Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image HeryWibowo

Menyambut Kurikulum Merdeka dengan Pengembangan Kurikulum Kewirausahaan

Eduaksi | Thursday, 17 Feb 2022, 06:54 WIB

Kurikulum Merdeka telah kembali diluncurkan untuk menyambut tahun 2022, sekaligus tahun yang diharapkan untuk dapat menambal dan memperbaiki learning loss dari sejumlah pembelajaran jarak jauh yang telah dilakukan masa pendemi kemarin. Ragam upaya perlu terus dilakukan untuk mengatasi kekurangan tersebut, dan membangun kurikulum baru yang jauh lebih adaptif dan sesuai dengan kebutuhan zaman.

Salah satu tuntutan kebutuhan lulusan adalah kecakapan kewirausahaan. Inilah kapabilitas yang perlu dibangun dimiliki para pembelajar generasi emasi Indonesia. Secara umum kapabilitas ini merujuk pada kemampun menyusun perencanaan usaha secara kreatif, kemampuan untuk menjalankan dan mengembangkan usaha secara inovatif dan mempertahankan jalannya usaha tersebut secara komprehensif. Inilah kapabilitas lengkap untuk membangun kemandirian ekonomi sekaligus membuka peluang pekerjaan bagi orang lain. Inilah kecakapan lengkap untuk mampu mempertahankan pola pikir positif dan optimis, sikap mental pantang menyerah, mentalitas sigap untuk mencari peluang serta daya tahan untuk bangkit kembali setelah jatuh.

Kondisi Disrupsi

World Bank 2017 mengumumkan sebanyak 75- 375 juta tenaga kerja global diperkirakan akan beralih profesi di mana 65% jenis pekerjaan masa depan belum ditemukan. Artinya, ancaman global pengangguran dan PHK masal ada di depan mata. Maknanya, skema besar pendidikan sedang bergeser. Banyak pekerjaan akan hilang, dan atau digantikan oleh tenaga mesin (machine learning). Artinya, tidak banyak pilihan bagi lulusan pendidikan tinggi, kecuali harus mempersiapkan diri lebih baik lagi, agar tidak tersingkir dari persaingan turbulensi dinamika industri dan menjadi fosil. Inilah situasi yang tidak bisa dianggap remeh, atau dihadapi secara acuh tak acuh. Inilah fakta bahwa setiap pelajar dan mahasiswa perlu membuka mata lebar-lebar terhadap apa yang akan dihadapinya, dan apa yang sedang dipersiapkannya. Sehingga individu pembelajar hari ini, wajib terus mengamati apa yang terjadi, bagaimana disrupsi industri terjadi, untuk kemudian berkaca diri terkait keterampilan apa yang perlu disiapkan secara mandiri.

Revolusi

Era revolusi industri telah masuk ke ruang-ruang pribadi kita dan tidak dapat ditolak. Sangat menarik kajian dari Purwanto (2018) terkait bagaimana industri 4.0 bekerja. Menurutnya berikut sejumlah keniscayaan yang akan terjadi: (1) Mesin lama + konektivitas cepat = Manfaat baru (2) Standar terbuka = ekonomi terbuka, (3) Otomatisasi = peluang kerja baru, (4) Teknologi terhubung = kemudahan bagi konsumen. Maknanya, ada landscape yang berubah, yang menuntut perubahan pola pikir dan pola aksi untuk bisa harmonis dengannya. Akan ada korban yang jatuh bergelimpangan dari perubahan besar (shifting) ini, dan akan muncul pula pemain utama dari dinamika ini. Maka inilah hakekat dari perubahan, siapa yang beradaptasi dengan cepat akan menang. Inilah situasi yang seperti hokum rimba, yaitu yang kuat akan memakan yang lemah, yang cepat akan menindas yang lamban, dan yang adaptif akan bertahan dala jangka panjang. Sekilas terdengar mengerikan, namun inilah faktanya, yaitu bahwa kekuatan dan kecepatan bergerak tersebut,-yang dibutuhkan dalam rimba industri ini-, harus terus dibangun tanpa henti.

