Dokter Gigi Tidak Tersebar Merata: Masalah Kesehatan Gigi dan Mulut di Indonesia Meningkat?
Info Sehat | 2024-12-19 14:08:55Saat ini, menurut e-sertifikasi PDGI, Indonesia memiliki 51.826 Dokter Gigi dan Dokter Gigi spesialis dalam berbagai kompetensi. Jika dibandingkan dengan jumlah penduduk Indonesia yang berjumlah 270 juta penduduk, angka ini masih tergolong sedikit. Seorang dokter gigi mesti menangani sekitar lima ribu pasien dengan data yang ada. Padahal, menurut WHO, idealnya seorang dokter gigi hanya menangani dua ribu pasien. Belum lagi, persebaran dokter gigi di Indonesia masih belum merata dan akses pelayanannya belum dapat dijangkau oleh seluruh lapisan masyarakat.
Ditelusuri dari aspek kesehatan masyarakat, hal ini bisa saja linear dengan kasus kesehatan gigi dan mulut yang masih diderita oleh lebih dari 40% masyarakat Indonesia pada tahun 2023 berdasarkan Survei Kesehatan Indonesia 2023. Kesehatan gigi dan mulut sendiri sangatlah penting guna mendukung kegiatan masyarakat sehari-hari. Sayangnya, banyak masyarakat juga yang masih belum teredukasi dengan baik dan mengesampingkan pentingnya menjaga kesehatan gigi dan mulut sendiri. Selain itu, kurangnya fasilitas serta pelayananan di luar kota besar juga menjadi suatu permasalahan yang harus segera diatasi.
Pentingnya Ketersediaan Dokter Gigi yang Memadai untuk Kesehjateraan Masyarakat
Stigma masyarakat yang mengatakan, “pergi ke dokter gigi saat sakit gigi saja” merupakan hal yang dapat menghambat masyarakat paham akan pentingnya tindakan preventif dan kuratif dalam menangani masalah kesehatan gigi dan mulut. Dalam hal ini, Dokter Gigi memiliki peran penting untuk menumbuhkan kesadaran agar masyarakat lebih membuka mata akan kesehatan gigi dan mulut. Apalagi, masalah kesehatan gigi dan mulut cenderung progresif atau tidak menunjukkan gejala awal, tetapi kian memburuk seiring berjalannya waktu. Oleh karena itu, ketersediaan Dokter Gigi yang merata dan memadai di seluruh wilayah Indonesia haruslah menjadi perhatian. Tidak hanya berkonsentrasi di kota-kota besar, tetapi juga masyarakat di daerah terpencil dan kota-kota diluar kota besar berhak mendapatkan edukasi dan fasilitas yang sama untuk mereka paham akan kesehatan gigi dan mulut.
Sayangnya, memang masih banyak tantangan dan kendala yang dihadapi dalam pemerataan Dokter Gigi di seluruh wilayah Indonesia. Kurangnya akses transportasi dan fasilitas yang memadai, seperti alat-alat Kedokteran Gigi yang tidak lengkap di suatu daerah menjadi salah satu penghambat tersedianya Dokter Gigi di suatu wilayah. Selain itu, hal ini juga diakibatkan oleh insentif Dokter Gigi di suatu daerah lebih rendah daripada di kota-kota besar. Tentunya, hal ini mengakibatkan Dokter Gigi lebih tertarik untuk membuka praktiknya di kota-kota besar karena potensi penghasilannya lebih tinggi. Dan yang terakhir, jumlah pendidikan tinggi yang membuka pendidikan Kedokteran Gigi di Indonesia saat ini masih belum sebanyak Pendidikan Kedokteran Umum. Oleh karena itu, tantangan ini membutuhkan solusi segera untuk memenuhi kebutuhan Dokter Gigi masyarakat demi mewujudkan kesehjateraan masyarakat.
Tantangan menjadi Harapan Baru untuk Ketersediaan Dokter Gigi yang Merata di Seluruh Indonesia
Tantangan yang ada bukan menjadi suatu rasa pesimis untuk kesehatan gigi dan mulut di masa depan, melainkan menjadi suatu harapan baru agar para tenaga kesehatan dan masyarakat sadar akan pentingnya kesehatan gigi dan mulut bagi seluruh lapisan masyarakat. Hal ini harus mendorong semangat dan motivasi, khususnya bagi Dokter Gigi dan Pemerintah untuk memberikan pelayanan terbaik dimanapun mereka berada. Solusi yang dapat dilakukan untuk meningkatkan jumlah Dokter Gigi dan pemerataannya di Indonesia antara lain adalah :
1. Penyediaan Beasiswa dan Tunjangan Pendidikan
Beasiswa dan tunjangan pendidikan untuk mahasiswa/i Kedokteran Gigi di Indonesia dapat membantu meringankan biaya pendidikan dan menjadi motivasi bagi para generasi masa depan yang ingin menjadi Dokter Gigi. Selain itu, dengan adanya bantuan ini, biaya tidak lagi akan menjadi ‘halangan’ dan membuka kesempatan yang seluas-luasnya bagi siapapun untuk menjadi seorang dokter gigi.
