Mengenal Pentingnya Kesehatan Mental di Kalangan Mahasiswa
Kabar | 2024-12-19 18:17:08Oleh: Mary Gracelta Abigail Sipayung, PDB 101 Mahasiswa Fakultas Vokasi Universitas Airlangga 2024
Tragedi bunuh diri kembali menghampiri dunia pendidikan tinggi Indonesia. Seorang mahasiswa Institut Teknologi Bandung (ITB) diduga mengakhiri hidupnya dengan melompat dari lantai 27 Apartemen Pinewood di Jatinangor, Sumedang, Jawa Barat. Kejadian ini terjadi pada Selasa pagi sekitar pukul 06.00 WIB, mengejutkan masyarakat dan menyisakan duka mendalam.
Korban ditemukan dalam kondisi tidak bernyawa di area parkir apartemen. Polisi setempat masih melakukan penyelidikan untuk memastikan motif di balik tindakan ini, meski dugaan awal mengarah pada tekanan psikologis yang berat. Kasus ini menambah panjang daftar mahasiswa yang menjadi korban gangguan kesehatan mental. Tekanan akademik, tuntutan keluarga, serta kurangnya dukungan emosional sering kali menjadi faktor yang memperburuk kondisi mahasiswa.
Salah seorang penghuni apartemen yang sama dengan korban mengatakan, “kami tidak pernah menduga hal ini terjadi. Korban tampak pendiam, tapi kami tidak tahu apa yang dia alami.” Insiden ini memicu kembali diskusi tentang pentingnya kesehatan mental, terutama di lingkungan kampus. Banyak pihak menyerukan agar institusi pendidikan lebih proaktif dalam menyediakan dukungan psikologis dan membangun budaya kampus yang inklusif.
Universitas, keluarga, dan masyarakat memiliki peran penting dalam mencegah kejadian serupa. Layanan konseling harus lebih mudah diakses, dan mahasiswa perlu diberdayakan untuk mengenali tanda-tanda gangguan kesehatan mental baik pada diri sendiri maupun orang di sekitarnya. Kasus ini diharapkan menjadi peringatan agar semua pihak lebih serius menangani isu kesehatan mental di kalangan mahasiswa.
Sebagai seorang mahasiswa, saya merasa penting untuk mengangkat isu ini agar menjadi perhatian bersama. Kehidupan kampus sering kali dianggap sebagai fase yang penuh semangat dan peluang. Namun, di balik itu, banyak mahasiswa bergulat dengan beban yang tidak terlihat, seperti tekanan akademik, perasaan kesepian, dan kecemasan akan masa depan. Ketika tekanan ini tidak ditangani dengan baik, risiko gangguan kesehatan mental meningkat, bahkan hingga ke tahap ekstrem seperti bunuh diri.
Mengapa Kesehatan Mental Mahasiswa Rentan?
1. Tekanan Akademik.
Mahasiswa dituntut untuk mencapai prestasi yang tinggi di tengah persaingan yang ketat. Tugas, ujian, dan proyek sering kali menciptakan tekanan yang konstan. Ketika tidak ada dukungan yang memadai, tekanan ini dapat berkembang menjadi stres kronis dan depresi.
2. Adaptasi Sosial
Mahasiswa yang baru memasuki lingkungan kampus kerap menghadapi tantangan beradaptasi dengan lingkungan baru, baik secara akademik maupun sosial. Mereka yang tidak memiliki jaringan dukungan emosional yang kuat berisiko merasa terisolasi.
3. Ekspektasi Sosial dan Keluarga
Banyak mahasiswa memikul harapan tinggi dari keluarga untuk sukses. Ekspektasi ini, ditambah dengan tantangan pribadi, dapat menjadi beban berat yang sulit diatasi.
Langkah-Langkah yang Dapat Diambil
Sebagai komunitas akademik, ada beberapa langkah yang dapat diambil untuk mencegah tragedi serupa terulang
1. Meningkatkan Kesadaran Kesehatan Mental
Kampus perlu mengadakan seminar, diskusi, dan kampanye yang membahas pentingnya menjaga kesehatan mental. Hal ini bertujuan menghilangkan stigma terhadap mahasiswa yang mencari bantuan psikologis.
2. Layanan Konseling yang Mudah Diakses
Universitas harus menyediakan layanan konseling yang ramah, terjangkau, dan mudah diakses oleh mahasiswa. Selain itu, privasi mahasiswa yang memanfaatkan layanan ini harus dijamin, sehingga mereka merasa aman untuk berbagi masalah.
3. Dukungan Komunitas
Mahasiswa perlu didorong untuk membangun komunitas yang mendukung, seperti bergabung dengan organisasi, kelompok hobi, atau forum diskusi. Lingkungan yang positif dapat menjadi tempat berbagi dan mengurangi rasa kesepian.
4. Pengelolaan Stres
Kampus juga bisa menyelenggarakan program seperti yoga, meditasi, atau pelatihan manajemen waktu untuk membantu mahasiswa menghadapi tekanan akademik atau pribadi.
Peristiwa tragis di Jatinangor harus menjadi pengingat bagi kita semua untuk lebih peduli terhadap kesehatan mental, baik untuk diri sendiri maupun orang lain. Penting untuk membangun budaya yang terbuka terhadap pembicaraan mengenai perasaan dan mencari bantuan ketika diperlukan.
Sebagai mahasiswa Universitas Airlangga, saya mengajak seluruh mahasiswa di Indonesia untuk lebih peduli dengan isu ini. Jika anda atau orang di sekitar anda sedang merasa tertekan, jangan ragu untuk mencari bantuan. Ingatlah, meminta pertolongan adalah hal yang wajar, dan anda tidak sendirian. Bersama-sama, mari kita ciptakan generasi yang tidak hanya cemerlang secara akademis, tetapi juga kuat secara mental dan emosional.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.