Fenomena Gangsterisme Remaja di Surabaya: Cari Jati Diri atau Bunuh Diri?
Gaya Hidup | 2024-12-23 20:59:44Belakangan ini, Surabaya dihebohkan dengan maraknya tindakan kekerasan yang melibatkan kelompok-kelompok remaja yang mengidentifikasi diri mereka sebagai gangster. Tindakan kekerasan ini tidak hanya mengganggu ketertiban umum, tetapi juga menciptakan ketakutan di kalangan masyarakat. Fenomena ini menjadi semakin kompleks karena melibatkan berbagai faktor sosial, psikologis, dan ekonomi yang harus segera mendapat perhatian serius. Sementara itu, beragam upaya dari aparat keamanan dan pemerintah setempat belum mampu menyelesaikan masalah ini secara menyeluruh. Gangsterisme yang melibatkan remaja ini bukan hanya sekadar masalah kriminalitas, tetapi juga soal kegagalan dalam membina generasi muda secara menyeluruh.
Kenakalan remaja memang bukanlah hal yang baru, namun bentuk kenakalan yang terorganisir seperti gangsterisme memberikan dampak yang jauh lebih besar. Kelompok-kelompok ini seringkali terlibat dalam tawuran, perusakan fasilitas umum, serta intimidasi terhadap warga sipil. Tidak jarang mereka memanfaatkan media sosial untuk memamerkan aksi-aksi kekerasan ini, yang semakin memperburuk citra remaja Surabaya di mata publik. Hal ini turut menciptakan efek domino yang merusak nilai-nilai sosial di masyarakat. Keterlibatan para remaja ini dalam perilaku destruktif juga menandakan kegagalan dalam menjalankan fungsi pendidikan, baik formal maupun non-formal, yang mestinya mengarah pada pembentukan karakter positif.
Lalu, apa yang menyebabkan fenomena gangsterisme ini bisa berkembang pesat di Surabaya? Salah satu penyebab utama adalah adanya kebutuhan psikologis dari para remaja untuk mencari identitas dan pengakuan. Banyak dari mereka yang berasal dari latar belakang keluarga yang kurang stabil atau memiliki masalah dalam hubungan dengan orang tua. Dalam kondisi ini, mereka merasa terasing dan kehilangan arah. Di lingkungan yang kurang mendukung ini, mereka kemudian menemukan rasa persatuan dan kekuatan dalam kelompok gangster. Dalam kelompok ini, mereka merasa dihargai dan diterima, yang seringkali sulit mereka temukan di rumah atau sekolah.
Selain itu, faktor lingkungan sosial yang buruk turut berperan besar dalam perkembangan fenomena ini. Surabaya, meskipun dikenal sebagai kota besar dengan ekonomi yang relatif maju, masih menghadapi masalah ketimpangan sosial yang cukup signifikan. Beberapa daerah masih tercatat sebagai kawasan rawan kemiskinan, dengan sedikitnya akses terhadap pendidikan yang berkualitas dan peluang kerja yang terbuka. Para remaja yang hidup dalam lingkungan seperti ini cenderung mudah terjebak dalam kehidupan yang penuh kekerasan dan konflik. Kelompok gangster pun seringkali memanfaatkan situasi ini untuk merekrut anggota baru yang merasa tidak punya pilihan lain untuk memperoleh rasa aman dan identitas sosial.
Tentu saja, faktor media sosial juga memainkan peran penting dalam mempercepat penyebaran budaya gangsterisme ini. Para remaja yang tergabung dalam kelompok gangster sering kali membagikan video atau foto aksi kekerasan mereka melalui platform seperti Instagram, TikTok, dan YouTube. Fenomena ini bukan hanya membuat kelompok mereka semakin dikenal, tetapi juga menciptakan fenomena "pengaruh sosial" yang mendorong kelompok lain untuk mengikuti jejak mereka. Media sosial memberikan ruang bagi remaja untuk menunjukkan eksistensi mereka dalam cara yang sangat destruktif. Selain itu, tren ini seringkali disertai dengan glorifikasi terhadap kekerasan dan tindakan kriminal sebagai simbol kekuatan dan keberanian.
Kondisi ini semakin diperparah dengan adanya pengaruh narkoba yang juga kerap terhubung dengan perilaku gangsterisme. Banyak kelompok gangster di Surabaya yang terlibat dalam perdagangan dan konsumsi narkoba, yang semakin membuat situasi semakin tidak terkendali. Narkoba memberi mereka rasa euforia yang sementara, tetapi juga memperburuk kondisi mental dan emosional mereka. Dampaknya, mereka menjadi lebih impulsif dan tidak takut menghadapi hukum atau melukai orang lain. Dalam jangka panjang, ketergantungan pada narkoba semakin memperburuk situasi sosial remaja ini, menambah lapisan masalah yang harus dihadapi oleh pemerintah dan masyarakat.
