Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Heni Nuraeni

Ironi Hari Guru: Kompleksitas Persoalan Guru Vs Kualitas Siswa

Eduaksi | 2024-12-05 04:09:30

oleh : Heni Nuraeni

Katanya, guru adalah pahlawa tanpa tanda jasa. Ini sering sekali disebutkan semasa sekolah dulu. Bagaimana tidak, mengajar adalah hal yang melelahkan. Semua pekerjaan lelah memang, tetapi menjadi seorang guru membutuhkan kesabaran ekstra. Saya membayangkan saat sekolah dulu, satu orang guru mengajar sekitar 30-an anak per kelasnya dengan berbagai karakter siswa yang beragam.

Guru itu patut dihormati dan mesti selayaknya begitu. Ada kalanya memang mereka berbuat salah, mereka juga manusia. Kita tidak bisa meminta mereka para guru seperti yang kita inginkan, karena ini memang di luar kendali kita. Namun, kita bisa kendalikan diri kita sendiri terhadap perilaku terhadap guru. Begitupun sebaliknya.

Sedari dulu, guru dipandang sebelah mata di mata. Guru adalah cita-cita saya saat kecil, karena saya senang belajar & membaca buku. Namun, “gaji kecil” menjadi halangan sehingga saya yang saat itu masih dalam kepolosan ikut-ikut saja. Ternyata, sampai saat ini pun posisi guru masih dianggap rendah ya, terutama dari gaji yang rasanya tak manusiawi.

Seorang guru pun jadi serba salah, saat menegur siswa malah dilaporkan, dipenjarakan, difitnah. Saya malu tidak bisa melakukan apapun selain mengikuti perkembangan berita & ikut menyuarakan di sosial media. Tapi bagaimana ya? Seberisik apapun kalau rakyat yang berbicara, apakah akan didengar pemerintah? Sepertinya tidak.

Di satu sisi, banyak guru yang melakukan perbuatan kontraproduktif terhadap profesinya, diantaranya melakukan bullying, kekerasan fisik dan seksual, melakukan grooming dan hal ini tidak dapat ditutup-tutupi, karena beginilah faktanya.

Menyoal keadaan ini, sadarkah kita bahwa baik guru maupun siswa adalah korban dari sistem yang rusak? Sistem Kapitalis yang hanya menguntungkan pihak “atas” dan para oligarki semata.

Sistem yang rusak akan melahirkan peradaban yang rusak pula. Para pelajar yang kurang adab akibat tidak terpenuhinya pengenalan terhadap adab sebelum ilmu dalam proses menuntut ilmu. Kesejahteraan guru yang diujung tanduk membuat mereka akhirnya terjerat pinjaman online (pinjol) dengan jumlah sebanyak 42% menurut sumber Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Mari berkaca pada Peradaban Islam di masa lalu, di mana seorang guru sangatlah dihormati, sejahtera, dan para murid juga memiliki adab & akhlak mulia sebagaimana penuntut ilmu seharusnya. Rasa takut pada Allah SWT yang tertanam pada diri membuat mereka berpikir keras dalam melakukan suatu tindakan dan perlindungan dari negara yang menjamin kehidupan mereka membuat mereka merasa aman.

Misalnya dari segi pendapatan atau gaji, menurut kitab An-Nafaqat wa Idaratuha fid Daulatil Abbasiyyah, pada masa pemerintahan Khalifah Harun Al-Rasyid, seorang pendidik umum per tahun ialah sebesar 2.000 dinar atau setara dengan Rp12,75 milyar. Sementara periwayat hadits dan ahli fikih digaji dengan 4.000 dinar atau sekitar Rp25,5 milyar per tahun. Coba kita bandingkan dengan gaji para pendidik saat ini. Perbandingan yang luar biasa jauh dan downgrade.

Peradaban Islam 600 tahun lalu yang dianggap “kuno” nyatanya malah lebih maju dari segi kualitas & pemikiran dalam memberikan kesejahteraan terhadap profesi guru. Terbukti bahwa Islam menghormati ilmu dan pembawanya, diantaranya memberikan jaminan perlindungan terhadap guru serta peningkatan kualitas ilmu dengan menyediakan sarana dan prasarana yang layak.

Islam juga memiliki mekanisme yang tertib dan teratur dalam memperlakukan guru, karena guru adalah salah satu pihak yang berjasa dalam sistem pendidikan. Selain memberikan gaji yang besar, negara juga memberikan jaminan keamanan ketika melaksanakan tugas, sehingga tidak akan terjadi kasus guru dipenjarakan karena menegur siswanya seperti yang saat ini terjadi.

Hukum dalam Islam juga sangatlah adil, tidak mengenal apakah orang tersebut orang berada ataukah orang biasa. Hukum dalam Islam tidak dapat disuap, karena suap adalah perbuatan tercela yang dilarang oleh syariat. Hal ini menjadikan hukum tidak tumpul ke atas dan tajam ke bawah, berbeda sekali dengan hukum di negara saat ini yang pemerintahnya mudah disuap, memandang dari segi siapa yang lebih punya kuasa. Tidak ada rasa kemanusiaan, rasa bersalah, apalagi rasa takut kepada Allah SWT.

Ilmu adalah cahaya umat, ilmu menjadi amal jariyah saat di alam kubur. Coba kita pikirkan betapa mulianya seorang guru yang menyampaikan ilmu kepada murid-muridnya. Berapa banyak amal jariyah yang ia kumpulkan, berapa banyak muridnya yang mendapatkan ilmu dan beranjak menjadi pribadi yang lebih luar biasa di masa depannya. Dan luar biasanya Islam dalam memandang profesi mulia ini, tenaga pendidik terjamin kesejahteraan hidupnya dan para penuntut ilmu yang berakhlak mulia. Keseimbangan terjadi apabila sistem yang diterapkan adalah sistem yang shahih yang aturannya berdasar pada Sang Pencipta kehidupan, Allah SWT.

wallahu'alam bish shawab

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image