut sektornya yakni makanan-minuman menjadi salah satu yang bakal paling terpukul.

Peneliti Indef, Ahmad Heri Firdaus, juga mengatakan bahwa kenaikan tarif PPN akan berdampak pada kenaikan biaya produksi. Alurnya dimulai dari sektor industri yang membeli bahan baku untuk diolah menjadi bahan setengah jadi, kemudian bahan setengah jadi itu kembali dibeli oleh industri dengan PPN.

Imbas dari daya beli lemah, kata dia, akan berujung pada penjualan yang tidak optimal lantaran permintaan melambat contoh: sebuah toko mempekerjakan 5 orang, namun karena utilisasinya tidak maksimal maka akan dikurangi faktor produksi termasuk penggunaan tenaga kerja. Entah para pekerja dikurangi jam kerjanya, atau jumlah tenaga kerja dipangkas.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image