Mengembalikan Peran Apoteker di Tengah Kebijakan yang Membingungkan
Kebijakan | 2024-12-13 16:52:15Apoteker memiliki peran penting dalam dunia kesehatan, mulai dari meracik hingga memastikan distribusi obat yang aman bagi masyarakat. Namun, kebijakan terbaru dalam Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) No. 6 Tahun 2024 menimbulkan kekhawatiran di kalangan apoteker.
Penggunaan istilah “Tenaga Kefarmasian” dianggap membingungkan karena tidak menjelaskan secara spesifik peran apoteker. Apakah ini hanya soal istilah, atau ada konsekuensi serius di baliknya?
Dalam kebijakan tersebut, “Tenaga Kefarmasian” mencakup berbagai profesi farmasi seperti apoteker dan tenaga vokasi farmasi. Sayangnya, tidak ada kejelasan tentang peran masing-masing dalam praktik sehari-hari. Hal ini membuat apoteker khawatir bahwa peran mereka dalam pelayanan kesehatan dapat terpinggirkan. Seharusnya, apoteker berada di garis depan dalam pengelolaan obat dan pengawasan mutu farmasi, bukan sekadar bagian dari kategori umum.
Ketidakjelasan ini lebih dari sekadar persoalan administratif. Dalam pelaksanaannya di lapangan, pasien bisa dirugikan jika pelayanan farmasi tidak dikelola oleh tenaga yang benar-benar kompeten. Tanpa pengawasan yang tepat dari apoteker, potensi munculnya obat palsu, kesalahan pemberian dosis, dan efek samping yang tidak terpantau bisa meningkat.
Selain itu, layanan kesehatan tentang pasien seperti konsultasi obat dan pengobatan memerlukan keterampilan khusus yang hanya dimiliki oleh apoteker profesional. Dengan demikian, memperjelas peran mereka bukan sekadar penghargaan profesi, melainkan upaya untuk melindungi keselamatan pasien.
Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) telah menyuarakan keresahan ini kepada pemerintah, meminta revisi regulasi agar lebih menghargai peran apoteker dalam sistem kesehatan nasional. Mereka berharap pemerintah melihat apoteker sebagai mitra penting dalam menciptakan layanan kesehatan yang berkualitas, bukan sekadar tenaga tambahan.
Selain itu, banyak apoteker merasa profesinya terancam jika kebijakan ini tidak segera diperbaiki. Beberapa bahkan khawatir bahwa posisi penting mereka dalam pengawasan obat dan makanan akan dialihkan ke profesi lain yang mungkin kurang memiliki keahlian di bidang tersebut.
Untuk mengatasi masalah ini, ada beberapa langkah yang perlu dipertimbangkan:
- Revisi Kebijakan: Pemerintah harus segera memperbaiki Permenkes No. 6 Tahun 2024 dengan memberikan definisi yang lebih jelas tentang peran apoteker.
- Dialog Aktif: Kementerian Kesehatan perlu melibatkan organisasi profesi dalam setiap proses pembuatan regulasi yang terkait dengan farmasi dan kesehatan.
- Edukasi Publik: Sosialisasi kepada masyarakat tentang peran apoteker dalam sistem kesehatan perlu ditingkatkan agar masyarakat lebih memahami pentingnya profesi ini.
Kebijakan yang membingungkan seperti penggunaan istilah “Tenaga Kefarmasian” harus segera diluruskan agar tidak merugikan profesi apoteker maupun masyarakat yang membutuhkan layanan kesehatan berkualitas. Pemerintah perlu bertindak cepat dengan mendengarkan aspirasi dari para apoteker dan memperbaiki regulasi yang ada. Dengan kolaborasi yang baik antara pemerintah, tenaga kesehatan, dan masyarakat, layanan kesehatan di Indonesia akan lebih kuat dan terpercaya.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.