Generasi Remaja dalam Bayang-Bayang Kekerasan: Siapa yang Bertanggung Jawab?
Lainnnya | 2024-12-10 09:57:15Gangster sudah tidak asing lagi di telinga kita. Aksi-aksi mereka sering kali membuat masyarakat resah dan jelas merasa tidak aman. Mirisnya, pelaku dari kelompok gangster ini didominasi oleh remaja, baik yang masih duduk di bangku sekolah seperti SMP dan SMA, maupun yang sudah lulus. Fenomena ini menimbulkan kekhawatiran yang mendalam, terutama ketika mereka melakukan tindakan yang terkesan brutal yang melanggar hukum dan norma sosial.
Baru-baru ini, masyarakat Kabupaten Pasuruan dikejutkan dengan aksi sekelompok gangster yang mematikan tiba-tiba saklar listrik rumah warga. Ketika seorang warga keluar untuk memeriksa, ia justru menjadi korban eksekusi yang sadis, di mana kepalanya dipenggal menjadi dua. Lebih mengerikan lagi, beberapa pelaku diketahui masih berstatus pelajar. Ngilu! Mendengar berita ini tentu membuat saya dan siapapun merasa ngilu bahkan tidak habis pikir.
Melihat perilaku para pelaku, terutama remaja, yang seolah tidak merasa bersalah meskipun aksinya direkam oleh warga, hal ini menunjukkan bahwa mereka tidak hanya melanggar hukum, tetapi juga memiliki kerusakan moral yang serius. Saya beranggapan bahwa mereka melakukan ini untuk mencari sensasi dan perhatian. Dengan kata lain, mereka mungkin merasa bahwa aksi-aksi kriminal mereka adalah cara untuk mendapatkan pengakuan atau menunjukkan keberanian di lingkungannya, meskipun sebenarnya hal tersebut sangat amat keliru.
Faktor utama yang dapat mendorong mereka ke dalam dunia gangster adalah lingkungan terkecil dalam hidup mereka, yaitu keluarga. Keluarga seharusnya menjadi fondasi awal pembentukan karakter anak. Ketika pengawasan dan kasih sayang dari keluarga berkurang, atau jika anak tumbuh dalam lingkungan keluarga yang tidak harmonis, mereka akan mencari pelarian di luar rumah. Sayangnya, pelarian ini sering kali membawa mereka ke pergaulan yang salah, seperti bergabung dengan kelompok gangster.
Di sisi lain, kurangnya pendidikan moral dan agama, minimnya perhatian terhadap masalah psikologis remaja, serta pengaruh media sosial yang sering kali mempopulerkan kekerasan sebagai sesuatu yang "keren," juga menjadi faktor pendukung. Untuk mencegah hal ini, keluarga perlu memainkan peran aktif dalam mendidik anak dengan baik, membangun komunikasi yang terbuka, dan memberikan contoh yang positif. Selain itu, masyarakat dan pemerintah harus bekerja sama dalam memberikan ruang yang sehat bagi remaja untuk menyalurkan energi mereka, seperti melalui kegiatan olahraga, seni, atau komunitas positif.
Menyelesaikan masalah ini membutuhkan perhatian serius dari berbagai pihak, terutama keluarga. Sebab, keluarga adalah tempat pertama dan utama di mana nilai-nilai moral, empati, dan rasa tanggung jawab ditanamkan. Hanya dengan memperkuat fondasi ini, kita bisa mencegah generasi muda kita terjerumus ke dalam perilaku yang merusak diri sendiri dan masyarakat.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.