Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image 17 mareta yusniare p

Fenomena 'Quiet Quitting' di Kalangan Mahasiswa

Info Terkini | 2024-12-20 17:19:57

Di tengah hiruk-pikuk kehidupan kampus dan tuntutan akademik yang semakin tinggi, ada fenomena yang semakin banyak dirasakan oleh mahasiswa di seluruh dunia yaitu quiet quitting. Meskipun istilah ini lebih dikenal di dunia kerja, kenyataannya banyak mahasiswa yang mengalami hal serupa tanpa benar-benar menyadarinya. Banyak yang menganggap fenomena ini hanya terjadi di lingkungan profesional, namun kenyataannya, "quiet quitting" juga mulai meresap ke dalam kehidupan akademik, dan banyak orang yang tidak mengetahuinya.

Apa Itu Quiet Quitting di Dunia Mahasiswa?

Quiet quitting pada dasarnya adalah fenomena di mana seseorang melakukan pekerjaan atau tanggung jawabnya hanya sebatas yang diminta, tanpa ada upaya lebih atau antusiasme. Dalam konteks mahasiswa, ini berarti tidak lagi berusaha maksimal dalam tugas, mengurangi keterlibatan dalam kegiatan kampus, atau sekadar "bertahan hidup" di semester-semetster terakhir tanpa ada komitmen yang jelas terhadap proses belajar.

Fenomena ini semakin sering dibicarakan, namun jarang dibahas secara mendalam. Banyak orang, terutama di kalangan dosen atau orang tua, berpikir bahwa mahasiswa yang menunjukkan ketidakbersemangatannya adalah malas atau tidak berusaha. Padahal, realitanya, quiet quitting ini sering kali muncul karena berbagai faktor yang lebih kompleks, termasuk tekanan akademik yang berat, stres mental, dan harapan sosial yang tidak realistis.

Mengapa Fenomena Ini Bisa Terjadi di Kampus?

Sebagai mahasiswa, kita sering kali dihadapkan pada tuntutan akademik yang sangat tinggi. Mulai dari tugas kuliah yang menumpuk, ujian tengah semester, hingga skripsi yang menanti di ujung jalan, semua itu bisa menjadi beban yang cukup berat. Namun, tekanan akademik bukanlah satu-satunya penyebab utama quiet quitting di kalangan mahasiswa.

Beban Kewajiban yang Berlebihan

Banyak mahasiswa yang merasa terjebak dalam rutinitas yang penuh dengan kewajiban. Tak hanya tugas kuliah dan ujian, mereka juga harus berpartisipasi dalam berbagai organisasi atau kegiatan ekstrakurikuler demi menambah nilai lebih pada CV mereka. Keseimbangan antara kehidupan pribadi, akademik, dan sosial menjadi semakin sulit dijaga, yang akhirnya membuat mahasiswa merasa seperti mereka hanya berputar-putar di tempat tanpa ada makna yang lebih dalam.

Stres dan Kesehatan Mental

Kesehatan mental di kalangan mahasiswa masih menjadi masalah besar. Banyak yang merasa takut untuk mengakui kalau mereka sedang mengalami kecemasan, depresi, atau burnout. Padahal, penelitian menunjukkan bahwa lebih dari 60% mahasiswa menghadapi masalah mental selama masa kuliah mereka, tetapi tidak mendapatkan dukungan yang cukup. Akibatnya, mereka mulai merasa terputus dari motivasi belajar dan memilih untuk quiet quitting tanpa memiliki ketertarikan pada pengalaman baru.

Kurangnya Dukungan Akademik dan Emosional

Banyak mahasiswa yang merasa tidak didukung baik oleh dosen maupun teman-temannya dalam perjalanan akademik mereka. Ketika mereka tidak merasa dihargai atau tidak mendapatkan perhatian yang mereka butuhkan, mereka cenderung menarik diri dan hanya melakukan hal-hal yang "aman" dan minim usaha. Fenomena ini sering kali terjadi di universitas besar, di mana mahasiswa merasa terasingkan dalam kerumunan besar dan kehilangan rasa keterhubungan dengan lingkungan kampus.

Tanda-Tanda Mahasiswa Mengalami Quiet Quitting

Beberapa tanda quiet quitting di kalangan mahasiswa yang jarang terlihat oleh orang lain, antara lain:

• Kurangnya Partisipasi di Kelas dan Diskusi

• Kualitas Tugas yang Menurun

• Ketidakpedulian Terhadap Kegiatan Kampus

• Dampak dari Quiet Quitting pada Mahasiswa

• Penurunan Kualitas Pendidikan

• Rasa Kehilangan Tujuan

• Gangguan Kesehatan Mental yang Meningkat

Lalu, Apa yang Bisa Kita Lakukan?

Fenomena quiet quitting di kalangan mahasiswa adalah masalah yang serius, namun sering kali terabaikan. Sering kali kita menganggap bahwa mahasiswa yang tidak aktif atau tidak bersemangat adalah mereka yang malas, padahal banyak faktor yang mempengaruhi, termasuk tekanan akademik dan masalah kesehatan mental. Penting bagi kita sebagai mahasiswa untuk sadar akan masalah ini dan mencari solusi yang tepat, baik secara individu maupun bersama komunitas kampus. Salah satu cara untuk mengatasi fenomena ini adalah dengan mencari dukungan (support system). Banyak kampus kini menawarkan layanan konseling dan bimbingan untuk membantu mahasiswa mengelola stres dan masalah kesehatan mental.

Selain itu, mahasiswa juga perlu diberi ruang untuk mengeksplorasi minat mereka di luar rutinitas akademik. Aktivitas yang menyenangkan dan membangun keterampilan non- akademik bisa menjadi cara yang efektif untuk mengembalikan semangat belajar. Dengan saling mendukung dan memahami, kita bisa menciptakan lingkungan kampus yang lebih sehat dan produktif bagi semua mahasiswa. Yang paling penting, mahasiswa harus merasa didukung oleh teman-teman, dosen, dan keluarga dalam perjalanan mereka untuk mencapai keseimbangan hidup yang jelas dan sehat.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image