Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Dinda Aprisela

Kesenjangan Ekonomi Membuat Seorang Anak yang Terlahir Miskin tidak Jadi Kuliah: Kenapa Ini Bisa Terjadi?

Gaya Hidup | 2024-12-09 07:08:48

Pendidikan adalah hak setiap anak, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 31 yang menyatakan bahwa "setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan." Namun, kenyataannya, tak sedikit anak-anak yang terlahir dalam keluarga miskin harus mengubur impian untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Kesenjangan ekonomi yang ada di Indonesia menjadi salah satu penghalang terbesar bagi mereka.

Sebagai contoh, data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa pada tahun 2023, sekitar 9,22 juta penduduk Indonesia masih hidup di bawah garis kemiskinan. Angka ini tentu mengkhawatirkan, terutama ketika kita mempertimbangkan dampak jangka panjangnya terhadap pendidikan anak-anak dari keluarga miskin. Bagaimana mereka bisa melanjutkan pendidikan ke jenjang perguruan tinggi jika biaya kuliah yang terus meningkat menjadi beban berat?

Biaya Kuliah yang Terus Meningkat

Salah satu tantangan terbesar yang dihadapi oleh anak-anak dari keluarga miskin adalah biaya pendidikan yang semakin mahal. Menurut data Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, biaya pendidikan di perguruan tinggi negeri rata-rata berkisar antara Rp 10 juta hingga Rp 20 juta per tahun, belum termasuk biaya hidup. Biaya yang tidak sedikit ini tentu saja menjadi momok bagi keluarga dengan pendapatan rendah.

Bahkan, meski pemerintah sudah menyediakan berbagai program beasiswa, seperti Bidikmisi yang kini digantikan dengan KIP Kuliah, kenyataannya, jumlah penerima beasiswa masih sangat terbatas. Pada 2023, hanya sekitar 400 ribu mahasiswa yang mendapat bantuan KIP Kuliah dari lebih 7 juta pendaftar perguruan tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa beasiswa yang tersedia tidak cukup untuk menjangkau seluruh anak-anak yang membutuhkan.

Pendidikan adalah Kunci Keluar dari Kemiskinan

Pendidikan tinggi memang diyakini sebagai jalan keluar dari kemiskinan. Namun, bagi anak-anak dari keluarga miskin, biaya pendidikan menjadi batu sandungan yang besar. Dalam banyak kasus, mereka harus memilih untuk bekerja atau membantu keluarga, daripada melanjutkan pendidikan. Padahal, tanpa pendidikan yang memadai, peluang mereka untuk memperoleh pekerjaan yang layak dan penghasilan yang lebih baik sangat terbatas.

Menurut World Bank, semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, semakin besar kemungkinan mereka untuk memperoleh pekerjaan yang baik dan berpenghasilan lebih tinggi. Namun, kesenjangan antara anak-anak dari keluarga kaya dan miskin semakin lebar. Siswa yang berasal dari keluarga miskin sering kali tidak memiliki akses yang sama terhadap kualitas pendidikan yang baik, baik dari segi fasilitas, pengajaran, maupun kesempatan untuk mengikuti ujian masuk perguruan tinggi.

Undang-Undang dan Kebijakan Pemerintah

Pemerintah Indonesia telah mengupayakan berbagai kebijakan untuk memperkecil kesenjangan pendidikan, salah satunya melalui Undang-Undang No. 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi. Pasal 1 ayat (1) dalam undang-undang ini menyebutkan bahwa "Pendidikan tinggi diselenggarakan untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa." Namun, pada kenyataannya, biaya yang tinggi tetap menjadi penghalang utama bagi banyak calon mahasiswa.

Selain itu, dalam Pasal 36 UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, dijelaskan bahwa "pemerintah dan pemerintah daerah wajib menyediakan dana pendidikan yang cukup." Meskipun ada upaya seperti KIP Kuliah dan program lain, tetap saja banyak anak yang harus berhenti kuliah karena tidak mampu membayar biaya pendidikan atau tidak memenuhi syarat untuk mendapatkan beasiswa.

Apa yang Harus Dilakukan?

Untuk mengatasi masalah ini, dibutuhkan kerjasama antara pemerintah, masyarakat, dan sektor swasta. Pemerintah perlu memperbesar alokasi anggaran untuk pendidikan, khususnya untuk beasiswa dan bantuan bagi mahasiswa dari keluarga miskin. Selain itu, perguruan tinggi juga perlu memperbanyak program kerja sama dengan sektor swasta untuk memberikan kesempatan kepada mahasiswa yang kurang mampu.

Masyarakat pun perlu terlibat dalam mendukung anak-anak yang kurang mampu dengan memberikan peluang kerja paruh waktu yang fleksibel bagi mahasiswa. Selain itu, lembaga-lembaga sosial dan yayasan pendidikan bisa berperan dalam memberikan bantuan pendidikan atau menyelenggarakan pelatihan keterampilan yang membantu mereka yang terhambat oleh biaya pendidikan.

Kesimpulan

Kesenjangan ekonomi yang ada di Indonesia jelas menjadi penghalang besar bagi anak-anak dari keluarga miskin untuk melanjutkan pendidikan tinggi. Meskipun pemerintah sudah mengupayakan beberapa program, seperti beasiswa dan bantuan pendidikan lainnya, namun kenyataannya masih banyak anak yang tidak bisa kuliah karena terbatasnya akses dan biaya. Agar pendidikan dapat menjadi jalan keluar dari kemiskinan, perlu adanya kebijakan yang lebih inklusif dan pemberdayaan masyarakat secara lebih luas untuk membantu anak-anak ini mencapai impian mereka.

Pendidikan harusnya bukanlah milik mereka yang berpunya, melainkan hak setiap anak Indonesia untuk mencapainya, terlepas dari latar belakang ekonomi mereka.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image