Namun, masalah ini tidak bisa hanya diserahkan kepada aparat keamanan atau pemerintah untuk diselesaikan. Masyarakat juga harus berperan aktif dalam mencegah perkembangan gangsterisme di kalangan remaja. Pendidikan karakter yang lebih baik di sekolah perlu diterapkan, dengan penekanan pada pentingnya nilai-nilai moral dan empati terhadap sesama. Sekolah harus menjadi tempat yang aman dan mendukung bagi para remaja, bukan hanya untuk belajar pelajaran akademik, tetapi juga untuk mengembangkan kepribadian yang sehat dan positif. Program-program pembinaan kepribadian di luar jam sekolah seperti pelatihan keterampilan atau kegiatan ekstrakurikuler juga dapat membantu menyalurkan energi remaja ke arah yang lebih produktif.
Pentingnya keterlibatan orang tua juga tidak bisa dipandang sebelah mata. Banyak kasus gangsterisme dimulai dari kurangnya perhatian atau pengawasan orang tua terhadap anak-anak mereka. Orang tua perlu lebih peka terhadap perubahan perilaku anak dan memberikan bimbingan yang tepat agar anak-anak mereka tidak terjerumus ke dalam dunia yang penuh kekerasan dan kenakalan. Keterlibatan orang tua dalam kegiatan positif dan mempererat komunikasi dengan anak adalah salah satu langkah preventif yang sangat penting. Membangun hubungan yang kuat antara orang tua dan anak akan menciptakan rasa aman yang mencegah anak mencari pelarian dalam kelompok yang destruktif.
Selain upaya pencegahan, penegakan hukum yang tegas juga sangat diperlukan untuk menanggulangi fenomena ini. Aparat kepolisian harus bekerja sama dengan pemerintah daerah untuk memastikan bahwa para pelaku kekerasan, baik yang berusia remaja maupun dewasa, mendapat sanksi yang sesuai dengan hukum yang berlaku. Hukum harus dijalankan dengan adil dan tidak pandang bulu, dengan mempertimbangkan bahwa tindakan gangsterisme berpotensi merusak masa depan para pelaku itu sendiri. Disarankan juga agar ada program rehabilitasi yang tidak hanya menghukum, tetapi juga memberikan peluang untuk para pelaku untuk berubah dan kembali ke jalan yang benar.
Peran media juga sangat penting dalam menangani masalah ini. Alih-alih hanya memberitakan kekerasan yang dilakukan oleh remaja, media harus turut serta dalam mengedukasi masyarakat tentang dampak negatif dari gangsterisme. Media dapat menjadi sarana yang sangat efektif untuk mengubah persepsi masyarakat terhadap remaja, dengan memberikan ruang bagi cerita positif dan prestasi yang dicapai oleh remaja Surabaya. Jika media lebih banyak menyoroti kegiatan positif dan kontribusi remaja terhadap masyarakat, ini akan membantu menciptakan citra baru tentang generasi muda Surabaya yang penuh potensi, bukan sekadar kelompok yang terjebak dalam kekerasan.
Kita juga harus mencatat adanya perkembangan terbaru yang semakin memprihatinkan. Baru-baru ini, aparat kepolisian berhasil membongkar sebuah kelompok gangster di Surabaya yang dikenal dengan nama "The Dragon". Kelompok ini terlibat dalam berbagai aksi kekerasan, termasuk pemerasan terhadap pedagang kecil, perusakan fasilitas umum, dan intimidasi terhadap warga. Selain itu, beberapa anggota kelompok ini juga diduga terlibat dalam jaringan narkoba yang merusak kehidupan para remaja tersebut. Pembongkaran ini menunjukkan bahwa fenomena gangsterisme di Surabaya telah memasuki tahap yang lebih serius, dan memerlukan tindakan yang lebih masif dan sistematis dari berbagai pihak untuk menanggulanginya.
Dalam menghadapi fenomena ini, kita tidak bisa hanya mengandalkan pendekatan yang bersifat reaktif. Pendekatan preventif harus menjadi prioritas utama dalam menciptakan lingkungan yang lebih aman dan sehat bagi para remaja. Pemerintah, masyarakat, dan keluarga harus bekerja sama untuk menciptakan kondisi yang lebih baik, dengan mengurangi ketimpangan sosial, menyediakan akses pendidikan yang lebih merata, dan memperkuat nilai-nilai sosial yang positif. Jika kita semua berperan aktif dalam memerangi masalah ini, bukan tidak mungkin kita bisa mengembalikan Surabaya menjadi kota yang aman dan bebas dari pengaruh gangsterisme.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.