Ayat Majazi
Agama | 2025-01-10 04:44:00Majaz adalah penggunaan kata atau ungkapan yang memiliki makna berbeda
dari makna harfiah atau aslinya, tetapi masih dapat dipahami dalam konteks tertentu.
Dalam kajian bahasa Arab dan Al-Qur'an, majaz dianggap sebagai salah satu bentuk
keindahan bahasa yang memperkaya makna dan memberikan kedalaman pada teks.
Menurut Abd al-Qadir al-Jurjani, majaz adalah kebalikan hakikat. Yaitu
perpindahan makna dasar ke makna lainnya karena ada alasan tertentu. Kata majaz
dalam bahasa Arab disebut dengan از yang berasal dari kata kerja bahasa Arab
jaaza yajuzu- jauz-ja’uuz-jawaz dan majaz yang berarti jalan, alur atau cara. Adapun
secara terminologi, menurut Ibnu Jinni, majaz adalah peralihan makna dasar ke
makna lainnya, karena alasan tertentu atau pelebaran makna dari makna dasarnya
(Zubaidillah, 2018). Ibnu Qudamah memberikan definisi majaz sebagai lafaz yang
digunakan bukan untuk apa yang ditentukan dalam bentuk yang dibenarkan.
Sedangkan menurut Al-Sarkhisi, majaz ialah setiap lafaz yang dipinjam untuk
digunakan untuk maksud diluar apa yang ditentukan (Sulastri, 2018).
Majaz terbagi ke dua macam diantaranya adalah ;
a. Majaz fi al-Mufrad
Adalah Majaz yang menggunakan lafadz bukan pada asal peletakannya. Dan
Majaz ini terbagi lagi ke dua macam diantaranya adalah ; (Andre, 2022)
1. An-naqsu : Majaz yang didalamnya terdapat lafadz yang tersembunyi,
biasa juga disebut Majaz nuqson, contohnya terdapat dalam surah
Yusuf ayat 82.
2. Az-ziyadah : Majaz yang menitik beratkan pada lafadz tambahan,
contohnya terdapat dalam surah Asy-Syura ayat 11.
b. Majaz fi at-Tarkib
Adalah Majaz yang menyandarkan suatu perbuatan kepada sesuatu yang tidak
memiliki originalitas dikarenakan adanya hubungan keterkaitan antara
keduanya. Majaz ini juga bisa di sebut Majaz Isnad dan Majaz Aql. berikut
gambarannya ; (Sukriadi, 2022)
1. Majaz Isnad
Adalah jenis kiasan yang menyandarkan suatu perbuatan atau sifat
kepada sesuatu yang tidak memiliki kemampuan untuk melakukan
perbuatan atau memiliki sifat tersebut secara alam, contohnya terdapat
pada surah al-Hadid ayat 25.
2. Majaz Aql
Adalah jenis kiasan yang didasarkan pada pemahaman akal manusia,
Kiasan ini seringkali digunakan untuk menjelaskan konsep-konsep
abstrak atau hal-hal yang sulit dipahami dengan menggunakan
perbandingan dengan hal-hal yang konkret, contohnya terdapat pada
surah An-Nahl: 12.
c. Majaz isti'aroh
Adalah istilah dalam bahasa Arab yang memiliki arti "meminjam
sesuatu". Dalam konteks bahasa dan sastra, istilah ini mengacu pada
penggunaan kata atau frasa untuk menggambarkan sesuatu dengan cara
membandingkannya dengan hal lain yang memiliki kesamaan tertentu.
Perbandingan ini tidak dilakukan secara langsung seperti pada perumpamaan
tetapi lebih bersifat kiasan atau metafora. contohnya terdapat pada surah
Al-Isra: 85 (Ikrom, 2019)
Pendapat beberapa ulama
1. Kebanyakan ulama’ berpendapat bahwa majaz itu memang terjadi dalam
ucapan, baik dalam ucapan Syari’ (pembuat hukum) dalam Al-Qur’an dan
sunah, sebagaimana terjadi dalam ucapan manusia, bahasa apapun yang
digunakan. Keberadaan majaz itu terlihat dalam beberapa ayat Al-Qur’an dan
Hadits Nabi seperti penggunakan lafaz “mulamasah” yang berarti saring
bersentuhan dalam Al-Qur’an, surat AnNisa’ (4); 34, sebagai ganti dari
ucapan jima’ atau bersetubuh yang berkaitan dengan hukum batalnya wudhu’.
2. Abu Ishak al-Asfaraini dan Abu Ali al-Farisi menolak adanya pemakaiannya
majaz. Apa yang selama ini dianggap majaz itu sebenarnya adalah hakikat.
Karena ada petunjuk yang menjelaskannya. Umpamanya ucapan, “saya
melihat singa memanah”. Adanya kata “memanah” menjadi petunjuk apa yang
sebenarnya yang dimaksud dengan “singa” itu.
3. Golongan ulama’ Zhahiriyah menolak adanya majaz dalam Al Qur’an dan
Hadits Nabi. Seandainya menemukan firman Allah SWT yang menggunakan
bahasa untuk digunakan dalam artinya syari’, maka hal itu bukan berarti
menggunakan majaz, tetapi konteks penggunaannya sudah secara haqiqah
syar’i. Alasan golongan Zhahiriyah ini menolak majaz dalam Al-Qur’an dan
hadits ialah bahwa penggunaan majaz (bukan arti sebenarnya) berarti
dusta,sedangkan Allah Swt dan Rasulullah Saw terjauh dari
dusta.(Syarifuddin, 2008)
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.