Kenali Faktor Sosial yang Sebabkan Baby Blues Syndrome
Eduaksi | 2024-12-26 12:34:55Baby blues syndrome merupakan sebuah kondisi gangguan suasana hati atau depresi ringan yang dialami seorang ibu setelah melahirkan yang ditandai dengan perubahan emosi, kecemasan, dan perasaan sedih. Baby blues syndrome bukan lagi menjadi sebuah istilah baru dalam masyarakat, akan tetapi hingga saat ini masalah ini masih menjadi sebuah hal yang disepelekan padahal memiliki dampak yang dapat menggangu mental ibu pasca melahirkan
Kondisi ini banyak dikaitkan dengan berbagai faktor psikologis. Pada kenyataannya, terdapat banyak faktor yang dapat menimbulkan terjadinya baby blues syndrome salah satunya adalah faktor sosial. Terdapat beberapa faktor sosial yang dapat mempengaruhi kesehatan mental ibu setelah melahirkan, diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Kurangnya dukungan keluarga dan pasangan
Dukungan emosional dari keluarga dan teman sangat penting bagi seorang ibu baru. Ketika seorang ibu mendapat dukungan secara penuh, maka mereka akan cenderung mampu mengelola stres dari setiap tantangan yang muncul. Dukungan dari orang terdekat terutama suami sangat mempengaruhi kesehatan mental. Komunikasi yang buruk antara suami-istri dapat memperparah risiko terjadinya baby blues syndrome. Kurangnya dukungan dari keluarga dan pasangan dapat menyebabkan perasaan terisolasi dan meningkatkan risiko terjadinya baby blues syndrome.
2. Isolasi sosial
Setelah melahirkan, banyak ibu yang merasa dirinya terputus dari kehidupan sosialnya. Adanya perubahan rutinitas dan tanggung jawab baru membuat mereka sulit berinteraksi dengan teman-teman dan lingkungan sebagaimana sebelumnya. Kurangnya interaksi sosial dapat memperburuk suasana hati sehingga ia merasa kesepian dan cemas.
3. Tekanan sosial dan budaya masyarakat
Berbagai norma dan harapan sosial yang telah ada di masyarakat terkait peran seorang ibu yang baik dapat menciptakan tekanan besar bagi ibu baru. Misalnya, seorang ibu harus bisa menjadi sosok yang sempurna dalam merawat, mendidik, dan berperilaku kepada anaknya, dan tidak menunjukkan kelemahan atau kelelahan dalam mengatur segalanya. Apabila mereka merasa tidak mampu atau tidak memenuhi standar tersebut, maka akan menyebabkan perasaan tertekan terhadap norma sosial yang berlaku.
4. Ekonomi yang kurang baik
Faktor ketidakstabilan keuangan atau kondisi ekonomi keluarga yang kurang baik bisa menjadi beban emosional bagi ibu yang baru melahirkan. Bagi seorang ibu yang bekerja, tuntutan untuk membagi waktu antara pekerjaan dan bayi bisa menjadi tekanan besar dan dapat meningkatkan stress sehingga menimbulkan perasan cemas dalam dirinya.
Beberapa strategi yang dapat dilakukan untuk mengurangi risiko terjadinya baby blues syndrome diatas adalah:
1. Meningkatkan dukungan sosial bagi ibu secara penuh.
Dukungan dari orang terdekat dapat menciptakan rasa kebersamaan dan mengurangi beban perasaan yang sedang dirasakan.
2. Berkomunikasi secara terbuka tentang perasaan yang dialami dengan pasangan atau keluarga.
Komunikasi yang baik dapat mengurangi rasa kesepian dan memberikan ruang bagi ibu untuk mengekspresikan perasaannya.
3. Menciptakan lingkungan yang nyaman.
Munculnya lingkungan yang kurang nyaman berasal dari berbagai masalah, seperti masalah keuangan, pekerjaan yang tidak stabil, dan kondisi rumah yang kurang nyaman. Lingkungan rumah yang nyaman dapat menjadi tempat tenang untuk merawat bayi dan beristirahat.
4. Bekerja sama dalam melaksanakan tugas rumah tangga.
Pasangan suami-istri perlu membagi tugas dalam mengurus rumah dan merawat bayi. Dengan kerja sama yang baik dengan pasangan maka akan mengurangi beban yang dirasakan seorang ibu.
5. Luangkan waktu untuk relaksasi.
Ibu perlu meluangkan waktu untuk dirinya sendiri dengan melakukan aktivitas yang disukai agar dapat merelaksasi pikirannya
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.