Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Moch. Hanif Avisena Herlangga

Alzheimer Berbahaya! Kecerdasan Buatan Mampu Mendeteksinya

Riset dan Teknologi | 2024-12-11 09:10:54
sumber : pinterest.com

Dalam beberapa tahun terakhir, kecerdasan buatan (AI) telah menjadi katalis perubahan di berbagai bidang, termasuk kesehatan. Oleh karena itu, saya sebagai mahasiswa universitas Airlangga yang melek akan teknologi akan memaparkan dampak AI yang mulai merembet di bidang kesehatan.

sumber : alzheimer Indonesia

Seperti yang Anda ketahui, penyakit Alzheimer merupakan penyebab utama demensia, mencakup 60-80% kasus demensia. Demensia merupakan tantangan kesehatan global yang besar, mempengaruhi lebih dari 55 juta orang di seluruh dunia dan lebih dari 4,2 juta orang di Indonesia. Jumlah orang yang terinfeksi diperkirakan meningkat tiga kali lipat dalam 50 tahun ke depan. Oleh karena itu, deteksi dini sangat penting karena pada saat itulah pengobatan mungkin paling efektif.

Para peneliti dari Universitas Óbuda Hongaria baru-baru ini meluncurkan penelitian untuk membantu memperbaiki penyakit Alzheimer, dengan fokus pada pengembangan aplikasi ponsel yang menggunakan kecerdasan buatan untuk mendeteksi penyakit Alzheimer sejak dini dan memungkinkan pemberian intervensi dan perawatan medis tepat waktu untuk Metode ini menggunakan algoritma yang mencakup serangkaian pertanyaan yang mengukur fungsi memori jangka pendek dan jangka panjang, sehingga dapat membantu membuat diagnosis yang lebih akurasi dari data tersebut, peneliti Gabor Kiss mengembangkan teknik kecerdasan buatan yang mendukung deteksi dini penyakit Alzheimer. Hasil penelitian ini dipublikasikan di Elsevier pada Mei 2024. Dalam penelitiannya, ia menyoroti potensi kecerdasan buatan untuk mendeteksi penyakit Alzheimer menggunakan aplikasi ponsel yang dapat menganalisis ingatan pasien.

Algoritma ini dapat membedakan antara orang dengan gangguan kognitif ringan yang stabil dan mereka yang baru saja menderita penyakit Alzheimer. Algoritma tersebut mampu mengidentifikasi 82% kasus dengan gejala Alzheimer dan 81% kasus tanpa gejala Alzheimer. Model ini juga memungkinkan para peneliti untuk membuat stratifikasi orang-orang dengan penyakit Alzheimer menggunakan data dari kunjungan pasien pertama kali saat menggunakan aplikasi menjadi tiga kelompok: mereka yang gejalanya tetap stabil (sekitar 50% peserta), mereka yang perlahan-lahan berkembang menjadi Alzheimer (sekitar 35%) dan mereka yang mengalami kemajuan lebih cepat (15% sisanya). Hal ini penting karena dapat membantu mengidentifikasi orang-orang tersebut pada tahap awal sehingga mereka dapat memperoleh manfaat dari pengobatan baru, sekaligus mengidentifikasi orang-orang yang memerlukan pemantauan ketat karena kondisi mereka cenderung memburuk dengan cepat.

Gabor Kiss mendapat ide untuk mengembangkan aplikasi seluler ini karena dia ingin deteksi dini penyakit Alzheimer tersedia bagi lebih banyak orang secara gratis. Dia sebelumnya menjelaskan bahwa penggunaan AI untuk tujuan ini biasanya terbatas pada analisis gambar yang dihasilkan menggunakan pemrosesan gambar. Stok mesin CT dan MRI terbatas dan tergantung rujukan rumah sakit dan dokter.

Deteksi dini penyakit memungkinkan Anda memulai pengobatan dan perubahan gaya hidup lebih cepat, sehingga menunda timbulnya penyakit dan memungkinkan Anda menghabiskan lebih banyak waktu bersama orang yang Anda cintai.

Penelitiannya menunjukkan bahwa aplikasi seluler memungkinkan perawatan yang dipersonalisasi sekaligus menjaga anonimitas pasien dan lebih hemat biaya dibandingkan melakukan pencitraan MRI. Pembuatan aplikasi mobile ini memerlukan algoritma yang cukup kompleks untuk membuat pertanyaan yang dapat mendeteksi gejala awal penyakit Alzheimer.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image