Peluang

Ada kesempatan besar yang lebih terbuka (dibanding sepuluh tahun kebelakang), bagi khususnya bagi peserta didik dan mahasiswa untuk masuk ke dunia kewirausahaan dan industri. Terbuka peluang pengentasan kemiskinan dan pengurangan pengangguran yang lebih cepat dari yang dapat dibayangkan. Pada saat yang sama, muncul kesempatan besar untuk membangun usaha mandiri dari rumah, bahkan hanya dari HP ditangannya. Pintu penghalang (entry barrier) untuk memiliki usaha/perusahaan sendiri semakin minim. Hadirnya sejumlah kecanggihan teknologi komunikasi dan fasilitas free-mium, telah merubuhkan “pintu gerbang” yang dahulu hanya dapat dimasuki oleh pemodal raksasa. Seperti sudah dipahami secara umum, peluang hanya mampu diraih oleh mereka yang siap bertindak (bukan oleh mereka yang baru sampai tahap terkesima dengan situasi yang terjadi). Sekali lagi, peluang ini hanya dapat ditangkap oleh mereka yang sudah ‘melek dan siap’. Yaitu melek dan siap akan keterampilan menyusun perencanaan usaha, kesediaan jatuh bangun membangun usaha, kelincahan mempelajari ragam keilmuan model bisnis dan kapabilitas untuk mengoptimalkan teknologi.

Momentum

Maka inilah momentum terbaik untuk menyiapkan pola pikir baru, bahwa masa depan sangat tergantung dengan kesiapan pribadi. Proses pendidikan wajib menggiring pola pikir bahwa lulusan (tidak hanya) dipersiapkan untuk bekerja (pada orang lain). Cara terbaik memiliki masa depan adalah dengan membangunnya sendiri. Kemampuan dan keinginan untuk membangun usaha mandiri, wajib sama kuatnya dengan pilihan untuk melamar pekerjaan. Kompetensi kewirausahaan adalah keniscayaan bagi setiap peserta didik.

Dibutuhkan lebih dari sekedar perubahan buku-buku/bahan bacaan bagi peserta didik, namun perubahan kurikulum pendidikannya. Artinya, ketika tuntutan kompetensinya berubah, maka konsekuensi logisnya adalah bahwa jalan menuju pemenuhan komptensi tersebut juga harus disesuaikan.

Perkembangan instrumen untuk membangun model bisnis seperti Business Model Generator, Value Proposition Canvas, Business Model Canvas dll, yang sangat cepat di dunia aplikatif, perlu segera diadopsi dan diapatasi ke dalam kurikulum. Struktur kurikulum wajib menyisakan ruang yang lentur dan fleksibel. Peserta didik -dan khususnya- wajib memperbaharui diri dalam skilus periode yang singkat; bulanan atau bahkan jika perlu mingguan.

Kurikulum kewirausahaan harus mampu mendorong peserta didik memiliki bukan hanya memiliki brain memory (pengetahuan berbasis hafalan semata), namun juga muscle memory (Kasali, 2010) yaitu pemahaman mendalam yang diserta kapasitas memadai dalam bidang kewirausahaan. Selanjutnya, melalui kurikulum terintegrasi bidang kewirausahaan, peserta didik wajib dipastikan memiliki mental pengemudai (driver), bukan hanya bermental penumpang (passanger). Mental pengemudi akan mengajak setiap individu untuk mengemudikan ‘kendaraan’ menuju titik tertentu, sehingga ia harus mau dan mampu mengenal jalan yang akan ditempuh, alih-alih hanya berpikir sebagai penumpang yang pasrah kepada pengemudinya (Kasali, 2015)

Maka, momentum digulirkannya kembali versi terbaru dari kurikulum merdeka (sebagai pengembangan dari kurikulum prototipe), adalah waktu terbaik untuk terus menyempurnakan kurikulum yang mampu mendorong perserta didik mengeluarkan pemikiran dan kinerja terbaiknya, khususnya dalam konteks kewirausahaan yang sejalan dengan tuntutan era disrupsi.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image