Apoteker akan Tergantikan oleh Artificial Intellegent: Fakta atau Mitos?
Eduaksi | 2024-12-12 20:33:38Selayang Pandang
Perkembangan dunia yang begitu pesat membuat banyak inovasi-inovasi yang muncul dalam bidang teknologi. Salah satunya ialah perkembangan kecerdasan buatan (AI) yang begitu pesat. Menurut Manongga et al., (2022) kecerdasan buatan adalah suatu sistem yang dikembangkan dan mampu berinovasi dalam bidang studi yang dimodelkan baik pada mesin maupun komputer yang dapat memiliki kecerdasan yang sama atau bahkan lebih seperti manusia, yang ditandai dengan kemampuan beradaptasi, pengambilan keputusan, kognitif, dan belajar. Kecerdasan dan kemampuan teknologi kecerdasan buatan (AI) ini menjadi kekhawatiran bagi beberapa orang dan profesi. Salah satu profesi yang cukup menimbulkan kekhawatiran ialah apoteker. Kecanggihan teknologi yang kini berkembang baik kecerdasan buatan dan otomatisasi segala sesuatu akan menjadi akhir bagi profesi apoteker?
Revolusi Teknologi
Dalam beberapa tahun terakhir, Artificial Intellegent dan robotika mengalami kemajuan yang signifikan, terutama dalam bidang farmasi. Penyalur obat otomatis hingga penemuan obat yang terintegrasi dengan AI menjadikan pandangan beberapa calon apoteker suram. Perkembangan tersebut seolah terlihat bahwa profesi apoteker akan tergantikan juga oleh AI dan robotika di masa depan. Namun, ternyata jika ditelaah lebih dalam apoteker masih memiliki peran besar meski terdapat teknologi yang berkembang.
Peran Manusia Tidak Dapat Dihilangkan dalam Dunia Farmasi
Meski kecanggihan dan kecerdasan Artificial Intellegent dan robotika berkembang pesat, namun tetap ada aspek yang tidak bisa tergantikan dari peran kita sebagai apoteker, yakni sentuhan manusia. Apoteker merupakan tenaga kesehatan yang bukan hanya penyalur obat. Namun, apoteker adalah seorang yang memberikan layanan kesehatan, baik sebagai komunikator penggunaan obat, pengelolaan terapi obat pada pasien, hingga berkontribusi sebagai komunikator penyuluhan obat.
Dinamika yang dilakukan oleh seorang apoteker, seperti empati pada pasien, memahami kebutuhan pasien yang terkadang unik, dan penilaian mengenai kinerja obat di pasien yang rumit merupakan hal-hal yang tidak mungkin tergantikan oleh AI dan robot. Apalagi bagi apoteker yang membuka pelayanan sendiri, terkadang pembeli obat meminta obat-obat yang sangat sulit untuk diterjemahkan karena bahasa yang digunakan sangat unik, dan biasanya yang memahami hanya apoteker itu. Artificial Intellegent mungkin bisa menyediakan data-data obat dan informasi mengenai obat tersebut, namun hal tersebut perlu kemampuan apoteker untuk memahami informasi tersebut.
Jadikan Teknologi Sebagai Bantuan Semata bukan Pengganti
Dalam konteks ini penting menegaskan bahwa kemajuan teknologi mulai dari AI hingga robotika, bukan pengganti sebuah profesi, melainkan sebuah bantuan bagi profesi tersebut. Tujuan integrasi teknologi yang maju dalam dunia kesehatan yang sesungguhnya adalah bukan berperan sebagai pengganti profesi, akan tetapi sebagai penyederhana tindakan-tindakan medis yang mungkin rumit, mempercepat kinerja profesi, dan juga mengurangi kesalahan-kesalahan medis yang dapat merugikan pasien. Contohnya adalah otomatisasi penyaluran, pengemasan, hingga pelabelan obat dapat menjadi solusi untuk mempercepat penyaluran obat. Teknologi hanya pembantu penyaluran dan produksi, akan tetapi peracik harus tetap seorang apoteker.
Masa Depan Farmasi Penuh Peluang, Bukan Kesuraman
Naratif mengenai peran profesi yang tergantikan AI dan robotika menjadi kekhawatiram besar di masa kini, naratif-naratif yang melukiskan kesuraman tentang kehilangan pekerjaan karena teknologi menjadi sebuah ‘momok’ bagi sebagian orang. Namun ketika berbicara dalam konteks dunia farmasi, teknologi muncul sebagai media peluang daripada kesuraman. Masa depan farmasis menjanjikan jangkauan lebih luas yang didukung dengan teknologi dan peralatan canggih. Secanggih-canggihnya teknologi tentu perlu manusia untuk mengawasi dan mengoperasikan teknologi tersebut. Apalagi berbicara dalam konteks obat-obatan yang akan dikonsumsi oleh manusia nantinya, tentu perlu pengawasan dan penjagaan yang begitu cermat, agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Siapa pengawas tersebut?, tentu seorang apoteker dan profesi lain yang ahli dibidang tersebut.
Kesimpulan
Kesimpulan dari naratif ini adalah 'mitos' belaka jikalau apoteker akan tergantikan AI dan juga robotika. Teknologi juga punya keterbatasan. Apoteker memiliki peran-peran penting yang tidak dimiliki teknologi, seperti empati dan perasaan dalam merawat seorang pasien. Mari kita hilangkan stigma buruk mengenai ‘apoteker akan tergantikan AI’ di masyarakat.
Referensi
Lee, W. K. (2023, June 8). Will pharmacist jobs be obsolete in the future? Unraveling the myth - Pharmacist.sg. pharmacist.sg. https://pharmacist.sg/?p=129 , 3(2), 41–55.
Manongga, D., Rahardja, U., Sembiring, I., Lutfiani, N., & Yadila, A. B. (2022). Dampak kecerdasan buatan bagi pendidikan. ADI Bisnis Digital Interdisiplin Jurnal. https://doi.org/10.34306/abdi.v3i2.792
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.