2. Membuka Lebih Banyak Fakultas Kedokteran Gigi
Saat ini, jika dibandingkan dengan fakultas Kedokteran Umum, jumlah fakultas Kedokteran Gigi memang lebih sedikit. Hal ini menjadi salah satu faktor mengapa jumlah tenaga Kedokteran Gigi masih belum sebanyak Kedokteran Umum. Salah satu solusi yang bisa dilakukan adalah membuka lebih banyak fakultas Kedokteran Gigi di seluruh Universitas di Indonesia untuk memperluas dan mempermudah akses pendidikan, serta meratanya pendidikan Kedokteran Gigi di Indonesia.
3. Penggunaan Teledentistry
Teledentistry dapat menjadi salah satu alternatif solusi untuk pemerataan Dokter Gigi di Indonesia. Dengan memanfaatkan teknologi digital yang ada sekarang, teledentistry dapat memberikan kemudahan dan fleksibilitas layanan Kedokteran Gigi bagi masyarakat. Teledentistry sendiri dapat membantu proses diagnosis, perawatan keluhan pasien, dan edukasi kepada tenaga kesehatan dan masyarakat, serta untuk penelitian. Di samping fleksibilitasnya, teledentistry juga memiliki kekurangan yang perlu ditinjau kembali, yaitu akses internet di wilayah terpencil, keakuratan, privasi pasien, dan lain-lain. Meskipun begitu, dengan adanya teledentistry menjadi sebuah harapan untuk meningkatkan mutu kesehatan gigi dan mulut masyarakat.
4. Pemberian Insentif dan Tunjangan bagi Dokter Gigi yang bekerja di Daerah Terpencil
Pemberian Insentif dan Tunjangan dapat menjadi motivasi dan sebuah apresiasi bagi Dokter Gigi yang bekerja di Daerah Terpencil. Selain itu, adanya insentif dan tunjangan ini dapat menjamin kesejahteraan dan memenuhi kebutuhan hidup Dokter Gigi tersebut di suatu wilayah. Akhirnya, hal ini juga dapat membuka peluang lapangan pekerjaan bagi Dokter Gigi untuk membuka praktik atau bekerja di fasilitas kesehatan yang memadai. Oleh karena itu, aspek kesejahteraan Dokter Gigi juga perlu menjadi perhatian utama sebelum melakukan program pemerataan tenaga Dokter Gigi ke seluruh wilayah Indonesia.
Akan tetapi, selain dari kuantitas, kualitas juga menjadi hal penting yang harus diperhatikan. Indonesia tidak hanya butuh tenaga Dokter Gigi dengan jumlah yang banyak, tetapi juga tenaga yang kompeten dan profesional. Oleh karena itu, hal-hal seperti pelatihan profesi, peningkatan kualitas pendidikan Kedokteran Gigi, dan kerja sama dengan universitas-universitas yang kompeten di luar negeri dapat membantu menghasilkan Dokter Gigi terbaik yang kompeten, profesional, dan memiliki pribadi baik.
Dokter Gigi memang merupakan garda terdepan mewujudkan kesehatan gigi dan mulut masyarakat. Akan tetapi, Dokter Gigi juga tidak dapat berdiri sendiri. Kesadaran seluruh individu masyarakat dan kerja sama pemerintah diperlukan untuk mengatasi masalah kesehatan gigi dan mulut masyarakat. Oleh karena itu, mari mulai sekarang, kita tumbuhkan dalam diri kita pentingnya kesehatan gigi dan mulut demi mewujudkan kesehatan bangsa yang lebih baik.
Andrea Kania, Mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Airlangga
Sumber :
Ch Wala, H., Wicaksono, D. A., Tambunan, E., Skripsi Program Studi Kedokteran Gigi Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi Manado, K., & Studi Kedokteran Gigi Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi Manado, P. (n.d.). GAMBARAN STATUS KARIES GIGI ANAK USIA 11-12 TAHUN PADA KELUARGA PEMEGANG JAMKESMAS DI KELURAHAN TUMATANGTANG I KECAMATAN TOMOHON SELATAN.
Jumlah Dokter Gigi Berdasarkan Kompetensi. (2024). https://sertifikasi.pdgi.or.id/laporan/rekap-dokter-gigi
Pendidikan, J., & Konseling, D. (n.d.). Literature Review: Peningkatan Jumlah dan Pendayagunaan Tenaga Kesehatan di Indonesia (Vol. 5).
Willy Yashilva. (2024, August 11). 40% Warga di Indonesia Memiliki Masalah Gigi Berlubang. 40% Warga di Indonesia Memiliki Masalah Gigi Berlubang
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.